Mohon tunggu...
Bimsa
Bimsa Mohon Tunggu... Ilustrator - Pengarang Novel

Mahasiswa Desain Komunikasi Visual di Institut Seni Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Time For Us : Ep. 2 Buku Tebal Berwarna Hitam

2 Januari 2020   19:00 Diperbarui: 21 Januari 2020   10:36 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

-FLASBACK MINGGU LALU-

Jadi sketchbook hitamku ini pernah dirampas oleh salah satu guru, Bu April namanya. Aku ingat, saat itu sedang menggambar kartun, bukan kartun sih, sketsa gambar di sketchbook hitam itu, yang kukira aku menggambar saat Bu April menjelaskan materi.
Tiba-tiba saja tanpa aku tau, beliau sudah berada di sebelah mejaku dan belum sempat aku melihat ke arahnya, dia menepuk kepalaku cukup keras dengan buku tebal kumpulan soal fisika berwarna biru dan merampas sketchbookku. Tentu saja suasana kelas langsung menjadi hening. Dan kuingat juga ekspresi teman-teman yang menahan tawa.
 Sial, Padahal sedikit lagi gambar kartunku selesai. Ahh!!, sudahlah. Itu juga bukan pertama kalinya, aku kedapatan menggambar saat.., ya memang sih, aku membuatnya di saat jam pelajaran. Tapi kali ini berbeda, bukan gambar lagi, tapi sebuah sketchbook berisi gambar-gambar yang baru kubeli seminggu lalu di toko online, yang lumayan juga harganya.
Kau tahu, ini seperti sebuah tontonan yang sudah bisa ditebak oleh teman-teman sekolahku. Kenapa aku seperti itu. Memalukan. Aku mengikuti Bu April sambil memohon dan merayu begitu pelajaran selesai. Mengikutinya sepanjang koridor kelas hingga ke ruang guru berharap buku itu dikembalikan. Aku tidak masalah jika buku itu kosong, tapi semua gambar-gambarku di situ semua. Tidak mudah. Dan semua berakhir dengan sebuah syarat yang sebenarnya sudah kuketahui karena terlalu sering, nggak juga sih sebenarnya. Itu masalah lain.
"Akhir minggu kau ambil di ruang BK". Kata Bu April sambil mengangkat sketchbookku.
Aku kembali ke kelas dengan malas. Sungguh. Seminggu tanpa buku itu...Ah!!, aku menyukai buku tebal itu lebih-lebih dari kumpulan rumus-rumus yang membosankan, atau bahkan tidak menyukainya sama sekali. Rumus-rumus itu. Sketchbook itu selalu kubawa setiap hari dan minggu ini dia akan berada di ruang BK. Kenapa harus di ruang itu coba. Aku tidak menyukai tempat sempit itu dengan tumpukan, aku tidak tau betul itu apa, tapi penuh dengan tumpukan buku dan kertas-kertas di meja sana. Seperti menjadi seorang penjahat jika masuk ke dalam ruangan itu. Dan tentu saja, menjadi omongan yang tidak enak untuk didengar setelah keluar dari sana. Tapi ya sudahlah, kan aku hanya mengambil buku saja minggu depan. Tapi sungguh sial, seminggu tanpa sketchbook tebal itu.


..........


" Jadi maksudmu.. Bu April yang nyebarin masalah buku hitam.." Tasya menyela
" Sketchbook! ", protesku
" Ya itulah ", jawab Tasya sambil memutar matanya kesal
" Tapi kenapa juga coba dia mempermasalahkan kaya gitu ", kata Raka
" Ya kalo si bocah ini uda kebiasaan, ya uda jadi masalah lah, Rak", jawab Salsa sewot
" Nah! Setuju ", balas Tasya
" Tapi kan.." Jawabku masih tidak terima
" Permisi, pesenannya..", tiba-tiba Ibu kantin datang dan meletakkan pesenan kami di meja.
" Makasih ibu~", Kata Raka sambil ngebantu ibu menaruh bekas piring ke baki yang dibawa ibu kantin
Kami berempat pun makan, kecuali Tasya yang katanya sedang diet. Duh omong kosong, lihat saja dia seenaknya mengambil bagian milik Raka dan Salsa dengan menggunakan garpu yang diletakkan di meja.
" Pantesan badanmu kering, Daf. Makannya mi instan terus "Kata Tasya yang tidak jadi nyomot punyaku karna tau aku pesen mi instan.
" Bodo! Ini ada juga orang, katanya aja diet, eh tetep aja nyomot itu mulut" jawabku kesal
" Eh!, wah.. anak kecil uda mulai berani ya ngomongnya", Jawab Tasya dengan tersenyum
" Lah, biarin ", Jawabku singkat. Ya memang Tasya dua tahun lebih tua dariku.
" Brisik kalian!", balas Salsa. " Oh ya, abis ini kimia Pak Mukhlis ada nggak,Rak?"
" Harusnya sih ada, kelas sebelah kemarin katanya mereka masuk materi baru", jawab Raka sambil mengunyah makanannya.
" Ah.. kumohon kosong saja lah, atau ngga Pak Mukhlis cuma ninggalin tugas apa kek gitu, bosan tau." Tasya menyanggah. " Mmm.. ya nggak Rambut Jamur "

..........

" Ah.. Bosan. Ini Pak Mukhlis ada nggak sih ? Rak?! ", Bentak Tasya

" Tadi bilangnya pengen kosong, sekarang pengen ada. Ribet dah! " balasku sambil menggambar di sketchbook

" Gatau juga, ini pesanku juga belum dibales sama dia ", Jawab raka sambil melihat ponselnya

" Ah.. Merepotkan~ ", Salsa membalas

" Uda kita pulang aja lah, kayaknya kosong deh ", ajak Tasya

" Kau mau rambutmu digunduli sama Bu Endang ? Habis ini kan jamnya dia, seenaknya aja mau pulang", Kata Raka kemudian melihat gambar yang baru kubuat di selembar kertas yang kutemukan di laci meja

" Ah!, benar. Sal bagaimana wajahku? ketahuan ngga?"

" Ha? Memang kau pakai apa lagi di wajahmu? "

" Hmm... astaga, aku pake liptin yang kemarin kubicarakan."

" Ohh~, engga kok. Seperti biasa "

" Terlihat alami kan? " Kata Tasya sambil berpose sok imut

Kalian pasti tahu gimana suasana kelas di saat jam kosong seperti saat ini. Menyenangkan memang. Tapi membosankan. Engga juga. Di pojokan kelas , Tomo dan beberapa yang lainnya sedang membicarakan sesuatu yang terdengar menarik. Lihat bagaimana Tomo seperti memperagakan adegan konyol dalam sebuah film. Di bangku barisan tengah, ada mereka yang berkerumun menonton sebuah film, bukan film, lebih tepatnya drama korea, di laptop kecil yang diletakkan di satu meja. Bahkan mereka yang kedapat di belakang sampai duduk di atas. Demi menonton sebuah adegan khayalan yang membuat mereka senang. Dan satu lagi pemandangan yang mengganggu adalah, beberapa anak yang duduk di bangku depan,  mereka mengisi waktu kosong yang membosankan ini dengan mengerjakan soal-soal fisika dengan sampul warna biru yang minggu lalu pernah mengenai kepalaku. Maksudku, apa mereka harus mengurung otak mereka di saat jam kosong seperti ini yang bahkan sangat enak untuk melupakan semua pekerjaan. Rasanya hampir satu jam kami menunggu dan sampai saat ini, belum ada kabar dari Pak Mukhlis. Salsa yang duduk di depanku tiba-tiba berdiri dari kursinya sambil membawa novel yang tadi dia baca.

" Mau kemana, Sal ?", tanya Raka

" Apa kau betah hanya duduk seperti itu, ayo ke depan kelas, Sya, Daf, disini benar-benar panas"

..........

" Mereka selalu di atas sana tanpa memikirkan banyak hal. Menyenangkan. " Kataku menunjuk kumpulan awan di siang yang panas ini

" Sama sepertimu, bukan ?" Jawab Salsa sambil melihat awan

" Ha ?" Jawabku tak tau

" Iya sama sepertimu, selalu seperti ini dan tak memikirkan banyak hal."

" Kau tau, Sal. Kau sungguh mengenalku dengan baik " Kataku manyun

" Nah ngomongin Bu Endang, dia bakalan kosong juga ngga ya, sepertinya aku ingin pulang cepat hari ini, Rak?" tanya Tasya

" Pasti ada lah, yang benar saja" Raka membalas ketus

" Hei!, ngapain kalian berempat malah nongkrong disitu, emang nggak ada pelajaran?" entah darimana Bu Endang tiba-tiba muncul dengan langkahnya yang terhenti melihat kami yang sedang duduk di depan kelas.

" A... Itu Bu, sepertinya Pak Mukhlis datang terlambat lagi" jawab Raka bangkit dari duduknya

" Ah orang itu. Kalian setelah ini jam saya kan?"

" Iya, Bu" sambil manggut Raka menjawab

" Kalo gitu beritahu teman-temanmu kalo habis ini saya masuk materi. Ibu mau ambil tas di ruang guru" kata Bu Endang yang setelah itu hilang dari pandangan kami.

..........

Wah, sepertinya bu Endang akan membagikan hasil ulangan kami minggu kemarin. Asal kalian tau saja, tidak akan ada diantara kami yang mendapat nilai yang nyaris sempurna untuk mata pelajaran PPKN. Nilai paling besar saja biasanya hanya 60 dan itu adalah nilai yang sempurna. Sebenarnya soal ulangan yang keluar adalah sama persis dengan materi yang bu Endang sampaikan setiap pertemuan, namun... yang berbeda adalah terdapat soal tentang pasal-pasal di UUD 45. Sebuah buku kecil menggunakan kertas berwarna coklat yang harganya 2000an di toko buku. Kami harus menuliskan pasal dengan benar, baik setiap kalimatnya maupun tanda bacanya. Satu kata berbeda atau kurang tanda titik saja, nilai kami berkurang. Dan satu lagi, kami benar-benar tidak bisa nyontek di kelas beliau. Nyontek berarti nilai kami kosong di rapor. Kejujuran. Bu Endang selalu menghargai kami yang jujur dalam kelasnya, meskipun nilai kami benar-benar hancur anehnya di rapor kami selalu mendapat nilai A. Bukan karena beliau adalah wali kelas kami, tapi memang kejujuran selalu mendapat nilai yang adil diajarannya.

"Bu Endang seperti datang di waktu yang tepat. Ah!~ aku menyukai cara beliau mengajar" ucap salsa dengan duduk santai di bangkunya.

"Beruntung sekali pak Mukhlis tidak masuk kelas dan entah dimanapun dia, aku tidak peduli" tambah Tasya sambil melihat ke arah bangkuku dengan Raka

" Benar sekali" jawab Raka dengan santai "Oi!,Daf, sebaiknya kau simpan dulu sketchbookmu, kau tau bu Endang kan"

"Ah benar, bisa jadi tidak hanya dirampas, mungkin juga bu Endang akan mengadu ke ibumu" Tasya memicingkan matanya ke arahku

" Iya aku paham, tapi kan juga bukan pertama kalinya kan bu Endang tau kalo aku suka menggambar"

"Udahlah Daf, atau kau mau aku yang menyimpan buku itu" Salsa menghadap ke bangkuku kali ini

" Aku mengerti. Akan kuimpan." Jawabku menyerah

Akan kuberi tau. Bu Endang itu adalah Tatib di sekolah, ya seperti komisi pendisiplin siswa. Benar- benar ditakuti oleh semua siswa di sekolah. Bukan takut sih, sebenarnya mereka lebih tidak ingin bermasalah dengan bu Endang. Bu Endang seperti kakak-kakak OSIS yang suka marah kepada adik kelasnya yang sedikit saja melakukan kesalahan saat orientasi. Perhatikan saja sikap dan atributmu, kalo tidak mau disenggol oleh omongan beliau yang sangat pedas. Aku pernah sekali waktu itu kedapatan tidak memperhatikan materi saat beliau mengajar, beliau tidak memarahiku tapi begitu aku tiba di rumah malah ibuku yang marah dan menarik telingaku hingga menjadi sepanjang telinga kelnci. Sakit sekali. Ternyata bu Endang mengadu ke ibuku. Rumahku dan rumah  bu Endang berada dalam satu komplek. Memang sebuah hal yang mengganggu dan menghawatirkan jika tetangga kita adalah guru kita sendiri. Maka dari itu untuk pelajaran bu Endang kali ini aku tidak akan banyak bercerita, atau aku akan mendapat masalah lagi. Akan aku ceritakan tentang bu Endang tatib sekolah kami di episode selanjutnya dan sebenarnya tidak perlu takut dengannya.


Bersambung



HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun