Hampir setiap malam kamu katakan seharian dirimu kelelahan, kamu ingin tidur lebih dulu.
"Bangunkan aku nanti jam 10.."
Seringkali begitu.
------------
Biar ku tuliskan sebuah surat untukmu, suami yang ku cintai.
Sebuah keputusan besar bagi seorang anak laki-laki untuk mencintai seorang perempuan setelah Ibu kandungnya sendiri.
Sejak masih dalam kandungan, Ibu menjaga dan merawatmu. Juga ada sepasang bahu seorang Ayah yang menopang segala yang kamu butuhkan sejak saat itu. Namun ketika dewasa, kamu memilih hidup bersamaku seraya senyuman mereka yang mengantarkanmu datang kepadaku.
Membesarkanmu pasti menguras tenaga, kesabaran dan juga biaya yang tidak sedikit. Namun ketika kamu tumbuh menjadi laki-laki mandiri, kamu ada di sini bersamaku. Berdiri tegak dan berjuang untuk kehidupan kita.
Aku belum melakukan apa-apa. Tapi kamu bisa dengan tulus memberikan banyak hal untukku.
Aku hanya perempuan beruntung yang dapat menikmati segala hal dari dirimu yang di dalamnya terdapat perjuangan kedua orang tuamu.
Aku tidak ingin jadi perempuan yang merebut seluruh perhatian seorang anak dari kedua orang tuanya. Akan ku pastikan kamu masih memiliki waktu yang cukup bagi mereka. Ini janjiku.
Aku akan berusaha semampuku agar mereka tenang melihat anak yang mereka sayangi bahagia bersama orang baru yang tiba-tiba datang dan dicintai oleh buah hatinya. Masih ada ruang yang belum mereka isi. Itu tugasku. Maafkan jika masih ada yang terlewati.
Tentu aku tidak akan bisa menyamai kasih sayang seorang Ibu yang mengelilingi dirimu. Terpupuk dan tertanam dengan sangat baik. Tapi, aku selalu berusaha memberikan hal serupa sesuai peranku.
Sekarang, hingga nanti akan tetap begitu
Istrimu, yang kamu cintai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H