Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kehidupan Setelah Pukul Lima Sore

16 Maret 2024   19:57 Diperbarui: 16 Maret 2024   20:02 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kecil Sora punya Tuhan---ibu senang sekali mengenalkannya pada TuhanYang Esa yang menggerakkan alam semesta. Namun, sepertinya mereka---Sora dan Tuhan Yang Esa---tidak pernah benar-benar berkomunikasi dengan baik karena Sora menyerahkan hidupnya sepenuhnya pada ibu sebagai kehidupan yang memberinya udara segar---Sora lupa ibu punya Tuhan yang sewaktu-waktu bisa mengambilnya.

 "Hidup kamu ini, Ra, ada yang punya. Jadi serahkan saja ke Yang Punya-nya. Kalau kamu percaya dan berharap dengan baik, Dia akan ngasi yang baik-baik. Dan, kalau kamu sudah percaya dan berharap dengan baik, kamu nggak akan takut pada hal apapun lagi, entah itu kehilangan ibu atau menemukan kehidupan setelah pukul lima sore yang lain," pesan ibu mengakhiri percakapan mereka.

 Itu hari terakhir Sora berbincang cukup lama dengan ibu. Lama sekali. Sampai matahari tidak lagi terlihat. Sampai ibu tidak lagi membuka mata. Maka jadilah hari itu sebagai hari pertama Sora berkomunikasi dengan Tuhan sebagai hamba yang butuh, bukan sekadar hamba yang punya. 

 ***

 "Dulu ibu tidak percaya cinta. Tapi kata ibu, ayah ini kehidupan ibu setelah pukul lima sore."

 Pria yang berjalan di sebelahnya tertawa. Bocah lelaki usia tiga dalam gendongan pria itu ikut-ikut tertawa. Sora mendelik, tetapi berakhir tersenyum. Pintu rumah dibuka. Namun, Sora tidak buru-buru beranjak menuju kamarnya meski tubuhnya lelah dan bau keringat. Karena meski tidak beroma vanili, rumahnya mengeluarkan udara segar yang lain dari kehidupan setelah pukul lima sore yang dia temukan lima tahun lalu dari sebelah rumahnya.

 Suatu pagi lima tahun yang lalu, seseorang mengetuk pintu rumahnya. Sora memang baru selesai bercakap-cakap dengan Tuhan pagi itu, tetapi Sora tidak meminta apapun. Sora hanya percaya hidupnya berada dalam kendali Tuhan Yang Esa, maka apapun yang datang kepadanya Sora akan berani membukakan pintu.

 Maka, Sora membuka pintu. "Cari siapa?" tanyanya.

 Seorang pria penuh senyum mengulurkan kue beraroma vanili ke hadapannya. "Saya Pra. Saya baru pindah ke sebelah rumah kamu."

 ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun