Penulis:
Hidayati
(Doctor Candidate of Mathematics Science Education Doctoral Programme, Jambi University)
Prof. Dr.rer.nat. Rayyandra Asyhar, M.Si
(Professor of Mathematics Science Education Doctoral Programme, Jambi University)
Â
Pendahuluan
Polusi udara bukan lagi masalah yang dihadapi di Indonesia. Tetapi sudah menjadi masalah dunia. Indonesia, bersama dengan China, India, Pakistan, Bangladesh, dan Nigeria menyumbang 75% dari total beban polusi udara global karena tingkat polusi udara yang tinggi dan jumlah populasi yang besar (BBC News Indonesia, 2023a). Fenomena polusi udara di Jakarta merupakan salah satu contoh bagaimana hubungan antara manusia dengan alam. Sehingga kasus ini dapat kita kaji secara mendalam melalui perspesktif filsafat lingkungan. Filsafat lingkungan mengkaji hubungan kita, sebagai manusia, dengan alam atau lingkungan alami kita: filsafat ini mengkaji pemahaman filosofis kita tentang alam dan konsepsi kita tentang nilai dan hak alam; hal ini mengeksplorasi bagaimana kita hidup dengan dan di alam dan sejauh mana alam terlibat atau tidak dalam identitas manusia kita (Mathews, 2014). Lebih lanjut  (Brennan & Lo, 2010) menjelaskan bahwa Filsafat lingkungan merupakan disiplin ilmu filsafat yang mempelajari hubungan moral antara manusia dan alam, serta nilai dan status moral dari lingkungan dan isinya yang non-manusiawi. Sejarah filsafat lingkungan hidup diwarnai dengan kontroversi mengenai isu-isu seperti pemanasan global, keanekaragaman hayati, dan temasuk juga fenomena polusi udara yang terjadi di Jakarta. Kasus-kasus kontroversial ini berasal dari situasi konkret tentang bagaimana kita berhubungan dengan bumi (Klaver, 2007).  Sehingga pada tulisan ini berfokus pada pertanyaan apakah ada campur tangan manusia terhadap polusi udara yang terjadi di Jakarta? Apa sumber utama yang menjadi penyebab polusi udara di Jakarta? Beserta apa dampak yang diberikan dari polusi udara yang terjadi di Jakarta?
Pembahasan
Sumber Utama beserta Dampaknya
Meningkatnya tingkat polusi di Jakarta menunjukkan bahwa kualitas udara kota ini tidak sehat. Data WHO mendukung hal ini. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, materi partikulat dan polutan halus dengan radius 2,5 mikrometer (PM2.5) tidak boleh melebihi 5 mikrogram (g) per meter kubik (m3) dalam satu tahun rata-rata di area tertentu (WHO Air Quality Guidelines, 2021). Dikutip dari BBC berdasarkan pantauan IQAir per 15 Agustus 2023, rata-rata polutan halus yang beredar di udara Jakarta sebanyak 45,3 mikrogram (g) per meter kubik (m3). Angka ini sembilan kali lebih besar dari ambang batas yang ditentukan WHO (PM 2,5). Artinya, kualitas udara ini tidak sehat bagi kelompok sensitif.