Satu lagi sosok inspiratif yang saya temui hari itu, meski sosok ini tidak menjadi pembicara apapun, orang di balik layar kegiatan Kelas Inspirasi adalah Anazkia sendiri.
Saya mengenal Anaz dari Kompasiana yang berlanjut dengan pertemenan di FB. Siapa sangka kalau ternyata kami bertetangga! Lucu memang, rumah kami satu komplek hanya beda blok tapi kenalan justru di dunia maya. Tapi wajar juga, kala itu Anaz masih jadi BMI di Malaysia saat awal saya mengenalnya.
Anaz adalah sosok yang tak banyak bicara tapi banyak bekerja. Komunitas Hibah Buku, Kelas Inspirasi, hanya salah dua dari sekian kegiatan sosial dimana Anaz terlibat di dalamnya. Diam-diam sudah lama saya kagum dengannya. Anaz bukan sosok educated kalau kategori ini hanya melihat pada legalitas ijazah sarjana saja. Secara materi pun tak berlebih. Dia sosok biasa. Yang lagi-lagi tak banyak bicara tapi banyak bekerja (bedalah sama yang ngaku doktor tapi hanya banyak omong. Menjijikan pula!) Anaz seakan mendobrak keterbatasan dirinya untuk berbuat lebih pada sesama. Pantaslah bila tabloid Nova mentasbihkan Anaz sebagai Perempuan Inspiratif Nova tahun lalu.
[caption caption="Bersama Anazkia (doc. Hesti Edityo)"]
Sejujurnya, sering terlintas pikiran di otak saya, “Ini Anaz pernah mikirin dirinya sendiri nggak, sih? Masih jomblo aja, nih, jadinya…”. Sorry, Naz, hehehehehehe…
Orang kadang berpikir, mikirin diri sendiri saja masih repot, apalagi mikirin orang lain. Kita sendiri masih kekurangan, kok ngasih orang lain. Nantilah kalau sudah jadi orang hebat dan kaya. Tapi ironisnya, saat sudah jadi orang hebat dan kaya hilang pula empati untuk sesama. Anazkia dan Arif Kirdiat menampikkan hal ini. Anaz yang mantan BMI mampu tetap memberi. Arif yang pengusaha mampu tetap berempati.
Sementara saya, baru sampai taraf kesindir dan merasa terinspirasi tapi belum berbuat sesuatu untuk negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H