Meski tak banyak, Ryshaka tahu kisah cintanya yang tak seberapa pelik---tetapi barangkali, luka yang disisakannya teramat dalam. Tak hanya dari cerita-cerita Renjana via telepon, Ryshaka juga mendengarnya dari teman-temannya semasa sekolah.
"Aku tidak ingin berharap banyak," sahut gadis itu. Dilepaskannya tatapannya dari jendela, lalu diarahkan pada Ryshaka sepenuhnya. Selain sorot matanya, Ryshaka juga baru menyadari garis wajahnya yang mendewasa.
      "Kau benci pria?"
      "Tidak."
      "Lalu apa kau benci cinta?"
      "Tidak juga."
      "Lalu?"
      "Aku tidak benci keduanya. Aku hanya tidak percaya bisa dicintai oleh pria."
      Meski cerita yang ditawarkan Renjana tidak mengandung lelucon, Ryshaka tertawa. "Jangan berpikir sesempit itu. Kau tidak pernah tahu ke mana hatimu akan membawamu, Nana."
      "Aku tahu. Tapi sialnya, sejauh ini, ke jalan mana pun aku dibawanya, aku selalu tersesat."
      "Dan terluka?"