Mohon tunggu...
Hibatullah Maajid
Hibatullah Maajid Mohon Tunggu... Lainnya - Nulis artikel

Selangkah lebih baik daripada seribu angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Visum et Repertum sebagai Sarana Pembuktian dalam Hukum Acara

15 Januari 2024   06:00 Diperbarui: 15 Januari 2024   06:07 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hukum acara pidana mencakup serangkaian peraturan dan prosedur yang mengatur langkah-langkah penegakan hukum terkait tindak pidana. Proses ini melibatkan tahapan mulai dari penyelidikan, penangkapan, penyidikan, persidangan, hingga eksekusi hukuman.

Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk menjamin keadilan, melindungi hak asasi manusia, dan memastikan kepastian hukum dalam menangani kasus pidana. Berikut adalah fungsi-fungsi dari hukum acara pidana:

1. Menjamin Keadilan Proses: Memastikan bahwa seluruh proses peradilan pidana berlangsung dengan adil, melibatkan perlindungan hak-hak tersangka, terdakwa, dan pihak terkait lainnya.

2. Menjamin Perlindungan Hak Asasi Manusia: Melibatkan penegakan hak-hak asasi manusia dalam proses peradilan, termasuk hak atas pendengaran yang adil, hak atas pembelaan, hak praduga tak bersalah, dan hak perlakuan yang manusiawi.

3. Mengatur Prosedur Penegakan Hukum Pidana: Menetapkan prosedur dan mekanisme yang harus diikuti dalam penegakan hukum pidana, termasuk penyelidikan, penangkapan, penahanan, penyidikan, persidangan, dan putusan hukuman.

4. Mewujudkan Keamanan Hukum: Memberikan kepastian hukum dengan menetapkan aturan dan prinsip-prinsip yang jelas dalam proses peradilan pidana, sehingga semua pihak memahami prosedur yang harus diikuti dan hak-hak yang dilindungi.

5. Meningkatkan Efisiensi dan Efektivitas Peradilan: Berfungsi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses peradilan pidana melalui pengaturan waktu, tata cara persidangan, pemeriksaan bukti, dan langkah-langkah lainnya.

6. Melindungi Masyarakat: Melindungi masyarakat dari tindakan kriminal dengan memberikan kerangka kerja dan alat-alat yang diperlukan untuk menyelidiki, menuntut, dan mengadili pelaku kejahatan.

7. Mencegah Penyalahgunaan Wewenang: Berfungsi sebagai pengendali terhadap potensi penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum melalui ketentuan-ketentuan yang mengatur prosedur dan prinsip-prinsip yang adil.

Selain itu, hukum acara pidana didasarkan pada beberapa asas, yaitu:

1. Asas Praduga Tak Bersalah: Setiap orang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah oleh pengadilan yang berwenang.

2. Asas Waktu dan Kesempatan yang Cukup: Hak untuk mendapatkan proses peradilan yang adil dan cepat tanpa penundaan yang tidak perlu.

3. Asas Legalitas: Tidak ada tindakan pidana tanpa dasar hukum yang jelas.

4. Asas Kesetaraan: Semua orang harus diperlakukan secara adil dan setara di hadapan hukum tanpa diskriminasi.

5. Asas Orang yang Berkepentingan: Hak pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk tersangka, terdakwa, dan korban, untuk dihadirkan dan didengar dalam proses peradilan.

6. Asas Kontradiktif: Hak terdakwa untuk menghadapi dan memeriksa saksi-saksi yang memberikan keterangan di persidangan.

7. Asas Akuntabilitas: Aparat penegak hukum harus bertanggung jawab atas tindakan mereka dalam proses peradilan.

Selain itu, terdapat prinsip-prinsip hukum acara pidana, seperti:

1. Prinsip Legalitas: Tindakan pidana harus didasarkan pada undang-undang yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Prinsip Praduga Tak Bersalah: Setiap orang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah.

3. Prinsip Pemeriksaan Bebas dan Tidak Memihak: Pemeriksaan perkara pidana harus objektif dan independen.

4. Prinsip Kontradiktif dan Persamaan Peluang: Hak terdakwa untuk menghadapi saksi dan memperoleh bukti dengan hak penuntut umum.

5. Prinsip Cepat dan Efisien: Penyelesaian perkara harus cepat dan efisien.

6. Prinsip Keterbukaan: Proses peradilan harus transparan kecuali ada alasan yang sah.

7. Prinsip Keadilan Materiil dan Prosesual: Keputusan pengadilan harus didasarkan pada hukum yang adil dan mempertimbangkan kepentingan semua pihak.

8. Prinsip Akuntabilitas: Aparat penegak hukum harus bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Visum et Repertum merupakan dokumen resmi yang dibuat oleh seorang dokter forensik, memberikan keterangan tertulis mengenai pemeriksaan medis pada manusia. Dokumen ini disusun berdasarkan pengetahuan dokter tersebut dan diakui di bawah sumpah, dengan tujuan mendukung proses keadilan.

Fungsinya semata-mata untuk menjelaskan suatu perkara pidana dan hanya bermanfaat dalam konteks pemeriksaan dan keadilan, terutama dalam kerangka upaya penegakan hukum dan keadilan. Visum et Repertum digunakan oleh penegak hukum untuk mengklarifikasi kasus pidana yang terjadi.

Proses pembuktian dalam peradilan pidana memerlukan kehadiran seorang ahli untuk membantu membentuk keyakinan hakim. Hal ini diatur dalam Pasal 179 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, di mana setiap ahli kedokteran kehakiman atau dokter wajib memberikan keterangan ahli secara lisan atau tertulis, termasuk dalam bentuk laporan Visum et Repertum.

Visum et Repertum dianggap sebagai alat bukti yang sah karena dibuat atas sumpah jabatan, sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) dan Pasal 187 KUHAP. Oleh karena itu, dokumen ini memiliki keotentikan yang diperlukan dalam proses peradilan.

Prosedur pemberian keterangan ahli dalam bentuk laporan atau Visum et Repertum melibatkan langkah-langkah seperti permohonan tertulis oleh penyidik, penyerahan dokumen oleh penyidik bersama korban, tersangka, dan/atau barang bukti kepada dokter ahli kedokteran, serta penyebutan tujuan pemeriksaan secara jelas. Ahli membuat laporan sesuai permintaan penyidik, dan laporan tersebut dikuatkan dengan sumpah pada saat dokter menerima jabatan.

Visum et Repertum biasanya diperlukan dalam berbagai tindak pidana yang melibatkan manusia, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, serta benda yang diduga sebagai bagian tubuh manusia. Contoh tindak pidana yang memerlukan dokumen ini termasuk tindak pidana kelainan jiwa, penentuan umur korban atau pelaku, kejahatan kesusilaan, kejahatan terhadap nyawa, penganiayaan, dan perbuatan kelalaian yang menyebabkan mati atau luka orang lain.

Dalam situasi di mana hakim merasa ragu atau timbul keraguan selama proses peradilan, dokter yang membuat Visum et Repertum dapat dipanggil sebagai saksi ahli untuk memberikan keterangan dan menjelaskan masalah yang muncul dalam sidang peradilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun