Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dialog Dini Hari

8 November 2023   17:03 Diperbarui: 8 November 2023   17:06 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan pertamanya tidak mendapat sahutan dari Jingga. Gadis itu kembali fokus pada kanvas, dan palet lukis di tangannya. Dia bahkan tak menoleh sedikitpun.

"Dengar ya, Jingga! Aku cukup pemberani untuk kamu takut-takuti dengan pura-pura jadi hantu dan gak melihat keberadaanku," cetus Sekala lagi. Kali ini juga sama, Jingga tak menyahut atau hanya menoleh padanya. Sekala sampai kesal sendiri karenanya. Kalau saja dia tahu respon sedingin inilah yang akan diberikan gadis itu, tentu Sekala tak akan repot-repot menghampirinya tengah malam begini.

Sekala berdecak. "Andai aja ada pasal yang mengatur tentang tindakan mencurigakan yang tidak menyenangkan, pasti kamu udah dipidana, Jingga. Tindakan kamu ini, diam-diam menyelinap tengah malam dan menggunakan fasili---"

"Pasal 318 KHUP ayat 1, barangsiapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan suatu perbuatan pidana, diancam karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama empat tahun," sela Jingga.

Untuk pertama kali setelah sekian lama, akhirnya Sekala mendengar suaranya lagi. Suara bernada rendah yang tidak berat. Sayangnya, Sekala terlalu lama untuk bangkit dari rasa terkejutnya.

"Jangan main-main dengan hukum kalau kamu gak mau rasa penasaran kamu berujung bui. Sayang uang orang tua, alih-alih lulus strata satu manajemen, kamu bisa masuk penjara karena sok tahu." Jingga melanjutkan. Gadis itu menoleh sekejap pada Sekala dengan tatapan seperti biasa---dingin, datar, dan tak bersahabat---sebelum kembali lanjut melukis.

"Wah, kamu bahkan tau kalau aku kuliah jurusan manajemen, Jingga."

"Papa kamu pria berisik yang suka membangga-banggakan anaknya pada tetangga. Cih, mirip seseorang." Di akhir kalimatnya, Jingga memelankan suara sampai Sekala tak bisa mendengarnya dengan jelas.

Sekala mencebik sebal. Benar dugaannya, meski berwajah datar dan seolah tak bisa merasakan apapun jenis perasaan apapun di dunia ini, Jingga pasti tipe gadis bermulut sarkas yang suka melemahkan mental seseorang. Sekala tak heran jika dia diterima dengan tangan terbuka di fakultas hukum.

Namun, daripada mendebat Jingga dengan hasil yang sudah pasti kalah, Sekala malah mengembalikan tujuan awalnya datang ke lapangan basket tengah malam begini. "Apa yang kamu lakuin di sini sendirian, Jingga? Selalu tengah malam?"

Masih sibuk dengan lukisannya, Jingga menyahut sekenanya. "Kamu punya mata untuk melihat, kan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun