Mohon tunggu...
Hibatullah Maajid
Hibatullah Maajid Mohon Tunggu... Lainnya - Nulis artikel

Selangkah lebih baik daripada seribu angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Peningkatan Pendapatan Daerah Diwujudkan melalui Pajak dan Retribusi

12 Januari 2024   11:35 Diperbarui: 12 Januari 2024   11:59 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pembangunan merupakan proses yang diupayakan untuk mencapai tujuan yang dicapai. Tujuan daripada negara Indonesia adalah salah satunya mewujudkan kesejahteraan bagi masayarakat Indonesia. Pembangunan suatu negara sangat erat kaitanya dengan pembangunan di suatu daerah, pembangunan daerah ini mengutamakan pembiayaan untuk melaksanakan pembangunan, pembiayaan tersebut berasal dari keuangan daerah yang secara aktif diperoleh dari pengoptimalisasi otonomi daerah yang diwujudkan dengan berbagai upaya memperoleh pendapatan, salah satunya menerapkan pajak dan retribusi daerah.


 Pajak memiliki makna bahwa pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sedangkan retribusi daerah bermakna pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau Badan.

Sistem pajak di Indonesia dalam pemungutanya didasarkan pada undang-undang dasar 1945 pasal 23A ayat 1 yang berbunyi "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang". Atas dasar ini pemerintah melakukan perluasan dengan mengimplementasikan undang-undang republik Indonesia nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan  umum dan tata cara perpajakan. 

Secara garis besar intensifikasi pajak selalu berada dalam kontrol publik, sehingga pajak merupakan langkah yang tepat dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memperoleh pendapatan asli daerah, sedangkan retribusi sangat erat kaitanya dengan prinsip pemulihan biaya atau ditujukan untuk menutupi biaya operasional,pemeliharaan,depresiasi dan pembayaran utang. Kesimpulan dari prinsip pajak sendiri adalah kontraprestasi sedangkan retribusi mempunyai mempunyai sistem balas jasa secara langsung.


Kebijakan antara pajak dengan retribusi diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, secara luas retribusi pajak daerah itu meliputi pajak hotel,restoran,hinburan,reklame,parkir dll. Wujud dari pajak tersebut digunakan untuk pembangunan dalam suatu negara antara lain, untuk membiayai investasi total, untuk membiayai pembayaran hutang dan menambah dana yang digunakan untuk investasi di masa depan. Sedangkan retribusi mempunyai wujud antara lain sebagai alat untuk mengatur pemanfaatan sarana dan prasarana dan pembayaran atas penggunaan prasarana serta jasa.


Sejarah pemungutan pajak berawal dari pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja untuk memelihara kepentingan kerajaan seperti untuk membayar keamanan, pertahanan, dan pegawai kerajaan serta lainnya. Dan bagi penduduk yang tidak dapat membayar pajak dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu dalam waktu yang ditentukan. Serta orang-orang yang memiliki status tinggi taua kaya dapat membebaskan diri dari kewajiban pekerjaan umum tadi dengan membayar ganti rugi. Pajak sendiri juga menjadi sebab dari timbulnya revolusi Perancis. Di Perancis sebelum timbulnya revolusi, kelas- kelas seperti para pemuka agama dan penguasa dibebaskan dari pajak dengan dalih telah berjasa kepada negara. Sedangkan rakyat pada waktu itu dibebankan pajak dan pungutan-pungutan lain yang memberatkan. Pada saat berlangsungnya revolusi Perancis lahirlah semboyan yang diteriakkan oleh rakyat Perancis yang berbunyi : "bahwa pemungutan pajak harus diselenggrakan secara umum dan merata".
Pajak merupakan intrumen terpenting dalam sistem penyelenggaraan negara. Menurut Prof. Rochmat Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan), yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pembangunan. Tanpa adanya pajak, pembangunan akan terhenti karena tidak ada sumber pembiayaan. Di Indonesia salah satu faktor yang mendukung keberhasilan pembangunan adalah lahirnya Undang-Undang Pajak Nasional, yang terdiri dari Undang-Undang No. 6 Tahun 1983, Undang-Undang No. 7 Tahun 1983, Undang-Undang No. 8 Tahun 1984, dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2000.


Bohari (2016:11) dalam bukunya, mengemukakan beberapa pendapat pakar tentang definisi pajak diantaranya adalah Soemahamidjaja, pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Sedangkan menurut Soemitro yang mengemukakan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengertian pajak menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perpajakan bahwa pajak adalah  kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari berbagai pendapat pakar tersebut jelas bahwa pajak merupakan kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dalam upaya pembiayaan pembangunan nasional kewajiban perpajakan setiap warga negara diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan-peraturan pemerintah.


Sumber-sumber penerimaan pajak berasal dari sumber-sumber penghasilan yang terdiri atas bumi, air dan kekayaan alam; pajak-pajak dan bea cukai; penerimaan negara, bukan pajak; perusahaan negara; dan sumber-sumber lain. Pajak juga menjadi barometer keberhasilan suatu negara dalam menyejahterakan rakyatnya. Seperti contoh pada masalah tidak cukupnya  pasokan beras, untuk menanggulangi masalah tersebut pemerintah menurunkan pajak impor untuk memperbanyak masuknya beras ke dalam negeri karena pasokan beras tidak mencukupi. Apabila tidak dilakukan dikhawatirkan harga menjadi naik dan dapat menganggu perekonomian masyarakat dan kesetabilan politik dalam negeri. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pemerintah telah gagal untuk menyetabilkan pasokan beras dalam negeri.


Sebagaimana halnya dengan pajak pusat, pajak daerah mempunyai peran  penting dalam pelaksanaan fungsi negara/pemerintahan, baik dalam fungsi mengatur (regulatory), penerimaan (budgetory), redistribusi (redistributive), dan alokasi sumber daya (resource allocation) maupun kombinasi antara keempatnya. Pada umumnya fungsi pajak daerah lebih diarahkan untuk alokasi sumber daya dalam rangka penyediaan  pelayanan kepada masyarakat, di samping fungsi regulasi untuk pengendalian. Sesuai hal tersebut, fungsi pajak daerah dapat dibedakan menjadi 2 (dua) fungsi utama, yaitu fungsi budgetorydan fungsi regulatory. Namun pembedaan ini tidaklah dikotomis.Fungsi Penerimaan (Budgetair) Fungsi yang paling utama dari pajak daerah adalah untuk mengisi kas daerah. Fungsi ini disebut fungsi budgetairyang secara sederhana dapat diartikan sebagai alat pemerintah daerah untuk menghimpun dana dari  masyarakat untuk berbagai kepentingan  pembiayaan  pembangunan daerah.  Fungsi  ini juga tercermin dalam prinsip efisiensi yang menghendaki pemasukan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran yang sekecil-kecilnya dari suatu penyelenggaraan pemungutan pajak daerah.


Fungsi Pengaturan (Regulerend) Fungsi lain dari pajak daerah adalah untuk mengatur atau regulerend. Dalam hal ini pajak daerah dapat digunakan oleh  pemerintah daerah sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam hal ini, pengenaan pajak daerah dapat dilakukan untuk mempengaruhi tingkat konsumsi dari barang dan jasa tertentu.
Di dalam Pasal 77 ayat (3) Undang-UndangNomor 28 tahun 2009  tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan bahwa; objek  pajak  yang  tidak  dikenakan  pajak  bumi  dan  bangunan  perdesaan  dan perkotaan adalah objek pajak yang;
Digunakan oleh pemerintah dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;
Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, social, kesehatan, pendidikan, dan  kebudayaan nasional  yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu;
Merupakan hutan indung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebanisuatu hak;
Digunakan oleh perwakilan diplomatic dan konsultan berdasarkan atas asas perlakuan timbal balik; dan
Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditentukan dengan mentri keuangan.


Retribusi Daerah adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa yang disediakan oleh  Pemerintah  Daerah. Berbeda dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang  dilakukan  oleh daerah kepada orang pribadi atau  badan tanpa  imbalan  langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan   pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Dengan demikian, pajak daerah  merupakan pajak  yang  ditetapkan  oleh  pemerintah daerah  dengan  peraturan  daerah  (Perda), yang wewenang pemungutannya dilakukan  oleh  pemerintah  daerah  dan  hasilnya digunakan  untuk  membiayai pengeluaran pemerintah   daerah   dalam   melaksanakan   penyelenggarakan pemerintah dan pembangunan di daerah.


Dasar Hukum pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Undang-Undang No.18 Tahun 1997 dianggap kurang memberikan peluang kepada daerah untuk mengadakan pemungutan.Walaupun dalam Undang- Undang tersebut sebenarnya memberikan kewenangan kepada daerah tetapi harus ditetapkan dengan PP. Sehingga ketika Undang- Undang No. 18 Tahun 1997 berlaku belum ada satupun daerah yang mengusulkan pemuungutan karena dianggap hal tersebut sulit dilakukan. Selain itu, pengaturan agar Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus mendapat pengesahan dari Pusat juga dianggap telah mengurangi otonomi daerah.


Diubahnya Undang- Undang No.18 Tahun 1997 menjadi Undang- Undang No.28 Tahun 2009, diharapkan pajak daerah dan retribusi daerah akan menjadi salah satu Pendapatan Asli Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.


Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan sebagian sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sumber Pendapatan Asli Daerah adalah hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pajak Asli Daerah  yang sah. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan dengan Undang-Undang, terbaru dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemerintahan daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang telah ditetapkan Undang-Undang.


Pajak daerah terdiri atas pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak yang telah ditentukan, sebagaimana tersebut di bawah. Pajak daerah dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan/atau disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis pajak daerah yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/kota.

Pajak provinsi terdiri atas :
Pajak Kendaraan Bermotor.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Air Permukaan
Pajak Rokok
Pajak kabupatan/kota
Pajak kabupatan/kota terdiri atas :
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Parkir
Pajak Air Tanah
Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Jenis Pajak Provinsi bersifat limitatif yang berarti Propinsi tidak dapat memungut pajak lain selain yang telah ditetapkan, dan hanya dapat menambah jenis retribusi lainnya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam Undang- Undang. Adanya pembatasan jenis pajak yang dapat dipungut oleh Propinsi terkait dengan kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom yang terbatas yang hanya meliputi kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas daerah Kabupaten/Kota dan kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan daerah Kabupaten/Kota, serta kewenangan bidang pemerintahan tertentu.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya Propinsi dapat tidak memungut jenis pajak yang telah ditetapkan tersebut jika dipandang hasilnya kurang memadai. Berkaitan dengan besarnya tarif, berlaku definitif untuk Pajak Propinsi yang ditetapkan secara seragam di seluruh Indonesia dandiatur dalam PP No.65 Tahun 2001.Besarnya tarif yang berlaku definitif untuk Pajak Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah, namun tidak boleh lebih tinggi dari tarif maksimum yang telah ditentukan dalam UU tersebut. Dengan adanya pemisahan jenis pajak yang dipungut oleh Propinsi dan yang dipungut oleh Kabupaten/Kota diharapkan tidak adanya pengenaan pajak berganda.


Sementara Retribusi adalah pungutan daerah (otonom) sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan yang dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu.
Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.


Jenis Retribusi Jasa Umum adalah:
Retribusi Pelayanan Kesehatan;
Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil
Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum.
Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:
pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal.
pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.


Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan
Retribusi Tempat Pelelangan
Retribusi Terminal
Retribusi Tempat Khusus Parkir


Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.


Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
Retribusi Izin Gangguan
Retribusi Izin Trayek
Retribusi Izin Usaha Perikanan
Peranan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan Penghasilan Asli Daerah.


Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen pendapatan asli daerah yang diharapkan memberikan kontribusi yeng besar terhadap pendapatan daerah. Salah satu program peningkatan pendapatan daerah yaitu dengan melaksanakan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah dan retribusi daerah. Pendapatan asli daerah sendiri mengindikasikan seberapa besar daerah mampu mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat serta mengindikasikan seberapa daerah mempu mengelola dan memanfaatkan potensi ataupun sumber daya yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Jadi pendapatan asli daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah, sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan selama satu tahun yang diperoleh berdasarkan sumber daya yang dimiliki serta digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah dan pembangunan.


Berkaitan dengan optimalisasi pajak dan retribusi daerah maka diperlukan adanya perubahan sistem terutama dengan pemanfaatan bidang teknologi dan informasi. Hal inibertujuan untuk efektifitas dan efisiensi dalam pemungutan pajak dilakukan secara maksimal sehingga pendapatan dalam bidang pajak meningkat tanpa harus melakukan perluasan sumber atau pendapatan objek baru. Secara umum dalam upaya peningkatan pajak, pemerintah daerah harus melakukan perluasan basis penerimaan, memperkuat pemungutan, meningkatkan pengawasan, meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan serta meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik.


Secara umum jika ingin meningkatkan pendapatan daerah maka yang perlu dilakukan adalah reformasi mengenai perpajakan, sebab menurut Chairi Nasucha reformasi perpajakan salah satu upaya untuk penyehatan ekonomi yang dilakukan dengan pendekatan fiskal. Secara luas reformasi perpajakan meliputi perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi perpajakan, mengurangi terjadinya penghindaran dan manipulasi pajak, serta mengatur pengenaan aset yang berada di luar negeri, perubahan struktur pajak yang mana ini terkait dengan perubahan administrasi perpajakannya. Menurut Liberty Pandiangan, reformasi perpajakan meliputi formulasi kebijakan dalam bentuk peraturan dan pelaksanaan peraturan itu sendiri. Pelaksanaan peraturan ini antara lain yang pertama, menghasilkan penerimaaan dalam jumlah yang cukup, stabil, flexibel dan berkelanjutan. Kedua, mengurangi beban efisiensi dan efektifitas. Ketiga memperingan beban kelompok kurang mampu dengan mendesain struktur pajak yang lebih adil. Keempat, memperkuat administrasi perpajakan dan meminimalisasi biaya administrasi dan kepatuhan terhadap AAUPB. Serta yang terpenting adalah menciptakan SDM pegawai yang kompetitif dan mampu menghadapi perkembangan zaman, hal ini dilakukan dengan cara seleksi pegawai yang kompatibel dan membuat pendidikan dan pelatihan bagi para pegawai.  


Peningkatan penghasilan di bidang perpajakan dan retribusi daerah tersebut mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan di daerah, karena apabila pembiayaan terhadap suatu pembangunan itu terpenuhi dengan baik maka pembangunan akan berjalan secara lancar dan akan menunjang sarana dan prasana dalam kehidupan masyarakat
Permasalahan Yang Muncul Dalam Penerapan Pajak Dan Retribusi Baik Dalam Masyarakat Maupun Dunia Usaha
Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 pemungutan pajak daerah dilakukan dengan penetapan Kepala Daerah atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. Disini terlihat, bahwa ada 2 (dua) pilihan dalam pemungutan pajak, yaitu :
1. dilakukan dengan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah
2. dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan menggunakan Surat  Pemberitahuan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dan atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan.


Dokumen lain yang digunakan dalam pemungutan pajak daerah tersebut adalah Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding. Pengaturan lebih lanjut dalam pelaksanaan pemungutan, mengenai tata  cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang  dipersamakan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembentulan, dan Surat Keputusan Keberatan diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. Demikian pula mengenai tata cara pengisian dan penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, penerbitan Surat dalam pemungutan pajak daerah dapat digunakan pemungutan berdasarkan penetapan Kepala Daerah (Bupati) atau Wajib Pajak membayar sendiri.


Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 mengatur berbeda mengenai pemungutan pajak daerah sebagaimana yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, dimana dalam pemungutan pajak daerah dengan penetapan Kepala Daerah maupun Wajib Pajak membayar sendiri, keduanya menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah sebagai dokumen dalam pendaftaran Wajib Pajak.
Salah satu tugas negara adalah penagihan uang pajak dan pengelolaan dana tersebut untuk kepentingan  dana  tersebut untuk  kepentingan  pembiayaan  tugas tugas negara, sehingga negara bisa memaksa setiap  warganya  untuk  mentunaikan  pembayaran  pajak  yang  diatur  dengan  Undang-Undang, namun bagi petugas pajak daerah  tidak semudah apa yang diamanahkan dalam  undang-undang, seringkali petugas pajak daerah menjumpai kendala-kendala yang melemahkan dalam pemungutan pajak daerah, hal-hal yang melemahkan pemungutan pajak daerah tersebut antara lain :
Realisasi pengawasan peraturan daerah tentang pajak daerah relatif  lemah.
Ketentuan UU Nomor 34 Tahun 2000 mengamanatkan bahwa peraturan daerah tentang pajak dan restribusi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah harus disampaikan kepada pemerintah pusat, yaitu ke Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lama 15 (lima belas) hari sejak ditetapkan. Berdasarkan pemantauan, tidak semua provinsi dan kabupaten/kota menyampaikan peraturan daerah ke pemerintah pusat, masih banyak provinsi dan kabupaten/kota yang tidak memperhatikan amanat dalam ketentuan Undang-Undang tersebut.


Sebagai contohnya, selama kurun waktu Agustus 2001 sampai dengan Januari 2003 terdapat 9 provinsi dan 83 kabupaten/kota yang telah menyampaikan peraturan daerah dengan jumlah peraturan daerah masing-masing adalah 27 peraturan daerah provinsi dan  861 peraturan daerah kabupaten/kota.  Provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mengirimkan peraturan daerahnya adalah 21 dari 30 jumlah provinsi dan 287 dari 370 jumlah kabupaten/kota seluruh Indonesia atau dengan presentase masing-masing asalah 70% dan 77,6%. Data tersebut memperlihatkan bahwa kesadaran daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/kota untuk memenuhi amanat undang-undang berkaitan dengan kewajiban mengirim atau menyampaikan peraturan daerahnya kepada Menteri Keuangan masih relatif rendah
Kurangnya kesadaran Provinsi maupun Kabupaten/kota dalam memenuhi amanat undang-undang tersebut pastinya melemahkan pemungutan pajak daerah, dengan tidak adanya penyampaian peraturan daerah tersebut dapat terjadi kmungkinan terbitnya peraturan daerah yang di kemudian hari ternyata bermasalah karena kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Apabila peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar atau acuan dalam pemungutan pajak tidak sesuai dengan kepentingan umum, maka akan melemahkan pemungutan pajak daerah.
Sentralisasi kekuasaan pemerintah pusat dalam pengawasan pemungutan pajak daerah.
Semua aktivitas pelaksanaan pemerintahan di daerah  tetap diperlukan adanya suatu sistem pengawasan dari pemerintah pusat namun pengawasan hendaknya tidak lagi menyisakan celah bagi pemerintah pusat untuk menerapkan sentralisasi kekuasaan yang nantinya dapat menimbulkan konflik antarpusat dan daerah atau antar provinsi dan kabupaten/kota, karena jika demikian makna otonomi daerah menjadi kabur.Pengawasan oleh Pemerintah Pusat yang terlalu ketat dapat melemahkan pemungutan pajak dikarenakan dengan adanya pengawasan Pemerintah Pusat yang terlalu ketat dapat membatasi keleluasaan pemerintah dan masyarakat daerah  sehingga pemerintah daerah tidak dapat mandiri dalam mengelola aspek kehidupannya sesuai dengan aspirasi, rasa keadilam dan budaya masing-masing.
 Kurang siapnya daerah dalam menangani sengketa pajak.


Daerah kabupaten dan kota telah diberikan wewenang untuk menetapkan jenis pajak daerah dan restribusi daerah sesuai dengan criteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Permasalahan yang timbul dalam sengketa pajak pada umumnya ialah bagaimana menentukan jenis pajak daerah yang tepat dikenakan (langsung atau tidak langsung) , kepada siapa dan di tingkat pemerintahan  mana (kabupaten atau kota).  Sengketa pajak sebagai sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dan pejabat pajak yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan  yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasar Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Adanya sengketa pajak tersebut baik sengketa regulasi, sengketa ketetapan pajak maupun sengketa pelaksanaan penagihan pajak secara otomatis melemahkan pemungutan pajak.

Retribusi Daerah adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa yang disediakan oleh  Pemerintah  Daerah. Pajak daerah  merupakan pajak  yang  ditetapkan  oleh  pemerintah daerah  dengan  peraturan  daerah  (Perda), yang wewenang pemungutannya dilakukan  oleh  pemerintah  daerah  dan  hasilnya digunakan  untuk  membiayai pengeluaran pemerintah   daerah   dalam   melaksanakan   penyelenggarakan pemerintah dan pembangunan di daerah.Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen pendapatan asli daerah yang diharapkan memberikan kontribusi yeng besar terhadap pendapatan daerah. Salah satu program peningkatan pendapatan daerah yaitu dengan melaksanakan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah dan retribusi daerah. Pendapatan asli daerah sendiri mengindikasikan seberapa besar daerah mampu mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat serta mengindikasikan seberapa daerah mempu mengelola dan memanfaatkan potensi ataupun sumber daya yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.Hal-hal yang melemahkan pemungutan pajak daerah adalah Realisasi pengawasan peraturan daerah tentang pajak daerah relatif  lemah, Sentralisasi kekuasaan pemerintah pusat dalam pengawasan pemungutan pajak daerah, Kurang siapnya daerah dalam menangani sengketapajak, pemberian  perizinan, rekomendasi  dan  pelaksanaan  pelayanan  umum  yang kurang atau tidak sesuai dengan ruang lingkup tugasnya, kurangnya pembinaan terhadap seluruh perangkat dinas, kurangnya pengkoordinasian pendapatan terhadap unit kerja penghasil pendapatan daerah, Kurangnya kemampuan untuk mendengar, menanggapi dan mencari solusi dari keluahan staf, baik  yang  bertugas  sebagai  pendata,  penganalisis  data, perhitungan,  penerbitan SKPD,  ataupun  penagihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun