Kriiiiiingggg.... Kriiiiiinggggg... Kriiiingggg...Ahhhhhh bunyinya mengganggu! Tidak tahu kalau aku sedang lelah! Tidak tahu kalau aku sedang bermimpi indah! Bunyi itu adalah alarm. Ya, aku sengaja memakai suara itu disaat alarm agar lebih cepat bangun karena aku pasti menganggap bahwa itu adalah telepon.Â
Alarm yang ku atur tadi malam tiba tiba berbunyi. Tak terasa aku tidur begitu lelapnya hingga aku tak tahu sudah tidur 8 jam lamanya. Begitu bangun aku melihat langit pada pagi itu sangat cerah, bahkan lebih cerah dari biasanya.Â
Dengan ujung bibir yang sedikit mengangkat sembari mata melihat awan awan yang bergerak aku berkata dalam hati bahwa hari ini pasti hari yang sangat cocok untuk aku bersenang senang.
Aku bergegas mandi, membersihkan rumah, dan menyelesaikan pekerjaaan lainnya agar aku dapat keluar rumah tanpa diomeli ibu. Ibuku memang cerewet. Seakan akan anaknya tidak boleh main keluar. Setiap mau pergi pasti ada saja yang membuat omelan nya membual.Â
Aku yang selalu ingin main keluar tentu saja mencari jalan keluar nya hohoho.Akhirnya terpikirkan bhwa aku harus dengan cepat secepat kilat menyelesaikan pekerjaan pekerjaan rumah, membersihkan rumah, dan lain nya agar ibu tidak ngomel lagi.Â
Dan ternyataaaaaaaa??? Berhasil dong! Ibu tidak mengomel lagi. Tetapi tetap kekhawatiran seorang ibu selalu besar. Walaupun aku dibolehkan keluar, tetapi tetap harus pulang sebelum jam 4 sore.
Karena ibuku mengizinkan aku keluar rumah, akhirnya akupun keluar rumah. Pada saat membuka pintu, eh ternyata sudah ada 3 teman ku yang selalu bermain denganku pada saat hari libur. Dia bernama Pramu, Isal, dan Putra. Mereka jantan tetapi berhati betina.Â
Walaupun sikap mereka tegas, tetapi tetap saja mereka tidak tega jika ada satu diantara kami tersakiti. Satu dimarahin, semua harus ikut dimarahin. Tidak tahu apapun itu bila ada masalah pasti kami hadapi bersama.Â
Satu diusir, semua angkat kaki. Satu dicubit, semua merasa sakit. Aku yakin hal itu akan membuat kami rindu satu sama lain jika kami berpisah karena kepentingan kami masing masing.
Saat itu kami masih kelas 7. Masih berpikir semaunya. Masih tidak begitu tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Maklum masih beradaptasi dari anak kecil ke mulai beranjak dewasa.Â
Makannya kami tidak peduli main dimanapun yang penting kita bermain. Pada saat itu aku dan teman teman sedang berjalan. Tidak tahu mau kemana. Tidak tahu apa yang akan kami tuju. Lalu terlihat sebuah tempat rental PS.Â
Tanpa basa basi, langsung saja masuk. Kami bermain dengan senangnya, dengan tidak ada beban, tidak memikirkan apapun. Yang kami pikirkan hanya kesenangan dan kesenangan.
     "Pram, berapa jam?" kataku.
     "Seabisnya uang jajan aja. Lagi pula ini masih pagi" jawab Pramu
     "Gila!!!! Masa iya uang diabisin buat main beginian? Ga jajan dong kita?" sahut isal
     "Yaudah gini aja. Uangnya bagi dua dulu. Terus setengah buat main, setengah lagi buat jajan." Kata putra menengahi.
     "Nah gitu aja dah!" seruku setuju.
     Aku bermain dengan asyiknya hingga lupa bahwa uang aku ketinggalan di meja belajar.
     "Put, uang aku ketinggalan! Gimana nih? Punya uang lebih ga?"
     "Ada, tenang aja kali!" jawab Putra dengan serius karena tidak mau terganggu main nya.
Setelah selesai bermain kami jalan jalan, berputar mengelilingi kampung. Melihat lihat apa yang orang lain kerjakan. Apa yang dilakukan setiap orang dalam waktu yang bersamaan.Â
Ada yang sibuk dengan pekerjaannya, ada yang berbincang bincang di sela waktunya, ada yang duduk santai melepas kelelahannya, ada juga yang berbaring tertidur mengistirahatkan badannya. Wahhhh, begitu bervariasi kegiatan setiap orang. Ada yang waktunya sibuk se sibuk sibuknya, ada yang waktunya luang se luang luangnya.
Tak terasa waktu pun menunjukkan pukul 2 siang. Karena lapar akhirnya kami membeli makanan diwarsa. Warsa adalah warung tempat kami membeli makanan. Disana terdapat banyak makanan yang mengenyangkan, enak, dan harganya murah.Â
Tak heran banyak sekali pelanggan yang membeli makanan disana. Di antara antrian yang begitu panjangnya, aku keluar, dan menyuruh Isal yang mengatri untuk dapat membeli makanannya. Memang sedikit menyebalkan. Tapi ya sudah lah. Perut sudah tak kuat ingin diberi asupan.Â
Setelah beberapa lama, akhirnya dapat juga makanan yang ditunggu tunggu. Makan makan makan makan, uhhh disaat perut lapar, apa pun yang dimakan pasti rasanya lebih enak dari semula.
Sehabisnya makan, aku dan teman teman pun berjalan untuk pulang. Di tengah tengah perjalanan pulang, ada suara yang menggonggong. Gogg gogg!! Gogg! Gogg gogg! Gogg! Dari yang asalnya santai, langkah kami pun semakin besar dan berjalan dengan cepat.Â
Disaat terdengar suara anjing yang mendekat, kami pun lari dengan terbirit birit ketakutan. Anjing itu mengejar kami. Tentu saja lari semakin cepat karena takut digigit. Ahhhh cape benar benar capeeeeeee..... Tapi kalau berhenti, anjingnya menggigit. Kalau terus lari sakit perut karena tadi barusaja makan. Ah serba salah.
Ketika berlari tidak memikirkan arah kemana. Karena itu terjebaklah kami. Aaaaaaaa matiiii laaahhhhh... Jalan buntu, pagar tinggi. Oke. Tidak ada cara lain selain memanjat pagar yang tinggi itu. Satu persatu dari kami memanjat. Disaat aku berada tepat di atas pagar, tanganku memegang ujung pagar yang meruncing tajam. Disaat lompat, aku lupa melepaskan tanganku yang berpegangan itu.Â
Hingga disaat dibawah aku melanjutkan berlari. Tetapi ketika kami diam, beristirahat, menghela nafas, aku merasa aneh di telapak tangan kiriku. Ketika aku melihatnya, aku kaget, bingung, kenapa banyak sekali darah.
Akhirnya kamipun berjalan untuk pulang. Disaat perjalanan pulang, tiba tiba aku merasa sakit pada tangan kiriku. Sakit sekali. Setelah dilihat lihat, ternyata sobek besar. Aku baru ingat, bahwa tadi aku memegang ujung pagar yang runcing itu. Seketika aku menangis karena tidak kuat menahan sakitnya sibek di telapak tangan.Â
Darah yang terus mengalir pun membuatku semakin panik. Setiba dirumah, ibu mengobati tanganku yang luka dengan sesuatu. Rasanya sangat amat perih.
Karena itu, aku tidak bisa mandi dengan dua tangan, tidak bisa apa apa dengan dua tangan. Tetapi ya sudah lah. Aku tidak bisa berbuat apa apa lagi. Itu sudah terjadi. Apa yang sudah terjadi kan tidak mungkin ditarik lagi. Sampai saat ini, bekas sobek di telapak tangan kiri masih ada.Â
Masih terlihat bekasnya. Wah,, sungguh luka ini membekas. Tidak hanya luka ditangan yang membekas. Tetapi kenangan terhadap kejadian ini pun jelas melekat di otak. Entah bagaimana melupakannya, tetapi walau bagaimanapun aku pernah mengalaminya.Â
Tetapi untungnya, saat ini sudah bisa melakukan hal hal seperti biasanya, kegiatan sudah normal kembali. Tangan sudah tidak terasa sakit walau lukanya masih membekas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H