Perjalanan dari Malang menuju Banyuwangi memerlukan tenaga ekstra, belum lagi waktu itu akhir pekan. Butuh waktu kurang lebih 8 jam untuk sampai ke tujuan dengan jalanan yang berbelok dan bergelombang, belum lagi kendaraan berat seperti truk gandeng, tronton, bis memenuhi tiap ruas-ruas jalan.
Jalur yang dilewati untuk sampai di Banyuwangi--dari Malang adalah Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Situbondo dan Besuki. Setelah memasuki daerah Probolinggo, kita akan disuguhi pemandangan pantai khas pesisir dan seketika hawa dingin Kota Malang hilang diterjang riak-riak angin pantai.
***
Siang itu rasanya penat bukan main. setelah melakukan riset di Kawasan Gunung Ijen agenda selanjutnya ialah mengunjungi Desa Gombengsari. Dari Gunung Ijen menuju Desa Gombengsari memerlukan waktu sekitar 45 menit. Memang, tujuan saya dan rombongan datang ke Banyuwangi dalam rangkaian riset untuk beberapa artikel ilmiah.
Desa Gombongsari berada di Timur Kabupaten Banyuwangi, Kecamatan Kalipuro. Setelah melewati jalan kecil yang sedikit menanjak akhirnya rombongan sampai di Desa Gombengsari.
Desa Gombengsari menawarkan wisata yang berbeda, jika Kabupaten Banyuwangi terkenal dengan wisata pantai, di Desa Gombensari pengujung akan melihat wisata pedesaan. Hamparan kebun kopi dan peternakan kambing yang menjadi Objek Wisatanya. Pengunjung juga dapat melihat dari pemetikan kopi, penggilingan sampai menjadi secangkir Kopi yang pekat.
 "Disini itu orang-orang matanya melek terus, orang-orang disni bisa minum kopi sehari lima cangkir tidak pernah bosan-bosan. Malamnya melek, paginya panen kopi atau memerah susu (kambing)", Papar Pak Haryono, Salah seorang pelopor pengembangan Desa Wisata Gombengsari.
Pak Haryono yang lebih populer disapa Pak HO menjelaskan pada awal pengembangan Desa Wisata Kopi ini sempat ditentang oleh masyarakat sekitar "Awalnya kita ditentang habis-habisan, Mas. Segala proses dipersulit, tetapi kita tetap jalan terus dan akhirnya sekarang masyarakat bisa menikmati hasilnya. Sekarang kita punya kopi sendiri, kopi Lego", Jelasnya sambil menyalakan sebatang rokok.
Kopi Lego, Lego adalah akronim dari Lerek dan Gombengsari, memang belum sefamiliar di telinga banyak orang, tidak seperti kopi-kopi yang berada dipasaran saat ini seperti Kintamani, Toraja ataupun Aceh Gayo. Namun melalui Desa Wisata Gombengsari para petani kopi sukses memperkenalkan produk kopi andalan mereka bahkan sampai ke Mancanegara.
"Ini mas kopinya", Ujar salah seorang anggota Pak HO, yang membawakan tiga cangkir Kopi.
"Ini kopi susu bukan sembarangan, susunya dari susu kambing. Ayo dicoba", Timpal Pak HO
Sembari ngobrol saya dan teman saya langsung menyesap kopi yang disediakan. "ini enak pak! Tidak amis sama sekali", Kata salah seorang teman saya.
Melalui penjelasan Pak HO susu kambing yang diolah di Desa Gombengsari memiliki teknik pengolahan yang khusus agar susu yang dihasilkan tidak berbau amis seperti susu kambing pada umumnya. Integrasi antara perkebunan kopi dan peternakan kambing juga di optimalkan, kotoran kambing dimanfaatkan sebagai pupuk untuk penanaman pohon kopi.
Setelah kopi yang disuguhi tandas, pak HO membawa kami berjalan untuk melihat proses penyangraian. Proses penyangraian tidak menggunakan alat modern, cukup menggunakan kuali dan kayu bakar.
Setiap kuali mempunyai kapasitas seperempat kilogram biji kopi. "Sengaja kita tidak memakai alat roasting yang modern, ini saja sudah cukup, murah, tradisonal, lebih enak rasanya". Terang pak HO. "Inilah salah satu daya tarik wisatawan untuk datang kesini, melihat proses penyangraian kopi", Lanjutnya.
Salah seorang warga yang saya salami sempat berbisik "Ayo mas, menginap disini saja, minum kopi biar melek sampai pagi".
"Mungkin lain waktu, Pak!", Pungkas saya, sambil menuju ke parkiran.
Hari itu, rasanya menyenangkan sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H