Mohon tunggu...
Tatang  Hidayat
Tatang Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Student Rihlah Indonesia

Tatang Hidayat, bergiat di Student Rihlah Indonesia. Ia mulai menulis sejak SD, ketika masa SMK ia diamanahi menjadi pimpinan redaksi buletin yang ada di sekolahnya. Sejak masuk kuliah, ia mulai serius mendalami dunia tulis menulis. Beberapa tulisannya di muat diberbagai jurnal terakreditasi dan terindeks internasional, buku, media cetak maupun online. Ia telah menerbitkan buku solo, buku antologi dan bertindak sebagai editor buku dan Handling Editor Islamic Research: The International Journal of Islamic Civilization Studies. Selain menulis, ia aktif melakukan jelajah heritage ke daerah-daerah di Indonesia, saat ini ia telah mengunjungi sekurang-kurangnya 120 kab/kota di Indonesia. Di sisi lain, ia pun telah melakukan jelajah heritage ke Singapura, Malaysia dan Thailand. Penulis bisa di hubungi melalui E-mail tatangmushabhidayat31@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengukir Sebuah Mimpi dari Negeri Jiran

23 April 2018   22:26 Diperbarui: 24 April 2018   02:14 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari awal sampai akhir saya memperhatikan apa yang beliau paparkan, dari sana saya mulai berfikir sebenarnya sumber daya manusia yang di miliki negeri kita memang hebat-hebat jika disalurkan dan dihargai dengan baik. Bagaimana tidak, sebenarnya mahasiswa yang belajar di Malaysia ini cukup banyak, data terakhir kurang lebih mencapai 4000. Ini menandakan bahwa sumber daya manusia yang miliki negeri ini memiliki potensi yang sangat besar dalam mengelola negeri di masa depan.

Dari sana saya mulai merenung, kita selaku generasi muda bangsa itu harusnya memiliki sebuah cita-cita yang tinggi untuk kebaikan negeri kita, apa yang didapatkan dari kedua pembicara tersebut bisa menjadi bahan acuan supaya kita bisa melanjutkan study ke jenjang yang lebih tinggi. Selang beberapa jam ternyata agenda international class tidak terasa harus berakhir, namun sebelum berakhir, para pembicara memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, Nampak beberapa peserta antusias mengajukan beberapa pertanyaan dan dijawab oleh para pembicara dengan sangat jelas.

Sebelum selesai, Kanda Doni mengadakan sebuah permainan berkaitan negeri Malaysia, dari pertanyaan-pertanyaan yang beliau ajukan, tanpa diduga ternyata saya menjadi peserta yang mampu menjawab dengan benar peringkat ke tiga, padahal kalau boleh jujur, saya baru menggunakan aplikasi permainan tersebut. Namun sayangnya, apresiasi hanya diberikan kepada peringkat pertama saja, namun bagi saya tidak apa-apa, ini bisa dijadikan sebagai proses pembelajaran bahwa untuk bisa mendapatkan sebuah ilmu terkadang tidak mesti selalu diapresiasi.

Setelah agenda tersebut selesai, sebelum Kanda Doni pulang, saya bersama beberapa kawan menyempatkan untuk berkenalan dengan beliau dan saling bertukar pikiran berkaitan dengan organisasi mahasiswa. Tanpa diduga akhirnya saya mengetahui bahwa beliau ternyata kader dari salah satu organisasi mahasiswa Islam, dari sana akhirnya kami mulai diskusi berkaitan dengan organisasi tempat kanda Doni bernaung.

Setelah berlangsungnya diskusi dengan beliau, saya-pun merenung, ternyata kanda Doni selaku Ketua PPI Malaysia tidak jadi dengan sendirinya, karena beliau sebagai pemimpin pastinya dilahirkan dari pengalaman dan kaderisasi dalam organisasi. Dari sana saya mulai berpikir bahwa aktif di organisasi merupakan sesuatu yang harus ditempuh bagi para calon pemimpin, karena dari organisasi tersebut kita akan mendapatkan pengalaman untuk memimpin. 

Buktinya, kanda Doni dahulunya juga adalah seorang aktivis, dan tentunya beliau banyak mendapatkan pengalaman dalam dunia politik pergerakan mahasiswa, yang tentunya membuat beliau menjadi Ketua PPI Malaysia-pun tidak terlepas dari pengalaman beliau yang terlibat dalam dunia politik pergerakan mahasiswa.

Setelah agenda tersebut selesai, kami segera menuju ke tempat selanjutnya, yakni beristirahat di Masjid Sayyidina Hamzah untuk melaksanakan shalat Dzuhur Qashar dan Ashar Jama' Takdim secara berjama'ah. Di masjid tersebut saya sempat berkeliling ke sekolah yang ada di sampingnya, melihat setiap keceriaan siswa-siswi yang berlarian menikmati masa-masa indah mereka sebagai pelajar. 

Tidak lama kemudian, kami-pun harus segara menuju sebuah tempat wisata Batu Caves yakni sebuah bukit kapur yang memiliki serangkaian gua dan kuil gua, terletak di distrik Gmbak, Selangor, Malaysia. Gua ini adalah salah satu kuli Hindu di luar India yang paling popular, yang didedikasikan untuk Dewa Muruqan. Situs ini adalah titik fokus festival Hindu Thaipusan di Malaysia.

Sebelum ke lokasi tersebut, dari panitia memutuskan untuk singgah ke tempat penjual cinderamata khas Malaysia. Dari sana saya ikut melihat beberapa barang cinderamata yang dijajakan, namun setelah saya berkeliling, tidak ada satupun dari cinderamata tersebut yang memikat hati saya. Karena bagi saya tujuan ke Malaysia dalam rangka belajar, bukan untuk belanja. Adapun dari segi barang jika boleh berpendapat, ternyata dari segi harga lebih murah di bumi pertiwi, begitupun dari segi kualitas jika boleh berpendapat ternyata lebih hebat karya anak bangsa.

Sekian waktu berkeliling di tempat tersebut, akhirnya sampai juga di tempat wisata Batu Caves, dari sana saya meilhat sebuah patung besar dan katanya patung tertinggi di dunia. Di tempat tersebut saya mencoba bercengkrama dengan alam, terlihat binatang monyet yang berlarian ke sana ke mari, dilengkapi dengan burung merpati yang menemani berterbangan dengan indah sesekali hinggap ke bawah seolah menyambut kedatangan kami. Tidak lama berkeliling di tempat tersebut, akhirnya kami harus segera menuju ke salah satu tempat yang tidak asing lagi bagi para wisatawan.

Apa lagi kalau bukan menara petronas atau juga disebut menara kembar petronas yang merupakan sepasang menara kembar yang pernah menjadi bangunan tertinggi di dunia pada tahun 1998 -- 2004, sebelum dilampaui oleh Burj Khalifa di Taipei. Saat berada di tempat tersebut, saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kemegahan bangunan tersebut, namun kita tidak boleh silau dengan ciptaan manusia, ada yang lebih tinggi dari bangunan tersebut yakni gunung-gunung sebagai pasak bumi ciptaan Allah SWT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun