Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Gaji, Penghormatan, dan Prestise Dunia Pendidikan Vs Hiburan

8 Januari 2020   03:17 Diperbarui: 9 Januari 2020   17:48 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini sebuah pertanyaan masuk di inbox saya. Pertanyaannya cukup menggelitik karena membandingkan penghargaan orang Indonesia terkait dunia pendidikan dan dunia hiburan dalam hubungannya dengan gaji, prestise, penghormatan, dll. 

Dugaan saya, yang dimaksud dengan dunia hiburan ini adalah dunia hiburan dalam arti sempit. Maksud saya, fokusnya adalah kepada mereka yang berada di depan layar. Padahal dunia hiburan perlu banyak orang di belakang layar yang bekerja secara senyap.

Gaji guru dan staf administrasi sekolah jika dibandingkan dengan gaji penyanyi atau bintang film pasti kalah jauh. Ini baru bicara gaji mereka yang tinggal di kota besar. Artis juga lebih terkenal dibandingkan dengan guru.

Berkecimpung di dunia hiburan memberikan prestise tersendiri bagi banyak orang. Sorot kamera dan media telah menjadi magnet yang kuat bagi banyak orang.

Prestise dan penghargaan yang diterima oleh mereka yang tampil di depan layar memang luar biasa. Oleh karena itu berbagai acara ajang pencarian bakat selalu ramai karena daya tariknya yang luar biasa.

Saya melihat bahwa masalah gaji ini memang sensitif, tetapi kondisi di semua negara rasanya sama. Gaji guru pasti lebih rendah daripada gaji mereka yang di dunia hiburan.

Ditambah dengan asumsi bahwa dunia hiburan sepertinya penuh dengan hal-hal yang menyenangkan, maka problem ini menjadi semakin besar. Benarkah menjadi guru tidak fun dan bekerja di dunia hiburan tidak mengalami tekanan?

Bagaimana dengan masalah penghargaan dan prestise? Ini juga menjadi bagian yang menarik karena banyak orang mengejar prestise dan harga diri.

Gaji
Bagi beberapa orang, penghargaan terhadap pekerjaan diukur dengan gaji. Namun, apakah cara seperti ini benar? Apakah gaji menjadi satu-satunya cara untuk menghargai seseorang dalam pekerjaannya?

Orang hidup perlu makan dan untuk bisa makan dia perlu uang. Selanjutnya, uang diperoleh dengan bekerja. Jadi, secara umum orang bekerja untuk mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhannya. 

Perlu saya tegaskan di sini bahwa saya menggunakan kata 'kebutuhan' dan bukan keinginan. Memangnya ada bedanya? Simak tulisan saya tentang menimbang kebutuhan dan keinginan.

ilustrasi mengejar gaji tinggi. (sumber: pixabay.com)
ilustrasi mengejar gaji tinggi. (sumber: pixabay.com)
Berapapun gaji seseorang tidak akan pernah cukup ketika berhadapan dengan keinginan. Keinginan itu batasnya setinggi langit dan akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya gaji atau uang yang dimiliki. 

Oleh karena itu, ketika bicara tentang rendahnya gaji guru dibandingkan dengan mereka yang bekerja di dunia hiburan, kita harus melihatnya dengan lebih jeli.

Apakah hal ini semata-mata urusan kesenjangan atau dikotomi kebutuhan dan keinginan? Memang benar ada guru honorer yang digaji bahkan di bawah UMR/UMK sehingga mereka belum dapat memenuhi kebutuhan mendasarnya. Saya tidak akan menutup mata terhadap hal ini.

Gaji di dunia hiburan sebenarnya juga bervariasi. Permasalahannya adalah orang fokus pada gaji mereka yang berada di depan layar. Berapa gaji mereka yang bekerja membersihkan dan membuang sampah di sebuah rumah produksi? Mungkin sama saja dengan mereka yang bekerja di perkantoran.

Berapa gaji mereka yang bekerja sebagai penjahit kostum film? Sepertinya tidak akan setinggi mereka yang berada di depan layar. Gaji seorang cameraman sepertinya juga masih di bawah mereka yang tampil di depan.

Penghormatan dan penghargaan
Banyak orang ingin dihormati tetapi tidak bersedia menghormati orang lain. Banyak orang ingin dihargai tetapi belum memberikan penghargaan yang pantas kepada orang lain.  

Penghormatan dan penghargaan sedikit banyak akan dikaitkan dengan keterkenalan seseorang. Sosok yang dikenal sebagai pribadi yang baik, biasanya muncul sebagai sosok yang dihormati dan dihormati! 

Ilustrasi medali. (sumber: pixabay.com)
Ilustrasi medali. (sumber: pixabay.com)
Memang, dunia hiburan menjanjikan nama besar (ketika memang berhasil). Menjadi figur publik berarti akan ada banyak info tentang hal-hal yang dilakukannya; mulai dari yang positif hingga yang negatif.  

Mereka yang tampil sebagai sosok yang positif, biasanya lebih dihargai dan jumlah pengikutnya (baca: follower) akan makin banyak. Bahkan orang yang belum pernah berjumpa secara pribadi atau ngobrol langsung bisa jadi pengikutnya.  

Ketika jumlah pengikut ini makin banyak, maka sosok tersebut tampil sebagai pribadi yang dihargai dalam arti banyak yang akan berada di sisinya ketika dirundung sesuatu.

Namun, dunia hiburan juga bisa kejam tatkala ada pelakunya yang tertangkap menggunakan narkoba, berselingkuh, atau hal negatif lainnya. Pembahasan dan diskusinya bisa panjang dan lama sehingga membuat orang muak. 

Tidak jarang mereka yang terkenal itu sepertinya tidak punya kehidupan pribadi. Banyak orang ingin tahu tentang apa yang sedang dilakukannya.

Mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan tidak akan pernah punya pengikut kecuali ada karya fenomenal yang dikenal luas, misalnya mencetuskan metode baru yang terbukti efektif. Namun, itu pun sebatas lingkungan tertentu saja. 

Cakupannya masih kurang luas dibandingkan mereka yang bekerja di dunia industri dan berada di depan layar. 

Tidak banyak media yang akan mengulas berita seperti itu berulang-ulang dalam waktu lama sehingga banyak orang mengenalnya.

Dunia pendidikan vs. dunia hiburan
Ada fenomena unik yang saya perhatikan di Indonesia. Orang berusaha mencari sekolah yang murah, bila perlu gratis, tetapi menuntut kualitas pendidikan yang bagus.

Pada saat yang sama, orang rela mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menghibur dirinya, asalkan hiburan itu sesuatu yang berkualitas bagus. Sebuah kontradiksi bukan?

Dunia pendidikan berorientasi pada masa depan, sedang dunia hiburan berorientasi pada masa kini. Hasil pendidikan yang dijalani saat ini baru bisa dinikmati beberapa tahun atau dekade ke depan. Proses yang mendewasakan (baca: penuh tantangan) tidak akan serta merta terlihat saat itu juga.

Sebaliknya dunia hiburan berorientasi pada masa kini. Orang membuat lagu untuk dinyanyikan dan ditampilkan saat ini juga. Film diproduksi untuk ditayangkan sesegera mungkin.

ilustrasi menghargai. (pixabay.com)
ilustrasi menghargai. (pixabay.com)
Perbedaan cara orang Indonesia mengapresiasi pelaku di dua dunia ini sebenarnya terjadi karena orientasi dan hasil. Disadari atau tidak, orientasi orang Indonesia masih pada masa kini; yang penting sekarang happy, besok atau lusa atau minggu depan kita pikir lagi. 

Oleh karena dunia hiburan memberikan dampak langsung yang bisa dirasakan, maka banyak orang lebih memperhatikannya. Hal ini membuat banyak orang lebih menghargai dunia hiburan.

Hampir setiap kita pernah sekolah dan mengenal betapa besar tantangan menjadi guru. Namun, hanya sebagian kecil di antara kita yang pernah terlibat di dunia hiburan. 

Akibatnya, muncul persepsi bahwa dunia hiburan lebih menyenangkan dan memang ide dasarnya adalah untuk memberikan hiburan. 

Menurut saya, ini yang membuat orang berangan-angan untuk masuk ke dunia hiburan sebagai orang di depan layar; jadi terkenal, diikuti dan diperhatikan banyak orang, bisa punya kekuatan untuk mempengaruhi, dll. Ujung-ujungnya, dunia hiburan lebih mendapat perhatian.

Ketika seorang artis mengalami sesuatu yang tidak mengenakkan, hal itu bisa langsung menjadi trending topic di media sosial.

Bagaimana ketika ada banyak sekolah roboh karena bangunan dimakan usia dan kekurangan guru terjadi di pelosok? Tidak terjadi fenomena yang sama! 

Jadi, di sini kita melihat betapa mereka yang berada di depan layar dunia hiburan bisa mendapatkan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan situasi di dunia pendidikan.

Penutup

Apakah penghargaan terhadap pekerjaan sekedar sebuah angka yang kita terima? Bagaimana Anda menilai kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut? Bagaimana Anda menilai dampak dari apa yang Anda kerjakan dalam hidup seseorang?

ilustrasi puas. (sumber: pixabay.com)
ilustrasi puas. (sumber: pixabay.com)
Banyak orang ingin mendapatkan gaji yang lebih tinggi dan itu tidak salah. Pertanyaannya adalah setelah keinginan itu terpenuhi lalu apa yang akan dilakukan? Ketika semuanya hanya berfokus pada diri sendiri, apakah itu sesuatu yang bisa dibanggakan? Saya percaya bahwa Tuhan memberkati kita supaya kita menjadi berkat bagi orang lain. 

Banyak orang ingin menjadi terkenal. Namun, ketika itu sudah tercapai, apa yang akan dilakukannya? Apakah sebatas untuk diri sendiri?

Salam kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun