Mohon tunggu...
Hawin Fizi Balaghoni
Hawin Fizi Balaghoni Mohon Tunggu... Aktivis Kemanusiaan -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Alumni Universitas Negeri Surabaya. Pedagang Kecil dari Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Menulis Menjadi Hobi - Traveler - Marketing.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pisank Man Prolog Mengejar Cinta

25 Oktober 2018   05:52 Diperbarui: 28 Oktober 2018   22:42 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Sore kelabu matanya sembab air matanya mengalir menjadi telaga sungai. Begitu terasa kesedihan hidupnya. Dia seorang pria

 berumur 20 tahun yang belum juga menikah. Kesehariannya menulis puisi sembari mengisi waktu dengan bekerja serabutan. Memiliki seekor kambing di belakang rumahnya bertubuh besar gagah berjenis etawa senduro.

Rumahnya mengingatkan gubuk reot dari bamboo yang lebih buruk lagi. Angin bisa masuk seenaknya, lewat dindingnya yang banyak berlubang. Terkadang ada tetangga yang berzakat kepadanya di bulan ramadhan. Dia ditinggal keluarganya merantau ke Malaysia semenjak umur 10 tahun. Hanya pamannya yang menemani yaitu Dr Talaz. 

Beliau seorang Profesor yang mampu membuat berbagai penemuan berguna. Jadi rumah reot itu hanya terlihat dari luar saja, sedangkan memiliki ruang bawah tanahnya begitu mewah layaknya laboratorium. Namun Pisank Man tidak menyadari itu, dipikirnya ruang bawah tanah itu hanya ruangan biasa untuk bersembunyi dari rasa minder Dr Talaz yang ditinggal selingkuh mantan istrinya. 

Pisank Man tetaplah seorang yang lugu dengan gaya pakaian hasil jahitannya sendiri. Temannya sudah banyak yang tidak di desa. Mereka tidak betah hidup di desa dengan gaji yang kecil. Ada banyak juga yang kuliah biasanya pulang ke desa hanya untuk mengisi liburan saja. Selebihnya mencari karir di luar negeri. Kadang Pisank Man menyanyikan lagu kesedihan sambil menaiki pohon kelapa di kebunnya sembari memandang hijau menawan alam desanya.

"Kok bisa ya desa seindah ini tidak dirindukan pemudanya, apa tidak menarik hati ya? Gunung Semeru itu tinggi begitu gagahnya." Gumam batinnya.

Pisank Man belum lulus Sekolah Diniyah. Mata pelajaran bahasa membuatnya binggung hingga harus berulang kali ikut remidi. Syeh Rambutan gurunya yang telaten. Setiap malam sholat tahajjudnya tidak pernah putus. Dalam doanya selalu ingat Pisank Man murid satu-satunya. Sebuah momen yang diingatnya kala itu.

"Yah yang penting sabar ya nak, namanya juga belajar. Tidak apa-apa kamu tidak kuliah. Biaya juga mahal, yang penting kamu belajar agama." Tutur Syeh Rambutan sebelum mengakhiri mata pelajarannya.

"Iya Syeh, terimakasih nasehatnya." Semangat Pisank Man.

Hari itu pulang dari Sekolah Diniyah perut Pisank Man mules. Obat herbal di rumahnya tampak sudah habis. Psikologi Pisank Man menjadi kacau hingga sakitnya semakin parah. Sepintas mirip sakit dilep sebelum wanita menstruasi. Di desa kalau masuk klinik kesehatan tergolong mahal biayanya, dia tidak mampu membayar. Dr Talas memutuskan untuk membuat alat kesehatan untuk mengobati sakit mules yang di derita Pisank Man. Perlengkapan yang dibutuhkan segera disiapkan. Sialnya ada komponen alat kesehatan yang beliau tidak punya. Terpaksa harus membelinya di Apotek walau langit nampak mendung. Sesampainya di Apotek beliau bertemu seorang perawat cantik yang juga sedang membeli keperluan kesehatan. Perawat cantik itu bernama Wortel Women. Perawakannya seumuran dengan Pisank Man. Dr Talaz mencoba membuka pembicaraan soal keperluannya datang ke Apotek. Dengan gaya modus sok kenal sok dekat percakapan pun berlanjut rasa simpati atas musibah yang dialami Pisank Man. Kalau tidak repot rencananya besok Wortel Women akan berkunjung ke rumah Dr Talaz. Mereka saling bertukar kartu nama untuk mengabarkan alamat masing-masing. Dr Talaz selesai dengan keperluan membeli komponen alat kesehatan dari apotek tersebut. Pisank Man menunggu sampai badannya lunglai di lantai rumah. Wajahnya pucat tangannya dingin memutih hampir tidak sadarkan diri. Yang hangat dari tubuhnya hanya dada sebelah kiri saja. Dr Talaz sesegera mungkin membuat alat kesehatan untuk Pisank Man. Sebuah pipa berisi komponen elektromagnetik yang ditancapkan di sekitar dada kiri. Ada beberapa kabel panel menjular berwarna merah kuning biru dikaitkan dengan 5 tombol dengan fungsi berbeda, bahan bakar alat itu adalah segelas madu. Inspirasi alat kesehatan yang konon dapat wangsit dari pertapaan beliau di Sungai Angker Betoto. Ketika tombol ditekan ada cahaya kerlip, lalu cairan madu berjalan di dalam selang yang masuk ke tubuh Pisank Man. Dadanya memerah memberi efek mengisi tenaga seiring cairan madu menyusut dari tabung indikatornya. Sampai akhirnya Pisank Man bisa siuman. Untuk memulihkan total kesehatannya Dr Talaz hanya memberi makan teratur saja. Keesokan harinya Wortel Women bersiap untuk menuju ke rumah Dr Talaz. Petunjuk alamat dari kartu nama sudah jelas dia lacak dengan Google Map. Tinggal mengikuti arah jalan yang diberitahukan di smartphonenya. Keindahan alam di sepanjang perjalanan membuatnya sangat menikmati. Dia kagum dengan panorama desa itu.

"Indah sekali pemandangannya." Batin Wortel Women.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun