Mohon tunggu...
Hesti Kustrini
Hesti Kustrini Mohon Tunggu... Guru - a.k.a. Hesti Daisy

Merayakan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memperbaiki Citra Diri Siswa Bermasalah dengan Pendekatan Persuasif Edukatif

2 Oktober 2022   18:20 Diperbarui: 2 Oktober 2022   20:52 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, penting bagi guru membuat asesmen awal pembelajaran di antaranya asesmen diagnostik non kognitif. Asesmen jenis ini berfungsi sebagai media pencari informasi tentang profil siswa mulai dari karakter, suasana lingkungan rumah dan lingkungan sekitar, kondisi sosial, ekonomi dan emosi, serta hal-hal lain yang dibutuhkan guru dalam menggali informasi siswa secara lebih detail. Informasi-informasi yang terkumpul dapat digunakan sebagai bahan monitor, kontrol, dan evaluasi siswa dari segi karakter dan perkembangan proses belajarnya.

Sebagai contoh, jika seorang siswa terlibat masalah tertentu di sekolah, hal bijak yang patut dilakukan pertama kali adalah mengonfirmasi alasan atau latar belakangnya terlibat masalah tersebut. Jangan-jangan ada korelasinya dengan data yang terkumpul dari asesmen diagnostik non kognitif. Bahkan hasil asesmen bisa dimanfaatkan untuk membantu memperbaiki keadaan atau justru memudahkan mencari solusi dari masalah yang dialami siswa tersebut.

Berikut langkah yang yang bisa menjadi referensi bagi guru dalam menghadapi siswa yang terlibat masalah:

1. Bicarakan empat mata, lalu minta ia menceritakan kronologi terjadinya masalah. Meski  berat dan tentu memerlukan waktu yang tidak sebentar, tak ada salahnya menyediakan ruang dengar yang apik dan mengesampingkan sejenak untuk terburu-buru menghakimi sehingga ia merasakan kenyamanan untuk bersikap jujur. Seandainya ada masalah dengan pihak lain yang turut terlibat sebagai korban, temui secara terpisah. Coba dengarkan kisah mereka dari sudut pandang berbeda.

Pada tahap ini, mendapatkan kejujuran dalam menceritakan kronologi dan alasan sudah dapat dinilai lebih dari cukup dalam membantu mengumpulkan informasi awal sebab musabab terjadinya sebuah masalah.

2. Setelah sesi dengar selesai, ajak ia merefleksikan diri apakah perbuatannya benar atau salah. Beri pemahaman bahwa ada konsekuensi yang harus bisa dipertanggungjawabkan sehingga timbul dari hati nuraninya kesadaran untuk mengakui kekhilafan.

3. Lakukan pendekatan persuasif dan edukatif. Ajak siswa menjadi sosok yang lebih baik. Ajakan ini dapat melalui nasihat, motivasi, maupun perbuatan. Misal, guru dapat melibatkannya secara langsung untuk  menjadi ‘asisten’ dalam kegiatan belajar mengajar, atau melibatkannya sebagai ‘agen’ dalam kegiatan seperti Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), kegiatan kebersihan, kegiatan keagamaan, dan kegiatan sekolah lainnya.

Dengan demikian, diharapkan secara perlahan, ia merasa keberadaannya diakui, sisi kebaikannya terlihat, merasa dipercaya, dan membentuk karakter yang bertanggung jawab tidak hanya kepada diri sendiri, tetapi juga kepada orang lain. Jangan lupa untuk memberi apresiasi dalam setiap perkembangan yang ia tunjukkan.

4. Sentuhan akhir dari proses di atas ialah mendoakannya agar menjadi pribadi yang lebih baik. Mohonkan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk membuka, melembutkan hatinya, dan memudahkan setiap proses perkembangan sosial emosional ke arah yang lebih baik di masa mendatang sehingga proses belajarnya tuntas dengan baik di sekolah sebagai bekal hidup di lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks.

Demikian beberapa hal yang dapat dijadikan referensi bagaimana cara menghadapi siswa yang bermasalah. Percayalah bahwa dalam proses belajar manusia, tidak ada yang ingin mendapat citra buruk di mata orang lain. Dalam hal ini, siswa yang menunjukkan perilaku-perilaku negatif, tujuan hidup dan belajarnya mereka belum terarah. Mereka belum sepenuhnya mengerti arti tanggung jawab dan konsekuensi perbuatan serta pentingnya memanusiakan manusia dengan baik.

Untuk itu, peran guru sebagai sahabat siswa juga penting agar mereka bisa terbuka, nyaman, dan aman berada di sekitar kita untuk menjadi sosok yang tidak hanya memfasilitasi kebutuhan belajar secara akademik belaka, namun juga kebutuhan perkembangan sosial emosional mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun