Mohon tunggu...
Hesti Kustrini
Hesti Kustrini Mohon Tunggu... Guru - a.k.a. Hesti Daisy

Merayakan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sea Prayer, Kisah Pengungsi Suriah yang Menggugah Simpati

5 Maret 2023   10:40 Diperbarui: 5 Maret 2023   10:37 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Resensi buku Sea Prayer

Resensator: Hesti Kustrini (Hesti Daisy)

                                                                                               

Judul Buku               : Sea Prayer

Penulis                      : Klaled Hosseini

Ilustrator                  : Dan Williams

Penerbit                   : Mizan

Cetakan                    : Pertama

Tahun Terbit           : 2018

ISBN                           : 978-602-402-126-9

            Buku dengan 48 halaman ini ditulis oleh Khaled Hosseini, seorang penulis The Kite Runner, sebuah novel #1 New York Time Best Seller, buku A Thousand Splendid Suns, dan And The Mountains Echoed yang mengantarkan Khaled mendapat Humanitarian Award dari United Nations High Commissioners for Refugees (UNHCR), yakni Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi. Khaled mengawali tulisan dalam Sea Prayer dengan sudut pandang orang pertama sebagai sosok ayah yang menyampaikan sepenggal kisah kenangan masa kecilnya kepada putra kecilnya bernama Marwan.

Sayangku Marwan,

Di musim-musim panas yang panjang, 

ketika aku masih seusiamu,

aku dan paman-pamanmu menghamparkan karpet 

di atas atap rumah pertanian kakekmu, di luar Kota Homs.

            Khaled Hosseini menulis Sea Prayer ini berdasarkan keprihatinannya terhadap krisis pengungsi di dunia. Terinspirasi dari kisah seorang anak lelaki asal Suriah berusia tiga tahun bernama Alan Kurdi yang tenggelam di Laut Mediterania dalam perjuangannya mendapatkan suaka sebagai pengungsi di Eropa pada September 2015. Di tahun itu pula setelah kisah Alan di Laut Mediterania, ribuan pengungsi lainnya tewas atau hilang dalam perjuangan serupa. Melalui buku ini, Khaled ingin memberi penghormatan kepada jutaan keluarga yang tercerai-berai dan terusir dari rumah mereka lantaran konflik perang.

            Buku yang sebagian royalti penjualannya akan disumbangkan ke UNHCR dan Yayasan Khaled Hosseini untuk membantu para pengungsi di seluruh dunia ini mengisahkan perjalanan sebuah keluarga sebagai pengungsi sembari mereka mencoba memanggil kenangan-kenangan indah dahulu kala ketika suasana damai dan aman tanpa perang. Tentang rumah kakek Marwan di Suriah, kawanan sapi yang digembala di padang bunga liar, lahan pertanian, daun pepohonan zaitun yang ditiup angin sepoi-sepoi, anak-anak sungai tempat bermain semasa kanak-kanak, rumah ibadah bagi muslim dan nasrani yang ada di Kota Tua, keramaian pasar tempat segala barang bagus diniagakan, dan sajian kibbeh’ goreng khas Timur Tengah. Semua hal itu diceritakan oleh sang ayah kepada Marwan sepanjang perjalanan malam meninggalkan tanah kelahiran menuju tepi laut.

            Setelah mengenang hal-hal indah itu, sang ayah dalam kesedihannya mengatakan kondisi tanah air yang seharusnya menjadi tempat tumbuh dan bermain anaknya dengan nyaman, berubah menjadi zona perang yang amat menakutkan. Tak terelakkan. Membuat segala potret kenangan manis nan indah serta merta menjadi buram.

            Seolah tak ingin anak lelaki kecil yang tengah lelap dalam dekapan terusik risau, sang ayah berusaha menghibur dan menguatkan bahwa ibunya akan selalu membersamainya. Keluarga kecil itu bersama rombongan keluarga lain yang sama-sama diselimuti kecemasan serta ketakutan akan perjalanan yang sia-sia, saling menguatkan dan menyatukan harapan. Berdoa dalam kepasrahan, menatap laut luas yang semakin gelap tanpa tahu apakah esok hari mereka masih bisa menyaksikan matahari terbit atau tidak.

            Selain sangat menyentuh perasaan dengan tulisan-tulisan Khaled yang pendek dan sederhana, yang menambah daya tarik dari buku ini adalah ilustrasi karya seniman Dan Williams yang memvisualkan deskripsi tempat, kejadian, suasana, bahkan perasaan para tokoh yang disampaikan Khalid dari halaman pertama hingga akhir. Terlebih ilustrasi pada beberapa halaman terakhir yang menggambarkan kapal para pengungsi mengarungi laut malam yang pekat seperti berusaha menelan seisi kapal.

            Ilustrasi seniman yang yang karyanya telah dimuat di berbagai media seperti National Geographic, Rolling Stone, dan Wall Street Journal ini juga dinilai tepat dalam menggambarkan betapa sang ayah mengulang-ulang doa agar laut yang menjadi bagian dari perjalanan itu, bisa tenang dan memahami keinginan para penumpang kapal yang terombang-ambing sepanjang malam untuk tetap hidup selamat dan bertahan melanjutkan hidup.

            Secara keseluruhan, buku ini bagus untuk dibaca. Selain dapat mengetuk hati nurani, pembaca dapat membuka mata bahwa di belahan dunia ini masih ada orang-orang yang berjuang untuk hidup dan menikmati waktu-waktu berharga bersama orang-orang tersayang di rumah. Menguatkan rasa syukur pembaca atas karunia Tuhan berupa hidup yang tenang tanpa bayang-bayang peperangan.

            Kiranya tidak akan merugi jika pembaca dari kalangan manapun berkenan meluangkan waktu membaca buku ini sebab karya ini terbukti menjadi karya dengan penjualan terlaris selama beberapa tahun dan telah dibaca jutaan orang dari seluruh belahan dunia. 

Sumber gambar: Koleksi pribadi

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun