Mohon tunggu...
Heydar Rifky Albana
Heydar Rifky Albana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hanya manusia yang bernafas dengan normal.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Dari Kamar Kantor ke Kursi Pimpinan: Mengapa Perempuan Harus Lebih Banyak Terlibat dalam Pengambilan Keputusan?

7 Desember 2024   21:36 Diperbarui: 7 Desember 2024   21:43 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Muhammad Wafa Sabilal Huda, Heydar Rifky Albana, Alvina Nurisca, Alfian Ray Surya Fatah

Pernah nggak sih kalian menjumpai seorang perempuan yang memimpin dan mengambil keputusan saat sedang di tempat kerja? Pada zaman modern ini, sudah banyak perempuan yang duduk di posisi strategis dan membuat banyak perubahan nyata pada kehidupan dunia kerja. Namun, meskipun terlihat sudah maju, sebenarnya jalan mereka tidak semulus yang kita pikirkan.

Kenapa sih penting banget perempuan dilibatkan dalam pengambilan keputusan? Selain bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan, mereka juga membawa sudut pandang baru yang dapat menyelesaikan masalah, lebih kreatif, dan membuat suasana kerja menjadi lebih menyenangkan. Pada artikel ini, kita akan membahas bagaimana peran perempuan di dalam dunia kerja, tantangan yang mereka hadapi dan bagaimana mereka membawa dunia kerja menuju kesetaraan yang sebenarnya.

Kepemimpinan perempuan di dunia kerja saat ini terus mengalami perkembangan. Semakin banyak perempuan yang menduduki kursi pimpinan dan berperan dalam pengambilan keputusan yang penting. Kehadiran mereka membawa dampak positif, seperti meningkatnya kinerja dan keberagaman dalam dunia kerja. Namun, perjalanan perempuan menuju puncak karir tidaklah mudah. Mereka sering dihadapkan pada glass celling atau hambatan tak terlihat yang menghalangi mereka mencapai posisi tertinggi. Selain itu, bias social dan budaya yang menganggap Perempuan kurang kompeten dalam mengambil keputusan strategis menjadi tantangan besar yang harus dihadapi.

Dampak positif yang sering kali dikaitkan dengan perempuan sebagai pemimpin mencakup berbagai aspek yang memperkaya dinamika organisasi dan masyarakat. Salah satunya adalah kepemimpinan yang inklusif, di mana perempuan cenderung lebih mendekati kepemimpinan dengan gaya yang lebih terbuka, mendengarkan dengan seksama, dan mendorong kerjasama tim. Pendekatan ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih kolaboratif dan harmonis. Selain itu, perempuan sebagai pemimpin sering kali memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang perspektif gender, yang memungkinkan mereka untuk mempromosikan kebijakan dan praktik yang lebih inklusif, sehingga menciptakan tempat kerja yang lebih adil.

Perempuan juga dikenal membawa pemecahan masalah yang kreatif, dengan pandangan segar dan inovatif yang dapat memberikan solusi baru dalam menghadapi tantangan yang kompleks. Keberadaan perempuan dalam posisi kepemimpinan dapat berperan penting dalam mengurangi ketidaksetaraan gender, menjadi contoh bagi perempuan lain, serta berkontribusi pada penyempurnaan kesenjangan gender di berbagai bidang.

Di samping itu, perempuan sering dianggap lebih fokus pada kepemimpinan yang etis dan berkelanjutan, dengan penelitian menunjukkan bahwa mereka lebih memperhatikan aspek-aspek etika dalam pengambilan keputusan. Hal ini dapat mendorong terciptanya kebijakan yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab. Keterwakilan yang lebih beragam juga tercipta ketika perempuan berada di posisi kepemimpinan, yang mencerminkan keragaman masyarakat dan memungkinkan berbagai perspektif untuk lebih terwakili. Terakhir, beberapa perempuan pemimpin juga mendukung kebijakan yang meningkatkan kesejahteraan keluarga, seperti kebijakan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, yang memberikan manfaat tidak hanya bagi perempuan, tetapi juga bagi pria dan keluarga secara keseluruhan (Rahmayanty et al., 2023).

Potensi dasar yang dimiliki oleh perempuan sebagai makhluk religius, individu, sosial dan budaya sebenarnya tidak berbeda dengan laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan tentang kemampuan dasar potensial dari kedua jenis laki-laki dan perempuan. Akan tetapi pada konteks pola dan gaya kepemimpinannya setiap orang pasti berbeda baik laki-laki maupun Perempuan (Habibah dalam Fitriana & Cenni, 2021).

Namun, meski perempuan punya potensi luar biasa, kenapa ya masih ada yang ragu kasih mereka posisi puncak? Apa takut kantor jadi lebih wangi? Padahal, kalau dipikir-pikir, perempuan nggak cuma bawa perubahan positif di tempat kerja, tapi juga sering jadi solusi hidup mulai dari tahu gimana cara ngatur anggaran belanja bulanan sampai negosiasi sama abang sayur biar dapet harga diskon. Nah, di bagian ini, kita bakal bahas lebih dalam soal kenapa stereotip lama tentang perempuan perlu dibongkar dan bagaimana dukungan semua pihak bisa bantu mereka melompat jauh melewati batasan yang ada.

Stereotip mengenai perempuan masih sering ditemukan dalam masyarakat, yang cenderung membatasi peran dan kedudukan mereka. Perempuan kerap dianggap lemah, kurang mampu memimpin, atau tidak layak berada di ruang publik, sehingga hanya ditempatkan pada posisi yang dianggap kurang penting. Selain itu, mereka juga dilabeli sebagai makhluk emosional yang sulit mengendalikan diri, berbeda dengan laki-laki yang dianggap lebih rasional dan berpikiran jernih. Di sisi lain, sifat keibuan sering dianggap sebagai ciri alami perempuan, dengan anggapan bahwa mereka mudah dekat dengan anak-anak, penuh kasih sayang, dan mampu memberikan kenyamanan. Dalam masyarakat tradisional, perempuan juga diberi peran utama dalam mengelola urusan rumah tangga, seperti memasak, mencuci, atau mengurus keluarga. Tak jarang, perempuan yang sudah menikah diharapkan melayani suami, termasuk dalam memenuhi kebutuhan biologis maupun kesehariannya, seolah hal tersebut menjadi kewajiban utama. Namun, stereotip negatif juga kerap melekat, seperti pandangan bahwa perempuan adalah objek seks yang hanya dinilai berdasarkan daya tariknya. Bahkan, dalam kasus kekerasan atau pelecehan seksual, perempuan sering disalahkan dengan alasan penampilan mereka memancing perhatian. Pandangan-pandang ini tidak hanya mempersempit ruang gerak perempuan, tetapi juga menghambat terciptanya kesetaraan gender yang adil dan manusiawi (Oktiza & Hayati, 2023).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun