Mohon tunggu...
Hiatira Feyza Ahsana
Hiatira Feyza Ahsana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Malang

Hiatira Feyza Ahsana adalah mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Negeri Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korespondensi vs Hoaks: Siapa yang Menang?

16 Oktober 2024   21:43 Diperbarui: 16 Oktober 2024   21:50 0
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di zaman digital seperti saat ini, penyebaran informasi mengalir dengan sangat cepat dan mudah diakses. Dengan adanya media sosial dan aplikasi chating, kita bisa mendapatkan berita kapan saja. Namun, di balik kemudahan ini, ada dua fenomena yang saling berlawanan: korespondensi yang benar dan hoaks yang merugikan. Dalam perdebatan ini, penting untuk memahami peran masing-masing dan dampaknya bagi masyarakat. Mari kita telusuri lebih dalam tentang keduanya dan lihat siapa yang sebenarnya "menang" dalam persaingan ini.

Apa sih Korespondensi dan Hoaks itu?

Korespondensi adalah bentuk komunikasi yang bertujuan menyampaikan informasi yang benar dan akurat. Ini bisa berupa surat, email, artikel berita, atau postingan di media sosial yang didasarkan pada fakta. Korespondensi yang baik biasanya mengandalkan sumber yang kredibel dan mendorong kita untuk berpikir kritis tentang informasi yang kita terima. Ini sangat penting agar kita tidak mudah terjebak dalam informasi yang menyesatkan. Teori Korespondensi sendiri  adalah salah satu pendekatan dalam memahami kebenaran, terutama dalam konteks filsafat dan epistemologi. Teori ini menyatakan bahwa sebuah pernyataan atau keyakinan dianggap benar jika pernyataan tersebut sesuai atau korespondensi dengan fakta atau realitas di dunia nyata. Dengan kata lain, kebenaran ditentukan oleh seberapa baik suatu klaim mencerminkan keadaan atau fenomena yang sebenarnya.

Di sisi lain, hoaks adalah informasi palsu yang sengaja disebarkan untuk menyesatkan orang. Hoaks bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti berita yang salah, gambar yang dimanipulasi, atau klaim yang tidak berdasar. Penyebaran hoaks sering kali didorong oleh niat jahat, baik untuk kepentingan politik, ekonomi, sosial atau hanya untuk mencari sensasi. Dalam banyak kasus, hoaks bisa menyebabkan banyak kerugian, mulai dari kebingungan, kepanikan bahkan kerusuhan di masyarakat.

Mengapa Korespondensi Terkalahkan?

Meskipun korespondensi yang akurat seharusnya menjadi pemenang, kenyataannya tidak selalu demikian. Salah satu alasan utamanya adalah sifat masyarakat masa kini yang cenderung lebih tertarik pada informasi yang sensasional. Hoaks sering kali dibuat dengan judul yang bombastis dan gambar yang provokatif, sehingga lebih mudah menarik perhatian lebih banyak. Kita sering kali lebih tergoda untuk membagikan informasi yang terasa dramatis dibandingkan dengan fakta yang disampaikan secara tenang dan rasional.

Selain itu, kecepatan penyebaran informasi di era digital membuat hoaks bisa menyebar lebih cepat dibandingkan dengan klarifikasi atau bantahan. Saat seseorang membagikan informasi palsu, dampaknya bisa langsung terasa, sementara upaya untuk meluruskan informasi yang salah sering kali tidak mendapatkan perhatian yang sama. Hal ini menciptakan efek bola salju, di mana hoaks semakin meluas dan kebenaran terpinggirkan.

Peran Pendidikan dan Literasi Media

Pendidikan dan literasi media sangat penting dalam mengetahui perbedaan antara korespondensi yang baik dan hoaks. Masyarakat yang teredukasi dengan baik cenderung lebih mampu mengenali hoaks. Oleh karena itu, penting untuk mengajarkan literasi media di sekolah-sekolah maupun di lingkungan sekitar. Siswa dan masyarakat sekitar perlu dilatih untuk mencari sumber informasi yang terpercaya, mengevaluasi kebenaran berita, dan memahami cara kerja media sosial.

Keterampilan berpikir kritis juga harus ditanamkan sejak dini. Dengan kemampuan untuk mempertanyakan dan menganalisis informasi, individu akan lebih mampu menghindari jebakan hoaks. Ini berarti kita perlu mengajarkan anak-anak cara untuk tidak langsung percaya pada semua yang mereka lihat di internet. Selain itu, penting bagi platform media sosial untuk berperan aktif dalam memerangi penyebaran hoaks dengan menyediakan fitur yang membantu pengguna memverifikasi informasi sebelum membagikannya.

Tanggung Jawab Bersama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun