Mohon tunggu...
Hesti Edityo
Hesti Edityo Mohon Tunggu... Administrasi - Guru

Seorang ibu dari 4 lelaki dan seorang guru Fisika yang menyukai sastra. hestidwie.wordpress.com | hesti-dwie.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Antara Mimpi-Mimpi

23 Juli 2011   04:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:27 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

***

"Let's begin!" ujar dosen Filsafat tepat di depan ruang kelas yang sangat nyaman. Ruminah memusatkan konsentrasinya pada materi perkuliahan. Ditepisnya semua ganjalan hati yang masih saja menggelayut dalam otaknya. Ia perhatikan betul, kalimat demi kalimat yang disampaikan dosen Filsafatnya dengan komunikatif.

Harmony adalah topik pilihan sang dosen kali ini. Dan sebuah perumpamaan tentang sumpit sangat mengena di hati Ruminah. Bahwa sepasang sumpit harus setara. Kedua batang sumpit harus sama panjangnya dan sama besarnya. Menurut kelaziman, panjangnya 20 cm dan berbentuk segi empat pada bagian atas dan lingkaran agak tumpul pada bagian bawah dengan diameter 0,5 cm. Kalau tidak setara, sumpit susah digunakan.

Bukankah sumpit  melambangkan harmoni dan keselarasan? Berbeda dengan sendok dan garpu, sumpit digunakan hanya dengan satu tangan. Satu batang diletakkan di lekuk ibu jari dan telunjuk, sedangkan yang lain dipegang seperti memegang pensil sedemikian rupa sehingga ujung kedua batang itu setara. Batang yang kedua digerakkan turun naik untuk menjepit makanan. Gerakan keduanya harus harmonis, selaras, kalau tidak akan mubazir menggunakannya.

Sumpit juga melambangkan kerja sama. Tidak mungkin sumpit bisa menjepit makanan bila salah satu di antaranya bertindak berlebihan, mendominasi atau mengabaikan yang lain. Kedua sumpit harus bersatu, bekerja sama, dan saling membantu. Seperti dirinya dan John yang tak segan saling membantu. Meski sebenanya di mata Ruminah, John yang jauh lebih banyak membantunya. Tapi dia merasa John selaras dengan filosofi sumpit itu. Mungkinkah ia dan John bisa terus 'selaras' seperti sumpit itu? Ataukah dengan Ario? (bersambung...)

Kisah sebelumnya :

Merangkai Untaian Mimpi #1

Merangkai Untaian Mimpi #2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun