"Tantangan kemerdekaan ekonomi ini sangat berat saat ini oleh karena itu perlu transformasi yang bersifat struktural dari para elite negara yang didukung oleh para civil society, bisa Reform from the Top atau bahkan bisa revolusi sosial yang mestinya dihindari karena yang paling dirugikan itu rakyat. Elite-elite harus membangun kolektif konsensus untuk membangun agenda ekonomi jangka panjang yang berkeadilan bila mau menghindari revolusi sosial" Ujar Didin.
Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute memandang revolusi sosial harusnya dihindari karena biayanya terlalu besar dan resikonya sulit diukur oleh karena itu konsolidasi para petinggi elit, pengusaha dan tokoh bangsa perlu segera dilakukan untuk mengatasi ketimpangan ektrim yang dapat menjadi ledakan sosial.
"Pergolakan sosial harusnya dihindari karena tidak dapat diprediksi outcomenya, diperlukan jiwa besar para pemimpin bangsa untuk saling komunikasi menentukan arah bangsa yang lebih merangkul kelompok mayoritas, terutama dibidang keadilan ekonomi, Ini elit jangan memperebutkan kue kekuasaan untuk kelompoknya saja, ingat anda dipilih oleh kelompok mayoritas. Ujar Achmad Nur Hidayat yang juga mantan ketua BEM UI.
Poin penting kedua berikutnya adalah:
Jangan Ada Benturan Islam dan Negara, Soal Kontroversi Lomba BPIP
Fadli Zon, Anggota DPR RI dari Gerindra mengingatkan dalam memperingati kemerdekaan RI 76 tahun, BPIP seharusnya tidak memancing benturan antara agama dan negara. BPIP menyelenggarakan lomba dengan dua tema yaitu tema pertama adalah 'Hormat Bendera Menurut Hukum Islam' dan kedua, 'Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam'.
"Kedua tema lomba tersebut sengaja untuk memecah belah bangsa. BPIP sengaja membenturkan Islam dan nasionalisme dengan mengangkat dua tema tersebut, Jangan lagi suasana politik 1950an orde lama diangkat kembali", Ujar Fadli Zon dalam zoominari kebijakan publik Narasi Institute "Memaknai Kemerdekaan Di tengah tantangan pandemi" Jumat 13/8.
Fadli Zon ingatkan bahwa tujuan Indonesia bernegara menurut founding father Muhammad Hatta masih jauh dari kenyataan.
"Kalau kita berbicara memaknai kemerdekaan kita mesti melihat fakta sejarah, saat itu kita merdeka dari penjajahan, sekarang apa tujuan kita merdeka, menurut bung Hatta tujuan kemerdekaan untuk kebahagiaan masyarakat, untuk kesejahteraan rakyat ada kehadiran negara, adanya kebebasan berekspresi, ada keamanan dan kedamaian kita hidup di Indonesia. Itu semua masih lemah dewasa ini. Ujar Fadli Zon
Fadli Zon melihat pemimpin akhir-akhir ini mengalami pendangkalan pemahaman terkait tujuan bernegara sehingga kita sedang menuju negara police state.
"Saat ini ada kedangkalan tokoh-tokoh kita yang membenturkan antara Islam dan Pancasila. Bangsa kita sangat rawan akan bubar kalau pemimpin Indonesia lemah dan tidak faham sejarah. Saat ini banyak akrobat yang terjadi di bidang politik dan hukum ini berpotensi memunculkan distrust. Masyarakat masih jauh dari kesejahteraan, akebahagiaan, kebebasan dan kedamaian. Kita perlahan menuju negara Police state" ujar Fadli Zon
Fadli Zon merefleksikan 76 tahun merdeka dengan bertanya apakah kita semakin bahagia, semakin sejahtera dan semakin bebas berekpresi dan makin damai saat ini. Menurutnya Indonesia masih jauh dari cita-cita kemerdekaan.
"Saat ini apakah masyarakat kita semakin bahagia, apakah masyarakat semakin sejahtera, apakah masyarakat bebas ekspresi dan kedamaian, yang ada saat ini kita semakin jauh dari cita cita kemerdekaan" Ujar Fadli Zon