Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Sekelumit Kisah Menjadi Pemilih Pilkada di Negeri Orang

9 April 2017   15:47 Diperbarui: 17 April 2017   19:00 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://im.mtv.fi/image/3033974/landscape16_9/1024/576/d2d22266408280973d2737a876374e73/Le/1815848.jpg

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Memilih terlebih dahulu hanya bisa dilakukan pada periode tertentu. Di luar periode tersebut, pemilih harus mendatangi tempat yang telah ditentukan, sesuai dengan surat undangan yang diterimanya. Tempat pemilihan dibuka mulai jam 9 pagi dan ditutup jam 8 malam.

Masa tenang

Oleh karena pemilihan bisa dilakukan sebelum hari H, maka tidak ada masa tenang di Finlandia. Jadi, walaupun hari ini adalah hari H yang ditentukan, maka kampanye masih berlangsung hingga kemarin. Situasi Rotuaari yang saya pantau kemarin masih cukup ramai. Para kontestan masih berusaha merebut suara dari mereka yang belum memilih. Bahkan ada beberapa kontestan yang hanya mau membagikan kartu nama yang sudah ada permennya itu ke orang dewasa. Ia tidak bersedia memberikannya kepada anak-anak yang juga menyukai permen itu.

Penutup

Akan terdapat 67 orang yang akan duduk di perwakilan ini dengan berbagai macam latar belakang. Mereka tidak menerima gaji karena tugasnya ini melainkan uang kehadiran rapat. Dengan demikian, motivasi seseorang untuk menjadi anggota perwakilan kelompok masyarakat ini bukan uang. Bukankah tidak ada gaji dari poisi mereka tersebut? Saya tidak tahu bagaimana halnya untuk semacam DPR tingkat nasional.

Mungkin kita belajar di model pemilu di Finlandia. Misalnya, masalah surat suara yang dicetak kecil, hitam putih. Ini jelas sebuah penghematan luar biasa. Namun memang kita menghadapi kendala terkait dengan melek aksara. Mungkin saat Indonesia sudah bebas buta huruf, kita bisa menerapkan hal seperti itu.


Model kampanye yang tidak mengumpulkan masa dalam jumlah besar mungkin bisa juga ditiru. Dalam pengamatan saya terkait dengan pemilu kali ini dan pemilu anggota dewa beberapa tahun lalu, sepertinya tidak terdengan bentrokan antar pendukung partai. Saya berharap, kita di Indonesia bisa lebih dewasa dalam menghadapi perbedaan. Kita semua sadar bahwa Indonesia itu Bhinneka Tunggal Ika. Ini memang fakta tetapi jika fakta ini tidak dijaga dan diperjuangkan, kita akan kehilangan ciri khas ini. Justru saat kita ini berbeda tetapi tetap bersatu, ini memberikan sinyal yang kuat bagi bangsa lain untuk tidak macam-macam dengan kedaulatan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun