Dalam diam, percakapan kita tetap terjalin di antara kenangan yang menjadi pelita di malam hari yang sepi.
"Kau masih ingat bagaimana dia selalu tersenyum hangat?," ucap Maya sambil menatap langit. "Rindu itu seperti ombak yang tak pernah surut, selalu menghantam hati."
Rifqi mengangguk, "Dia meninggalkan jejak yang tak terhapus dalam kenangan kita. Percakapan kita dulu selalu penuh tawa, sekarang hanya tinggal kenangan yang terukir dalam hati."
"Setiap kali aku melihat foto-foto kita bersama, rasanya seperti dia masih ada di sini," ujar Maya dengan suara lembut. "Rindu itu seperti lagu yang terus berkumandang di benak, meski tak bisa kau dengar secara fisik."
Rifqi memandang langit yang penuh bintang, "Rindu membuat kita merasa sepi, tapi juga mengingatkan bahwa cinta itu abadi. Meski dia tak ada di sini, kenangan dan rasa sayangnya tetap membekas."
"Ya," sambung Maya, "meski raga tak bersatu, tapi hati kita tetap terhubung oleh benang-benang kenangan. Rindu adalah cara kita menyampaikan bahwa kita tak pernah melupakan."
Mereka berdua teringat sejenak, memikirkan tentang rindu yang terus mengalir seperti aliran waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H