Mohon tunggu...
Hesti Edityo
Hesti Edityo Mohon Tunggu... Administrasi - Guru

Seorang ibu dari 4 lelaki dan seorang guru Fisika yang menyukai sastra. hestidwie.wordpress.com | hesti-dwie.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Antara Mimpi-Mimpi

23 Juli 2011   04:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:27 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

John mengangguk sedikit gelisah, "Okay, but please hurry up hon."

Kali ini mereka tak berangkat ke kampus menggunakan train seperti biasanya. Mereka betul-betul diburu waktu, sehingga John memutuskan untuk mengendarai mobilnya hingga ke kampus.Ruminah lebih menyukai menggunakan kereta ke kampus sebenarnya, dibandingkan harus berdua di dalam mobil seperti ini. Kikuk rasanya.

Bagi Ruminah duduk berdekatan dengan John selalu menimbulkan getaran-getaran yang ia sendiri tak kuasa mengartikannya sebagai apa. Getaran rasa yang sama saat Rum berada di dekat Ario dulu...

"What's a matter? Never been this close to a man before?" Suara John membuyarkan lamunan Ruminah.

Untuk kesekian kalinya Ruminah hanya sanggup menjawab dengan kegagapan dan kegugupannya, "Eh, Oh, not like that. I'm  just thirsty." Hanya kalimat pendek itu yang terucap dari bibirnya. Kalimat jawaban ala kadarnya. Jawaban asal jadi.

Tangan John yang kekar itu tiba-tiba menyodorkan coffee cup bertuliskan Starbucks. "Untukmu!" "Thanks a lot John. You're so kind." Sedikit ragu Rum menerima kopinya.

"Oh, my pleasure, hon!" timpal John. Pandangannya kembali lurus ke depan, konsentrasi penuh. Lalu lintas cukup padat pagi itu.

Ruminah mencuri pandang sekilas, mengamati John. Lelaki Amerika yang sangat santun dan respek terhadap dirinya. Ah, seandainya Simbok tahu bahwa tak sepenuhnya kehidupan di Amerika seperti yang ada dalam film-film. Seperti apa yang disampaikan tetangganya di kampung, bahwa Amerika identik dengan kehidupan super bebas. Ah, tanpa harus membandingkan dengan Amerika, toh,kehidupan bebas pun sudah mulai merambah kota-kota di Indonesia. Bagi Ruminah semuanya kembali berpulang pada pribadi masing-masing.

Seperti John, lelaki itu dilahirkan dan dibesarkan di Amerika, tapi nyatanya tak sekalipun Ruminah melihat John berbuat yang aneh-aneh. Bahkan di mata Ruminah, karakter John sedikit mirip dengan Ario. Kalem untuk ukuran laki-laki. Untuk beberapa hal, justru John jauh lebih dewasa dan pengertian.

Ruminah ingat saat Ramadhan tahun lalu, tiba-tiba Rum merindukan suasana berbuka dan tarawih di masjid. Dan John menawarkan diri untuk mengantar Rum ke sebuah masjid besar di New Jersey, menunggunya mulai dari sebelum adzan magrib menggema hingga tarawih usai! Tak sedikitpun John mengeluh, meski harus lama menunggunya, sendiri di luar masjid. Diterpa 'Siberian Wind' yang lumayan dingin.

"Hey!" John menepuk lengan Ruminah lembut, "Kita sudah sampai, kau melamun saja dari tadi!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun