Mohon tunggu...
Bimsa
Bimsa Mohon Tunggu... Ilustrator - Pengarang Novel

Mahasiswa Desain Komunikasi Visual di Institut Seni Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Time For Us : Ep.3 Berakhir dengan Cepat

3 Januari 2020   20:17 Diperbarui: 21 Januari 2020   10:37 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelas kami pulang lebih awal karena memang mata pelajaran PPKN dimajukan sebagai pengganti pelajaran kimia yang kosong. Kimia kali ini kosong karena ternyata Pak Mukhlis sedang membetulkan saluran listrik yang rusak di ruang komputer sekolah kami.

Aku pikir, apa tidak ada teknisi yang bisa melakukan itu dan kenapa harus guru kimia. Itu yang membuatku agak bingung tapi kuharap akan ada saluran yang rusak lagi selanjutnya agar aku bisa pulang lagi dengan cepat seperti ini.

Kelas menyisakan beberapa anak yang memang hari ini adalah tugas mereka untuk piket. Papan tulis bekas bu Endang menjelaskan konsep dihapus dengan penghapus yang sudah tak begitu bekerja dengan baik, beberapa yang lain menyapu lantai dengan sapu yang sabutnya rontok ketika dipakai, dan satu temanku yang lain menunggu tumpukan sampah dengan penutup tong sampah.

Pengki kelas kami hilang lagi dan membuat kami harus menggunakan penutup tong sampah, sepertinya harus diberi tanda kelas supaya tidak hilang atau dicuri kelas sebelah. Ya, kami melakukan piket kelas selepas pelajaran usai daripada harus melakukannya di pagi hari.

Nggak mungkin karena masuk sekolah saja sudah sangat pagi. Tanpa terkecuali kelas juga menyisahkan kami berempat yang masih terjaga di kelas. Tasya memasukkan buku-bukunya ke dalam tas warna merah jambunya, Salsa memakai hoodienya yang berwarna kuning bergambar bebek, sementara Raka sibuk mengecek ponselnya.

" Hei, kalian duluan saja, aku ada latihan buat anggota basket yang baru" kata Raka setelah mengecek ponselnya

" Ha? Anggota baru? Anak-anak kelas sepuuh maksudmu?" Tasya bertanya

" Hooh, sepertinya aku pulang sore lagi hari ini"

" Wah, apa kau akan mengorientasi mereka? Anggota baru itu? " Jawabku

" Kau bercanda? Engga lah, Cuma latihan biasa"

" Kau Sal? Tidak ada kumpul kan?" Tasya kembali bertanya

" Ah, benar. Aku ada kumpulan klub fisika di Lab hari ini"

"Hei!, kenapa tidak bilang dari awal, kami seperti menunggu orang penting saja" balas tasya kesal

" Maaf..maaf" Salsa menepuk bahu Tasya

" Sepertinya kita pulang berdua lagi, rambut jamur" Tasya sambil mengacak rambutku

" Ah benar-benar menjengkelkan" Jawabku ketus

" Hei, setidaknya kalian berdua ikut kegiatan sekolah atau paling tidak carilah kegiatan. Masa langsung pulang." Ucap Raka sambil menggendong tasnya

" Kau pikir kami tidak punya kegiatan? Kami punya dunia sendiri setelah sekolah" Jawabku setelah meneguk botol airku.

" Ah, kau benar. Dunia yang bisa kutebak" Salsa

" Tapi kalian nanti malam ke rumahku tidak?" Tanyaku

" Aku sih gak bisa mastiin,Daf. Kayaknya nanti malam aku mau ke toko buku" Jawab Salsa

" Toko buku?! Aku ikut Sal!" Tasya sambil merangkul lengan Salsa

" Kalo aku gatau deh, kalo latihan basket hari ini pulang telat ya.. Gatau lah lihat nanti aja" Jawab raka sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal

" Membosankan, kalian membuatku terlihat tak punya kegiatan malam ini. Ah benar juga ", tiba-tiba aku teringat rencana baruku malam ini. Mewarnai gambarku.

" Yaudah, kami pulang duluan ya" , Tanya menyeretku sambil berjalan

" Hei, kau pikir aku kucing! Jawabku sambil mencoba melepaskan tangan Tasya dari tasku

" Ah, mereka berdua~" Kata Raka di belakang kami berdua.

..........

Pukul setengah tiga kurasa kami berdua pulang tanpa ada kegiatan. Setidaknya pulang satu jam lebih awal dari kelas yang lainnya. Aku dan Tasya berjalan kaki ke rumah seperti biasanya karena rumah kami satu kompleks dan cukup dekat dengan sekolah.

Senang rasanya membuat kelas lain iri dengan kami karena bisa terbebas di jam-jam terakhir mata pelajaran yang susah untuk berkonsentrasi dengan baik. Koridor setiap kelas tampak sepi dengan beberapa kertas robekan buku yang berserak terkena angin.

Kami berdua melewati tiap koridor kelas sebelas dan dua belas hingga ruang guru. Dimana kelas sepuluh, kelas mereka berada di daerah belakang sekolah. Benar sekali, senioritas seperti terasa bahkan hanya untuk wilayah kelas.

Tapi ruang kelas sepuluh dulu menyenangkan karena banyak pohon palem dan beberapa tanaman yang cukup besar ditanam disana. Belum lagi lapangan olahraga yang kami sebut dengan nama " Greenland". Menyenangkan. Dan kami,kelas sebelas. Benar-benar terasa panas dan sempit area ruang kelas kami. 

Berada di tengah area sekolah dengan jarak antara kelas yang cukup dekat, sepertinya kami tidak bisa bernafas dengan leluasa. Kelas dimana kami harus benar-benar punya pilihan dan target kedepannya. Dan ini baru beberapa minggu kami berada di tingkat ini. Melelahkan.

" Daf, kau mau ikut aku mampir ke toko make up dekat AppStore?" ajak Tasya

" Ha? Apa kau gila? Engga-engga, yang benar saja" tolakku dengan canggung

" Kau sungguh tidak mengasyikkan"

" Hei, tidakkah kau mau membantu matematikaku? Dasar tak bertanggung jawab"

"  Benar juga, kalo gitu nanti malam aku ke rumahmu,deh. Sore ini aku sepertinya agak sibuk, hehe"

" Astaga, seolah-olah. Aku duluan kalo gitu,Sya"

" Eo~" balas Tasya sambil melambaikan tangan menunggu pesanan ojek onlinenya

..........

Rumahku berada di daerah depan sekolah, lebih tepatnya berada di gang macan. Diberi nama macan karena memang ada patung macan di ujung gapura depan jalan raya. Jarak rumahku cukup dekat dengan sekolah sekitar 500 meter lah. Jadi setiap hari aku selalu berangkat dan pulang dengan berjalan kaki. Sebenarnya di rumah ada sepeda, sepeda ibuku berwarna biru langit dengan keranjang dan boncengan di belakang untuk belanja sayur. Tapi aku lebih baik berjalan.

Oh iya, sekolahku termasuk salah satu dari sekolah terbaik di kota atau bahkan jadi sekolah paling favorit di kabupaten. Tidak heran jika kompleks rumahku banyak yang membuka usaha kost-kostan untuk pelajar. Termasuk keluargaku, yang aku ingat menjadi yang pertama membuka usaha itu, dan sampai sekarang masih berjalan dengan baik.

Kost putra milik kami berada persis di belakang rumah. Jadi di sebelah garasi ada gerbang lagi untuk masuk area kost. Sepertinya ada sekitar 45 kamar yang disewakan, dan banyak dari pengisinya adalah siswa di sekolahku. Mungkin banyak yang mengenalku di sekolah selain karena kegemaranku menggambar, aku adalah anak dari pemilik kost yang terbesar di daerah ini.

Di ujung perempatan dekat lapangan bola voli kampung kalian bisa melihat rumahku, dengan cat berwarna abu-abu dan gerbang hitam besar yang terdapat tulisan "Maaf Kos Penuh" pada selembar kertas yang dilaminating. Suasana depan rumah terlihat sepi siang ini, sepertinya ayah tidak ada di rumah karena sepeda motornya tidak terparkir di tempat biasa.

"Aku pulang~" kataku sambil melepas sepatu

"Oh.." suara ibuku terdengar dari dalam dapur

"Ayah belum pulang, Bu?" sambil menyomot tempe goreng di atas meja makan

""Belum, hari ini pesanan tahu sedang banyak. Hei! Cuci tanganmu atau setidaknya pakai garpu" Ibu memukul kepalaku.

"Sakit!,Bu" aku ngamuk memegangi kepalaku

"Aish,sungguh jorok Jadi gimana hari ini?"

"Apanya?" jawabku sebal sambil mengunyah tempe goreng yang renyah

"Tumben kau jam segini sudah pulang?" Ibu kembali bertanya

"Ah..itu. Bu Endang masuk kelas lebih awal"

"Oh." Jawab singkat ibu karena fokus memotong apel di talenan kayu

"Tapi, Bu...apa ibu sering bertemu Bu Endang akhir-akhir ini?"

"Tidak. Kenapa? Kau buat masalah lagi?"

"Memangnya aku buat masalah tiap hari?"

"Sudah cepat sana makan dan jangan lupa nanti malam les privatmu sudah dimulai."

"Ha?! Sungguh?? Ah bu.. tidak bisakah dimulai seminggu lagi?"

"Tidak bisa. Lagi pula kau sebentar lagi kelas tiga.. dan apa kau lupa nilai ulangan kimiamu minggu lalu?"

"Ayolah bu, seminggu saja, aku hanya butuh waktu seminggu untuk memulainya, ya" Aku berdiri di belakang ibuku sambil merayunya berharap berhasil

"Nggak! Jangan main-main dan fokuslah belajar. Ibu sudah mengeluarkan banyak uang untuk lesmu. Jadi seriuslah kali ini." Ibu pergi memasukkan potongan apel di kulkas.

"Ah..ibu benar-benar" aku berjalan malas melanjutkan makanku.

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun