Baru-baru ini, Mahkamah Konstitusi (MK) membuat gebrakan besar dengan menghapus ambang batas pencalonan presiden, atau yang biasa disebut presidensial threshold. Keputusan ini tertuang dalam putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, pada 2 Januari 2024. Sebagai warga yang peduli dengan masa depan demokrasi di Indonesia, saya merasa ini adalah langkah yang sangat penting dan tepat. Tapi kenapa begitu? Mari kita bahas lebih dalam.
Mengapa Presidensial Threshold Bermasalah?
Presidensial threshold ini pada dasarnya mengharuskan partai politik atau koalisi partai memiliki minimal 20% kursi di DPR atau 25% suara nasional untuk bisa mencalonkan presiden. Bagi saya, ini seperti menutup pintu bagi banyak kandidat potensial yang mungkin punya visi dan misi bagus tapi tidak punya cukup "modal" politik. Demokrasi seharusnya tentang membuka peluang seluas-luasnya, bukan membatasinya.
Ketentuan ini, meskipun dimaksudkan untuk menyederhanakan proses pemilu, pada akhirnya justru membatasi kompetisi politik. Hanya partai besar yang bisa mengajukan calon, sementara partai kecil atau calon independen seakan dipinggirkan. Ini tidak hanya merugikan partai kecil, tetapi juga kita sebagai pemilih, karena pilihan kita menjadi terbatas.
Hakim MK Saldi Isra menjelaskan bahwa aturan ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 karena membatasi hak konstitusional pemilih untuk mendapatkan pilihan yang memadai. Saldi juga mengingatkan bahwa ambang batas ini bisa memunculkan risiko munculnya calon tunggal, yang justru membahayakan demokrasi dan kebinekaan Indonesia.
Pandangan Yusril Ihza Mahendra dan Rencana Pemerintah
Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, menyatakan bahwa pemerintah akan mendengarkan masukan dari berbagai pihak untuk merumuskan aturan baru. Saya setuju dengan Yusril bahwa perubahan ini perlu dilakukan dengan cermat dan melibatkan banyak pemangku kepentingan. Tapi lebih dari itu, perubahan ini harus benar-benar mencerminkan semangat demokrasi yang inklusif.
Mengapa masukan dari berbagai pihak penting? Karena ini adalah momen untuk memperbaiki sistem kita, memastikan bahwa semua suara didengar dan dihargai. Ini bukan hanya soal aturan teknis, tapi tentang bagaimana kita bisa membangun sistem yang lebih adil dan merata untuk semua.
Dampak Positif dari Penghapusan Ambang Batas
Menghapus presidensial threshold membuka peluang bagi lebih banyak partai politik, termasuk partai kecil, untuk mengajukan calon presiden. Ini berarti kita sebagai rakyat punya lebih banyak pilihan. Bukankah semakin banyak pilihan, semakin baik untuk demokrasi? Dengan begitu, kita bisa memilih pemimpin yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan harapan kita.
Selain itu, dengan lebih banyak kandidat, diskusi dan debat publik akan semakin kaya. Kita bisa mendengar lebih banyak ide dan solusi untuk masalah bangsa. Ini bisa mendorong kualitas kampanye yang lebih baik, di mana kandidat tidak hanya mengandalkan popularitas atau kekuatan partai, tetapi juga harus benar-benar meyakinkan kita dengan program mereka.
Kritik dan Tantangan
Tentu, ada yang khawatir kalau tanpa ambang batas, jumlah calon presiden bisa membeludak dan membuat pemilu jadi lebih rumit. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, juga menyoroti hal ini dan mengingatkan bahwa MK sendiri ingin memastikan jumlah calon tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit. Menurut saya, ini adalah tantangan yang bisa diatasi dengan baik jika aturan mainnya jelas dan fair.
Misalnya, kita bisa menetapkan syarat tambahan seperti pengalaman di pemerintahan atau usia minimal untuk calon presiden. Dengan begitu, meskipun tanpa ambang batas, kita tetap bisa memastikan bahwa kandidat yang maju adalah mereka yang benar-benar kompeten dan siap memimpin negara.
Masa Depan Demokrasi Indonesia
Dengan keputusan ini, saya merasa kita sedang melangkah ke arah yang lebih baik. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang memberikan ruang bagi semua orang untuk berpartisipasi, termasuk mereka yang mungkin selama ini terpinggirkan oleh sistem. Ke depan, kita perlu memastikan bahwa langkah ini diikuti dengan kebijakan lain yang juga mendukung keterbukaan dan partisipasi yang lebih luas.
Saya optimis bahwa dengan lebih banyak partisipasi, demokrasi kita akan menjadi lebih kuat. Kita akan melihat lebih banyak pemimpin dengan latar belakang yang beragam, membawa ide-ide segar yang bisa mendorong perubahan positif bagi bangsa ini.
Menjaga Keseimbangan dan Kualitas Pemilu
Tantangan lainnya adalah menjaga keseimbangan dalam jumlah kandidat. Meskipun lebih banyak calon bisa meningkatkan partisipasi, kita juga harus berhati-hati agar tidak terjadi inflasi kandidat yang justru membingungkan pemilih. Di sinilah pentingnya menetapkan kriteria yang jelas dan adil untuk memastikan bahwa hanya kandidat yang memenuhi syarat tertentu yang bisa maju.
Misalnya, kita bisa mempertimbangkan rekam jejak dan kontribusi calon dalam pemerintahan atau komunitas mereka. Dengan cara ini, kita bisa tetap menjaga kualitas pemilu tanpa membatasi peluang partisipasi.
Kesimpulan
Saya percaya bahwa penghapusan presidensial threshold adalah langkah penting untuk memperkuat demokrasi di Indonesia. Ini bukan hanya soal membuka jalan bagi lebih banyak calon, tetapi juga soal mengembalikan esensi demokrasi itu sendiri memberi suara kepada semua orang, bukan hanya mereka yang memiliki kuasa besar.
Dengan lebih banyak pilihan dan partisipasi, kita bisa membangun demokrasi yang lebih inklusif, adil, dan representatif. Ini adalah momen penting dalam sejarah politik kita, dan kita harus mengambil kesempatan ini untuk memastikan bahwa setiap suara benar-benar dihitung dan dihargai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI