Mungkin buat kalian yang suka menanjak gunung, medan Ijen paling mudah, tapi tidak untuk gue yang tidak pernah menanjak sebelumnya. Bahkan jalan dan lutut hampir bersentuhan, tapi tidak semua medan sih ini hanya beberapa track saja.
Dengan medan yang begitu ekstrim, ada kabar gembira buat kalian yang tidak mau jalan. Di Kawah Ijen menyediakan taxi dengan cukup merogoh kocek 700-800 ribu rupiah. Nantilah kalau gue sudah kaya, gue akan naik taxi itu. Hahaha.
Gue rasa ini cukup worthed buat kalian yang tidak mau capek-capek jalan. Karena memang medannya berat, jadi harga tersebut cukup masuk akal. Taxi ini bukanlah taxi bermesin. Semacam gerobak yang ditarik oleh satu orang dan di dorong oleh dua orang di belakang. Jadi menurut gue, harga 700-800 ribu kalian akan dilindungi oleh tiga orang dan kalian tinggal duduk, diam dan berdoa, sampailah di puncak Kawah Ijen keren sih.
Sekitar dua jam perjalanan, gue dan temen gue sampailah ke puncak Ijen. Disini kalian harus sewa masker khusus dengan harga kurang lebih Rp. 15.000. Perjalanan belum selesai, untuk melihat blue fire, gue harus turun lagi sekitar 2 km.
Dari puncak, turun ke kawah medannya lebih berat banget. Jadi jalan turun ke kawah dan jalan naik ke puncak hanya satu jalur, kebayang lah kalau gue harus bergantian sama orang-orang. Tidak jarang diantara para tour guide yang berantem dengan pemakai jalan yang lain karena kurang tertib dan susah diatur.
Sesampainya di bawah, temen gue bilang “silahkan menikmati blue fire, ambil foto sebanyaknya”. Dalam bayangan gue, blue fire ini gak mungkin redup. Dan gue liat di youtube, blue fire ini membara. Tapi gue kurang beruntung malam itu. Seharusnya dari puncak gue udah bisa melihat blue fire dengan jelas. Ini sampai gue turun ke kawah dan mendekat, blue fire nya tidak semembara yang gue bayangkan. Dan benar saja, karena malam itu tidak semembara biasanya. Sayang seribu sayang. Tapi gue bersyukur masih bisa melihat blue fire meski sedikit.
Gue di sini cuma bisa bertahan 15 menit. Belerang sudah mulai naik dan gue memutuskan untuk naik kembali ke puncak, mengingat gue harus antri jalan setapak. 40 menit kemudian gue sampai kembali ke puncak dan mulai merasakan kaki ini nyeri. Di puncak, semua pengunjung duduk-duduk menikmati gelapnya malam. Tidak berselang lama, mulai muncul sunrise yang begitu mengagumkan. Sambil duduk gue membuat video kenangan di puncak Ijen.
Matahari mulai bersinar dengan cerahnya. Di ujung pandangan, gue terlihat awan. Gue merasa saat ini berada di atas awan. Setiap hari gue biasanya berkutat pada macetnya ibukota, bisingnya kendaraan dan polusi, tapi disini gue benar-benar merasakan sejuknya udara, dan tenangnya suasana. Sungguh gue merasa bersyukur dan bahagia banget hari itu. Gak kerasa sampai gue banyak bengog, saking menikmati indahnya pemandangan.
Pukul tujuh pagi gue dan temen gue memutuskan untuk turun. Gue merasa perjalanan turun lebih berat, karena jalan licin karena pasir. Beberapa kali gue tergelincir, dan paling menyebalkan, temen gue bukannya bantu gue dia lebih memilih menyelamatkan hp gue dan bilang “awas hati hati jatoh” dan gue jawab “udah jatooooh”. Jalan lagi dan gue jatuh lagi. Temen gue bilang “loh jatuh?” gue diem sesaat dan bilang “enggak gue cuman pengen duduk aja. Capek jalan. Barang kali dengan ngesot akan lebih cepat” tertawalah kita.
Sampai di bawah, gue dan temen gue langsung cari air buat cuci muka dan tangan. Kemudian lanjut makan gorengan dan pop mie. Sumpah pagi itu terasa sarapan yang begitu nikmat, gimana enggak tenaga sudah habis buat naik ke Kawah Ijen.
Setelah selesai mengembalikan tenaga, kami memutuskan untuk kembali ke kota Banyuwangi untuk melanjutkan perjalanan ke bandara dan kembali ke realitas menuju Jakarta.