Mohon tunggu...
Hiacinta Resivenda Putri Aruni
Hiacinta Resivenda Putri Aruni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Saya merupakan mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Media Arus Utama vs Jurnalisme Warga: Manakah yang Lebih Kredibel?

4 Desember 2023   10:57 Diperbarui: 4 Desember 2023   11:31 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Shuttershock.com

Kehadiran jurnalisme media karena adanya kegelisahan pada pemberitaan yang diproduksi oleh media arus utama atau yang seringkali disebut sebagai media mainstream. Seringkali ditemukan di Indonesia bahwa media arus utama hanya menyajikan pemberitaan yang hanya mementingkan keuntungan bagi perusahaan media. Hal inilah yang kemudian memunculkan ketidakpuasan masyarakat pada berita-berita dari media arus utama karena mereka dibangun di atas sebuah struktur yang bermodal besar dengan berbagai kepentingan komersial serta politik dan hanya menempatkan warga sebagai konsumen atau sekedar 'objek berita' semata. 

Selain itu, seiring berkembangnya media mainstream terjadi konglomerasi yang menggurita, dimana media-media hanya dikuasai oleh segelintir orang sehingga kerap kali memunculkan berita yang juga tidak sesuai dengan kaidah jurnalisme. 

Jika kita berkaca dari latar belakang tersebut, jurnalisme warga juga lahir karena adanya produksi pemberitaan didasarkan pada kepentingan pasar atau kepentingan pemodal. Bentuk kapitalisme seperti ini yang menyebabkan publik berpikir bahwa informasi dari banyak media sudah tidak lagi mengedepankan dan mengutamakan kepentingan informasi dan publik, sehingga lambat laun kepercayaan segelintir masyarakat pada media arus utama semakin menurun. 

Bahkan sebenarnya, hal-hal tersebut tentu juga telah melanggar etika serta kode etik jurnalistik yang menyatakan bahwa "wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk" (Pasal 1) (Dewan Pers, 2013). Namun kenyataannya, masih banyak media-media berita swasta yang dimiliki oleh konglomerat masih berpihak pada oknum-oknum tertentu. Contohnya dapat ketika kita lihat pada pesta demokrasi Indonesia. Ada beberapa media berita yang terlihat lebih mendukung pejabat atau politisi yang memiliki hubungan erat dengan media tersebut dan hal ini dibandingkan pejabat B, begitu pula sebaliknya, sehingga terkadang berita-berita yang disampaikan dapat menjerumuskan masyarakat pada informasi yang keliru.   

Tentu kita sebagai memerlukan kebenaran dan keaktualan informasi. Hal-hal inilah yang kemudian mendorong dan membawa publik juga turut mengkonsumsi berita yang dibuat oleh seorang awam (tidak memiliki latar belakang jurnalis profesional) yang biasanya berisi berbagai aspirasi, argumentasi, keterbukaan terhadap informasi yang dianggap lebih demokratis. 

Namun bagaimana dengan jurnalisme warga? Apakah mereka telah mengikuti kode etik jurnalisme? Sebab tak dapat dipungkiri muncul berbagai sikap skeptisme, baik dari jurnalis-jurnalis profesional ataupun juga dari masyarakat awam yang memiliki tanda tanya besar terhadap profesionalisme dan etika jurnalisme warga dalam melaporkan berita. 

Tak sedikit orang-orang atau khususnya bagi jurnalis profesional yang menganggap bahwa jurnalisme warga tidak melakukan peliputan dengan sebagaimana mestinya. Sebab bagi mereka hanya jurnalis yang terlatih yang dapat mengetahui etika peliputan yang benar dan tepat serta aktualisasi beritanya dapat dipercaya. Bahkan tidak setuju bahwa praktik jurnalisme warga dianggap sebagai "jurnalisme" karena hanya sekadar menulis tanpa mengikuti kaidah dan etika-etika jurnalistik dan kemudian mengirimkannya ke blog tidak bisa disebut sebagai aktivitas jurnalistik. 

Awalnya jurnalisme warga dianggap sebagai sebuah inovasi positif karena memberikan sudut pandang tambahan bahkan baru dalam pemberitaan. Tetapi, masih banyak kontroversi mengenai etika jurnalistik dalam jurnalisme warga. Terlebih lagi dalam jurnalisme warga tidak ada etika, kaidah, atau kode etik yang mengaturnya, dan tidak memiliki kemampuan teknis yang mumpuni layaknya profesional media. 

Etika inilah yang sebenarnya menjaga jurnalis tetap terikat pada tujuan dan fungsi profesinya. Maka, akuntabilitas, objektivitas pemberitaan, serta kualitas jurnalisme warga selalu dipertanyakan. Sebab, tidak adanya etika dalam jurnalisme warga justru mengancam integritas serta kredibilitas dari informasi yang disampaikan sehingga sulit untuk dipertanggungjawabkan. 

Namun, sebenarnya jurnalisme warga tidak dapat disalahkan atas segala kekurangan yang dimiliki. Mereka memang tidak mengikuti atau memiliki kode etik jurnalisme, namun mereka melakukan kegiatan jurnalisme seperti mengumpulkan, melaporkan, menganalisis, serta menyebarkan berita dan informasi. Lantas, bagaimana cara menjaga agar jurnalisme warga tetap ada dalam koridor etika jurnalistik?

Tantangan Jurnalisme Warga 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun