Mohon tunggu...
Hesti Edityo
Hesti Edityo Mohon Tunggu... Administrasi - Guru

Seorang ibu dari 4 lelaki dan seorang guru Fisika yang menyukai sastra. hestidwie.wordpress.com | hesti-dwie.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bertemu Orang-orang Inspiratif di Pameran Kelas Inspirasi

21 Desember 2015   08:04 Diperbarui: 21 Desember 2015   12:16 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu, 19 Desember kemarin, usai mengambil raport anak-anak saya meluncur ke Museum Negeri Banten. Museum ini awalnya adalah kantor residen Belanda (Residentie Van Bantam) yang dibangun pada tahun 1821. Saat penjajahan Jepang, gedung ini dijadikan sebagai pusat pemerintahan Jepang di Banten. Kemudian dijadikan sebagai kantor Residen Banten dan Inspektur Wilayah Banten di Jawa Barat pada era kemerdekaan. Setelah Banten resmi menjadi provinsi, gedung ini kemudian dijadikan sebagai kantor gubernur hingga sekitar 2 bulan yang lalu diresmikan menjadi museum.  Sedangkan kantor gubernur saat ini berada di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) yang berada di daerah Palima, Serang.

[caption caption="Museum Negeri Banten (doc. Hesti Edityo)"][/caption]

Begitu sampai di museum, saya langsung mengirim pesan pada Anazkia, karena dialah yang mengajak saya mengikuti acara yang diadakan oleh Kelas Inspirasi Banten. Tak lama, seorang gadis bertubuh mungil bin kurus muncul. Anaz! Sementara anak-anak saya berkeliling, jepret sana sini, saya berdua Anaz masuk ke ruangan di mana talk show dengan tema “Berbagi Untuk Negeri, Pemuda dan Pendidikan” digelar. Talk show yang menampilkan Arif Kirdiat dan Tias Tatanka ini dihadiri sekitar dua puluhan orang, tak banyak memang, tapi berlangsung seru dan menarik untuk disimak.

Jujur, awalnya saya tak tahu siapa Arif Kirdiat ini. Betul-betul kurang update informasi. Sempat saya bertanya pada Anaz, “Arif itu siapa?” Yang dijawab oleh Anaz, “Itu, lho, Mbak, pendekar jembatan yang sudah banyak membangun jembatan di Banten ini.” Saya ber-oooo panjang dan semakin serius menyimak cerita Arif saat berjuang membangun jembatan demi jembatan di banyak pelosok daerah di Banten ini bersama Relawan Kampung. Inspiring, batin saya. Di usia yang sama dengan usia saya, Arif sudah banyak membangun negeri ini tanpa perlu mengumbar caci maki. Dengan gaya bicara komunikatif dan santai, dia banyak memompakan semangat untuk para pemuda.

“Jangan terlalu berharap pada pemerintah, bergeraklah!” kurang lebih seperti itu kalimat yang terucap darinya.

Saya pun berbisik pada Anaz yang ada di samping saya, “Orang-orang seperti ini, yang banyak berbuat banyak untuk masyarakat justru mengritik pemerintah dengan benar. Mengritik melalui tindakannya sekaligus membantu memberi solusi. Bukan sekedar koar-koar di medsos, berdalih mengritik, tapi ujung-ujungnya menyebarkan kebencian kemana-mana.”

Bagaimana dengan Tias Tatanka? Saya sudah lama mengenal nama ini, dan sudah sangat familiar dengan komunitas yang dibangunnya bersama sang suami, Gol A Gong. Tapi baru kali ini saya bertemu sosoknya.

Rumah Dunia adalah tempat di mana Tias mencurahkan segenap tenaga dan pikirannya untuk mengenalkan aksara dan menumbuhkan kreativitas pada masyarakat sekitar. Saat bertandang ke Rumah Dunia sekitar 3 tahun silam, saya sempat ngobrol dengan salah satu “santri” RD, yang sebelumnya saya kenal di kegiatan pelatihan kepenulisan untuk guru. Sempat pula saya berbincang dengan Gol A Gong, sambil tak lupa mengatakan padanya bahwa saya penyuka kisah Balada Si Roy kala remaja dulu.

Melihat sendiri seperti apa Rumah Dunia, saya berpikir, “Luar biasa orang-orang yang berada di balik layar Rumah Dunia ini. Ilmu ikhlasnya pasti bagus, bagaimana tidak, membangun sebuah tempat besar dengan segala kegiatan yang ada, pasti menguras materi pula, tak hanya energi.”

“Saat membangun sebuah komunitas, jangan berpikir untuk, siapa, ya, nanti yang menjadi penyokong dananya. Jangan! Tapi berangkatlah dari diri sendiri, apa yang bisa kita lakukan. Sebuah komunitas butuh seorang penjaga yang selalu dapat mengobarkan semangat kala mulai padam, agar apa yang sudah dibangun terus berkembang.” Ujar Tias mengingatkan.

[caption caption="Bersama Arif Kirdiat dan Tias Tatanka (baju oranye) (photo by Anazkia)"]

[/caption]

Satu lagi sosok inspiratif yang saya temui hari itu, meski sosok ini tidak menjadi pembicara apapun, orang di balik layar kegiatan Kelas Inspirasi adalah Anazkia sendiri.

Saya mengenal Anaz dari Kompasiana yang berlanjut dengan pertemenan di FB. Siapa sangka kalau ternyata kami bertetangga! Lucu memang, rumah kami satu komplek hanya beda blok tapi kenalan justru di dunia maya. Tapi wajar juga, kala itu Anaz masih jadi BMI di Malaysia saat awal saya mengenalnya.

Anaz adalah sosok yang tak banyak bicara tapi banyak bekerja. Komunitas Hibah Buku, Kelas Inspirasi, hanya salah dua dari sekian kegiatan sosial dimana Anaz terlibat di dalamnya. Diam-diam sudah lama saya kagum dengannya. Anaz bukan sosok educated kalau kategori ini hanya melihat pada legalitas ijazah sarjana saja. Secara materi pun tak berlebih. Dia sosok biasa. Yang lagi-lagi tak banyak bicara tapi banyak bekerja (bedalah sama yang ngaku doktor tapi hanya banyak omong. Menjijikan pula!) Anaz seakan mendobrak keterbatasan dirinya untuk berbuat lebih pada sesama. Pantaslah bila tabloid Nova mentasbihkan Anaz sebagai Perempuan Inspiratif Nova tahun lalu.

[caption caption="Bersama Anazkia (doc. Hesti Edityo)"]

[/caption]

Sejujurnya, sering terlintas pikiran di otak saya, “Ini Anaz pernah mikirin dirinya sendiri nggak, sih? Masih jomblo aja, nih, jadinya…”. Sorry, Naz, hehehehehehe…

Orang kadang berpikir, mikirin diri sendiri saja masih repot, apalagi mikirin orang lain. Kita sendiri masih kekurangan, kok ngasih orang lain. Nantilah kalau sudah jadi orang hebat dan kaya. Tapi ironisnya, saat sudah jadi orang hebat dan kaya hilang pula empati untuk sesama. Anazkia dan Arif Kirdiat menampikkan hal ini. Anaz yang mantan BMI mampu tetap memberi. Arif yang pengusaha mampu tetap berempati.

Sementara saya, baru sampai taraf kesindir dan merasa terinspirasi tapi belum berbuat sesuatu untuk negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun