Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pilihan yang Berdampak

14 Januari 2020   19:04 Diperbarui: 14 Januari 2020   19:15 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu hal yang kita tahu tetapi lupa ketika marah adalah ketidakmampuan menguasai diri. Satu hal nyata adalah ketidakmampuan menguasai kata-kata yang diucapkan! 

Alih-alih memikirkan kata-kata yang bijak, orang yang sedang dikuasai emosi tidak akan pernah memikirkannya sama sekali. Bisa jadi dia akan mengumpat dan mengeluarkan kata-kata yang kotor dan tidak beradab. Kemungkinan lain, dia akan mengucapkan sumpah serapah yang tidak perlu.

https://pixabay.com/
https://pixabay.com/
Orang berkata bahwa mengumpat bisa menurunkan emosi (bahkan tekanan darah). Walapun kebenaran dari pernyataan ini masih harus diperiksa, tetapi banyak orang yang melakukannya atas dasar melampiaskan emosi. Dengan demikian, emosinya akan mereda.

https://pixabay.com
https://pixabay.com
Bagaimana jika pihak yang dianggap memicu kemarahan tadi membalas dengan kata-kata yang lebih pedih? Bukankah harapan untuk meredakan emosi tinggal menjadi harapan yang kosong?

Asumsi sosial di Indonesia mengatakan bahwa siapa yang bersuara lebih keras akan menjadi pemenang, walaupun dia bisa jadi pihak yang salah. Sepertinya konstruksi sosial seperti ini haruslah kita ubah. Kebenaran bukan ditentukan berdasarkan sia/terrorist-terror-happiness-positpa yang bersuara paling lantang. Jika demikian, maka mereka yang jumlahnya sedikit pasti akan selalu kalah.

Selain itu, ada juga asumsi bahwa pihak yang membalas paling akhir adalah pihak yang menang. Akibatnya, makian akan dibalas dengan makian; siklus ini tidak akan pernah berhenti karena setiap orang ingin menjadi yang terakhir memaki pihak lain.

Penutup

Pernahkah Anda membayangkan, berapa banyak konflik yang bisa dihindari dengan mengedepankan pilihan yang bijak? Berapa banyak pertengkaran yang tidak perlu bisa dikurangi tatkala kita bisa memilih sikap yang tepat?

https://pixabay.com/
https://pixabay.com/
Memilih sudah menjadi bagian hidup kita. Bagaimana jika kita mencoba untuk membuat perubahan di sekitar kita dengan memilih secara tepat? 

Anak-anak belajar memilih dengan baik saat mereka memperhatikan orang dewasa di sekitarnya melakukan dengan bijak. Dampaknya? Luar biasa! Kita bisa menghasilkan generasi masa depan yang mampu membuat pilihan yang berdampak! Mengapa tidak? Mari kita mulai dari sekarang!

Salam kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun