" Ah, mereka berdua~" Kata Raka di belakang kami berdua.
..........
Pukul setengah tiga kurasa kami berdua pulang tanpa ada kegiatan. Setidaknya pulang satu jam lebih awal dari kelas yang lainnya. Aku dan Tasya berjalan kaki ke rumah seperti biasanya karena rumah kami satu kompleks dan cukup dekat dengan sekolah.
Senang rasanya membuat kelas lain iri dengan kami karena bisa terbebas di jam-jam terakhir mata pelajaran yang susah untuk berkonsentrasi dengan baik. Koridor setiap kelas tampak sepi dengan beberapa kertas robekan buku yang berserak terkena angin.
Kami berdua melewati tiap koridor kelas sebelas dan dua belas hingga ruang guru. Dimana kelas sepuluh, kelas mereka berada di daerah belakang sekolah. Benar sekali, senioritas seperti terasa bahkan hanya untuk wilayah kelas.
Tapi ruang kelas sepuluh dulu menyenangkan karena banyak pohon palem dan beberapa tanaman yang cukup besar ditanam disana. Belum lagi lapangan olahraga yang kami sebut dengan nama " Greenland". Menyenangkan. Dan kami,kelas sebelas. Benar-benar terasa panas dan sempit area ruang kelas kami.Â
Berada di tengah area sekolah dengan jarak antara kelas yang cukup dekat, sepertinya kami tidak bisa bernafas dengan leluasa. Kelas dimana kami harus benar-benar punya pilihan dan target kedepannya. Dan ini baru beberapa minggu kami berada di tingkat ini. Melelahkan.
" Daf, kau mau ikut aku mampir ke toko make up dekat AppStore?" ajak Tasya
" Ha? Apa kau gila? Engga-engga, yang benar saja" tolakku dengan canggung
" Kau sungguh tidak mengasyikkan"
" Hei, tidakkah kau mau membantu matematikaku? Dasar tak bertanggung jawab"
" Â Benar juga, kalo gitu nanti malam aku ke rumahmu,deh. Sore ini aku sepertinya agak sibuk, hehe"
" Astaga, seolah-olah. Aku duluan kalo gitu,Sya"
" Eo~" balas Tasya sambil melambaikan tangan menunggu pesanan ojek onlinenya
..........
Rumahku berada di daerah depan sekolah, lebih tepatnya berada di gang macan. Diberi nama macan karena memang ada patung macan di ujung gapura depan jalan raya. Jarak rumahku cukup dekat dengan sekolah sekitar 500 meter lah. Jadi setiap hari aku selalu berangkat dan pulang dengan berjalan kaki. Sebenarnya di rumah ada sepeda, sepeda ibuku berwarna biru langit dengan keranjang dan boncengan di belakang untuk belanja sayur. Tapi aku lebih baik berjalan.
Oh iya, sekolahku termasuk salah satu dari sekolah terbaik di kota atau bahkan jadi sekolah paling favorit di kabupaten. Tidak heran jika kompleks rumahku banyak yang membuka usaha kost-kostan untuk pelajar. Termasuk keluargaku, yang aku ingat menjadi yang pertama membuka usaha itu, dan sampai sekarang masih berjalan dengan baik.
Kost putra milik kami berada persis di belakang rumah. Jadi di sebelah garasi ada gerbang lagi untuk masuk area kost. Sepertinya ada sekitar 45 kamar yang disewakan, dan banyak dari pengisinya adalah siswa di sekolahku. Mungkin banyak yang mengenalku di sekolah selain karena kegemaranku menggambar, aku adalah anak dari pemilik kost yang terbesar di daerah ini.
Di ujung perempatan dekat lapangan bola voli kampung kalian bisa melihat rumahku, dengan cat berwarna abu-abu dan gerbang hitam besar yang terdapat tulisan "Maaf Kos Penuh" pada selembar kertas yang dilaminating. Suasana depan rumah terlihat sepi siang ini, sepertinya ayah tidak ada di rumah karena sepeda motornya tidak terparkir di tempat biasa.
"Aku pulang~" kataku sambil melepas sepatu