BINAR SUKMA
Oleh: Hida AK
kudengar hikayat murobbi
tentang hayat yang kau titi
tentang cintamu yang romansa, penuh atas ridhoNya
alangkah mujurnya mereka
sahabat-sahabatmu, yang hidup semasa bersamamu
alangkah girangnya mereka, yang pernah menyentuh kulit lembutmu
alangkah terenyuhnya mereka, yang mencium aroma tubuhmu
Duhai, tambatan dada
aku ingin didekap olehmu, ingin dibelai kasihmu, ingin engkau mengusap air mataku yang meleleh karena rindu.
andaikan aku berada di zamanmu, aku tak sanggup untuk membayangkan berpisah denganmu.
aku tak rela untuk melepas tepi mataku dari melihatmu
aku tak sudi kehilangan semerbak wewangimu
Ketika kau bersabda, bahwa engkau lebih mencintai kami; pecinta yang tak ada sedikit kenangan tentangmu, korneaku turun hujan, membuat lintangan di hidungku meruap.
Bagaimana bisa, duhai sir-siran?
padahal engkau tak tahu berapa besar atau kecilkah rasaku?
kau tak pernah melihat apa kami rela berkorban untukmu?
sungguh aku malu pada air mataku
aku renjana, padamu yang tak pernah aku sua
Sesungguhnya, sajak ini tentang berpisah dengan sang cinta
bertemu saja tak pernah, tapi kenapa membayangkan untuk melepaskanmu aku tak kuasa?
Pacitan, 17 Muharrom 1443 H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H