Satu hal yang kita tahu tetapi lupa ketika marah adalah ketidakmampuan menguasai diri. Satu hal nyata adalah ketidakmampuan menguasai kata-kata yang diucapkan!Â
Alih-alih memikirkan kata-kata yang bijak, orang yang sedang dikuasai emosi tidak akan pernah memikirkannya sama sekali. Bisa jadi dia akan mengumpat dan mengeluarkan kata-kata yang kotor dan tidak beradab. Kemungkinan lain, dia akan mengucapkan sumpah serapah yang tidak perlu.
Asumsi sosial di Indonesia mengatakan bahwa siapa yang bersuara lebih keras akan menjadi pemenang, walaupun dia bisa jadi pihak yang salah. Sepertinya konstruksi sosial seperti ini haruslah kita ubah. Kebenaran bukan ditentukan berdasarkan sia/terrorist-terror-happiness-positpa yang bersuara paling lantang. Jika demikian, maka mereka yang jumlahnya sedikit pasti akan selalu kalah.
Selain itu, ada juga asumsi bahwa pihak yang membalas paling akhir adalah pihak yang menang. Akibatnya, makian akan dibalas dengan makian; siklus ini tidak akan pernah berhenti karena setiap orang ingin menjadi yang terakhir memaki pihak lain.
Penutup
Pernahkah Anda membayangkan, berapa banyak konflik yang bisa dihindari dengan mengedepankan pilihan yang bijak? Berapa banyak pertengkaran yang tidak perlu bisa dikurangi tatkala kita bisa memilih sikap yang tepat?
Anak-anak belajar memilih dengan baik saat mereka memperhatikan orang dewasa di sekitarnya melakukan dengan bijak. Dampaknya? Luar biasa! Kita bisa menghasilkan generasi masa depan yang mampu membuat pilihan yang berdampak! Mengapa tidak? Mari kita mulai dari sekarang!
Salam kompasiana!