Para penyair memisalkan peranan mereka seperti seorang pandai besi yang memiliki khayalan tentang sebuah pedang yang sangat tajam di dalam benak mereka.Â
Si pandai besi memukul terus menerus besi yang keras supaya berubah menjadi pedang tajam yang ada dalam pikiran mereka. Begitulah para penyair yang selalu berpuisi terus menerus supaya manusia yang lain menyadari keindahan yang mereka rasakan.
Seorang filosof Iran modern yang bernama Ibrahim Dinani menceritakan tentang seorang penyair yang bernama Shahriyar yang menulis buku puisi tentang kegelapan. Suatu hari Syahriyar dikunjungi oleh temannya. Ketika temannya tiba dirumah Shahriyar, temannya menyaksikan Shahriyar sedang dalam keadaan kacau, ketakutan dan meminta tolong. Setelah Shahriyar sadar, temannya bertanya tentang apa yang telah terjadi. Shahriyar menjawab bahwa dia sedang berada sendiri tenggelam di tengah lautan sampai dia kembali sadar.
Begitulah kekuatan khayal. Khayal tidak hanya ruang menyimpan gambaran-gambaran di dalam pikiran, tetapi mampu membawa si pemilik khayal kedalamnya. Yang nyata bagi diri tidak lagi dimana fisik berada, tetapi dimana jiwa berada. Semakin penyair bermain dengan makna, maka jiwa si penyair akan terbang menuju ke alam yang penuh dengan keindahan tanpa batas. Bagi jiwa dimanapun dirinya berada disitulah yang nyata baginya.
Berpuisilah hingga rasa menjadi nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H