Mohon tunggu...
Achmad Nur Hidayat
Achmad Nur Hidayat Mohon Tunggu... Konsultan - Pakar Kebijakan Publik

Achmad Nur Hidayat (Born in Jakarta) previously earned Master Public Policy on Economic Policies from Lee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapore (NUS) and from Tsinghua University, Beijing China in 2009. He had an executive education from Harvard Kennedy School of Government, Boston-USA in 2012. He is currently assisting and providing recommendation for both the Supervisory Board of Central Bank of Indonesia and Government of Indonesia in the effort to increase sustainable economic growth, maintain the financial system stability and reinvent human resources capacities in line with technological disruption. He was Chairman of Student Boards (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia) University of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pertalite dan Solar Hilang di Pasaran pada September 2022, Ini yang Harus Diwaspadai

12 Agustus 2022   10:24 Diperbarui: 13 Agustus 2022   06:38 2110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO

Bulan September 2022, diperkirakan kuota BBM bersubsidi untuk pertalite dan solar akan habis.

Kondisi tersebut akan diikuti naiknya harga barang sehingga menyebabkan inflasi tinggi dan jumlah orang miskin baru akan meningkat.

PT Pertamina (Persero) melaporkan realisasi penyaluran bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite per 31 Juli 2022 sudah mencapai 16,8 juta kiloliter dari kuota yang ditetapkan tahun ini sebesar 23,05 juta kiloliter.

Artinya hanya tersisa 6,25 juta KL yang hanya mencukupi penyaluran bulan Agustus dan September 2022 saja. Bahkan bisa lebih cepat lagi bila konsumsi dalam negeri tidak dikendalikan.

Akibatnya, Bulan September tidak akan ada lagi Pertalite dan Solar di pasar dan hal tersebut merupakan kiamat kecil bagi masyarakat kecil ke bawah.

Ini sebabkan masyarakat akan dipaksa beli BBM non subsidi yang lebih mahal. Biasanya masyakarat dan mobil transportasi bahan pokok membayar Rp7650/liter kini menjadi Rp12,500 (pertamax) atau naik 64% saat pertalite tidak ada dipasaran.

Kenaikan 64% tersebut sangat memberatkan masyarakat dan dampak berikutnya harga-harga bahan pokok akan naik karena naiknya ongkos  transportasi.

Tercatat pada pertengahan Agustus 2022 ini, publik sudah merasakan kelangkaan Pertalite dibeberapa SPBU.

SPBU yang memiliki pertalite diserbu dan menyebabkan antrian panjang. beberapa konsumen memilih membeli pertamax dan BBM non subsidi karena terpaksa tidak mau antri khawatir terlambat masuk kerja.

Kendalikan Konsumsi BBM Tidak Efektif Melalui Himbauan

Menteri ESDM Arifin Tasrif meminta orang kaya tidak menggunakan BBM subsidi. Himbuan tersebut tidak akan efektif selama pertalite masih tersedia dan pembeli pertalite tidak diperjelas kriterianya.

Oleh karena itu, Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan pemerintah berencana melakukan pembatasan pembelian pertalite. Tidak jelas bagaimana pembatasan pembelian pertalite akan dilakukan.

Sesuatu yang pasti adalah kenaikan harga BBM tidak dapat dihindari dan hal tersebut akan berdampak pada daya beli masyarakat.

Subsidi energi Indonesia saat ini sudah besar sekali. Bahkan Erick Thohir mengatakan tidak ada didunia saat ini yang subsidinya sebesar Indonesia.

Indonesia pada triwulan III 2022 kelihatannya tidak akan mampu memberikan subsidi energi. Pasalnya Subsidi Energi, Gas dan Listrik telah mencapai Rp502 triliun seperti yang diakui Erick Thohir.

Sementara Menteri Keuangan, Sri Mulyani mencatat, realisasi pembayaran subsidi energi hingga 31 Juli 2022 mencapai Rp116,2 triliun. Angka ini lebih tinggi dari yang dibayarkan pemerintah pada semester II-2021 yang hanya Rp99,6 triliun.

STOP BELANJA INFRASTUKTUR DAN PERBESAR SUBSIDI RAKYAT

Ironinya, subsidi energi sudah tidak akan dilakukan lagi oleh Pemerintah namun beberapa proyek infrastruktur yang mensedot APBN terus dipertahankan.

Sebut saja pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang akhirnya ditambal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). PT Kereta Api Indonesia (Persero) diberikan penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun 2022 sebesar Rp 4,1 triliun pada 2022 telah disetujui Komisi VI DPRI RI.

Pemerintah sepertinya kehilangan arah dalam menentukan mana prioritas belanja yang didahulukan dan mana yang harus dibelakangkan.

Prioritas belanja APBN di kondisi daya beli publik menurun seharusnya tidak digunakan untuk belanja infrastruktur.

Sekarang kelihatannya pemerintah yang harus menanggung resiko dan mengalami kebingungan antara membesar subsidi energi atau tetap mempertahankan belanja infrastruktur.

Pemerintah harus bijak dan harus meninggalkan sikap selfish dan egois mengikuti keinginannya karena kondisi energi Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

END

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun