Mohon tunggu...
Hesti CS
Hesti CS Mohon Tunggu... Lainnya - Bank Indonesia

Analis

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Asean Matters: Masa Depan Kendaraan Listrik di ASEAN

31 Mei 2023   21:37 Diperbarui: 31 Mei 2023   22:58 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Permintaan energi dalam sektor transportasi meningkat dan menghasilkan jumlah gas rumah kaca yang tinggi. Kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV) diperkenalkan untuk mengurangi efek emisi gas rumah kaca yang semakin memburuk. 

EV telah berhasil diterapkan di negara-negara terkemuka seperti China, Eropa, dan Amerika Serikat karena kebijakan yang disusun mendukung perkembangan EV dan infrastruktur EV yang lengkap (Pengisi Daya, Bengkel, dan Aksesoris). ASEAN mengikuti negara-negara tersebut untuk menjadi pusat perkembangan EV selanjutnya.

Hasil KTT ASEAN tahun 2023 di Indonesia menghasilkan deklarasi dimana negara-negara ASEAN sepakat untuk mengembangan EV bersama-sama. Berdasarkan deklarasi ini, Negara-negara ASEAN mulai untuk memikirkan pergerakan (shifting) penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan bebas polusi.

Prospek pengembangan EV di ASEAN cukup besar. ASEAN merupakan salah satu wilayah yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cepat dan populasi yang besar. Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran perlunya mengurangi polusi dan mengatasi perubahan iklim semakin meningkat di kawasan ini. Sebagai hasilnya, negara-negara ASEAN semakin fokus untuk mengadopsi teknologi ramah lingkungan seperti kendaraan listrik.

Keterlibatan negara-negara ASEAN dalam Implementasi EV yang efektif tidak hanya membutuhkan keterlibatan pemerintah, tetapi juga swasta dan konsumen. Survei dari penelitian Jamaludin dkk (2021) menunjukkan keterlibatan Industri (43%), Pemerintah (36%), dan Akademisi (21%) memberikan peran penting untuk pengembangan EV di ASEAN. Oleh karena itu, kolaborasi antar stakeholders menjadi penting untuk perkembangan EV di ASEAN.

Adopsi EV di negara-negara ASEAN tentu berbeda dari satu negara ke negara lain. Beberapa negara sudah mampu memproduksi kendaraan listrik sendiri dan negara yang lain hanya mampu menggunakan saja (menjadi konsumen). Penelitian Jamaludin dkk (2021) juga memetakan kesiapan dalam mengimplementasikan EV di ASEAN meliputi :

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Dari gambar diatas menunjukkan hampir semua negara ASEAN sedang mengembangkan EV dengan berbagai cara dan strategi. Indonesia, sebagai Ketua ASEAN tahun 2023, mengusulkan untuk membuat deklarasi bersama tentang pengembangan ekosistem EV regional yang akan disahkan pada KTT ASEAN Mei 2023. Deklarasi ini bertujuan untuk mendorong harmonisasi standar teknis, insentif fiskal, dan infrastruktur pengisian listrik di kawasan. 

Selain Indonesia, negara-negara ASEAN lain yang juga aktif dalam mengembangkan EV adalah Thailand, Malaysia, Singapura, dan Vietnam. Thailand memiliki Undang-Undang Kendaraan Listrik yang memberikan insentif pajak dan bea masuk bagi produsen dan konsumen EV2. Malaysia memiliki National Automotive Policy 2020 yang mencakup strategi untuk meningkatkan produksi dan konsumsi EV lokal. Singapura memiliki target untuk memiliki 60.000 titik pengisian listrik pada 2030. Vietnam memiliki rencana untuk membangun pabrik baterai litium-ion untuk mendukung industri EV.

Berdasarkan survei penelitian Jamaludin dkk (2021), untuk mempercepat tingkat adopsi EV di ASEAN, terdapat tiga faktor yang perlu diatasi untuk meningkatkan kelayakan dan daya tarik EV. Faktor tersebut meliputi total biaya kepemilikan, waktu pengisian dan infrastruktur pengisian daya, serta jarak tempuh.

Biaya EV

Hasil survei menunjukkan harga rata-rata EV di ASEAN berkisar antara USD 50.000 hingga USD 100.000. Rentang harga ini dianggap sebagai hambatan terbesar bagi konsumen ASEAN dalam membeli EV. 

Menurut laporan McKinsey (2019), konsumen mempertimbangkan EV, tetapi tidak banyak yang membeli. Penelitian McKinsey mengungkapkan bahwa biaya EV yang lebih tinggi dari kendaraan konvensional justru akan menjadi hambatan bagi adopsi EV. Untuk mengatasi masalah ini, negara-negara ASEAN harus mempertimbangkan total biaya kepemilikan yang mencakup semua biaya yang dikeluarkan selama siklus hidup kendaraan, dan membandingkannya dengan kendaraan Konvensional.

Harga pembelian awal hanya merupakan bagian dari biaya yang dibayarkan konsumen untuk memiliki EV mereka. Penghematan dapat diperoleh dari operasional harian karena tidak perlu menggunakan bahan bakar. Selain itu, kenaikan harga bahan bakar yang terjadi di hampir semua Negara ASEAN mampu memberikan motivasi pada calon pengguna EV untuk beralih dari mobil konvensional.

Namun bagaimana solusi jika kendala biaya ini dirasakan oleh konsumen di negara-negara ASEAN? Penelitian Jamaludin dkk (2021) menunjukkan beberapa opsi solusi dalam menghadapi kendala biaya dalam adopsi EV. Adapun hasil survei tersebut adalah :

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Gambar diatas menunjukkan beberapa opsi solusi untuk menyelesaikan permasalahan biaya adopsi EV untuk negara-negara ASEAN. Untuk memastikan keberhasilan adopsi EV di kawasan ASEAN, yaitu:

1.  Manfaat pajak bagi produsen EV

Memberikan manfaat pajak kepada produsen EV akan mendorong pertumbuhan industri kendaraan listrik di negara-negara ASEAN. Dengan memberikan insentif pajak seperti pembebasan pajak impor komponen dan perlakuan pajak yang menguntungkan, produsen akan didorong untuk meningkatkan produksi dan investasi di wilayah ini. Ini akan mendorong kompetisi dan pengembangan teknologi EV yang lebih baik, sehingga menghasilkan kendaraan listrik yang berkualitas tinggi dan terjangkau.

2.  Pembebasan pajak atas harga kendaraan

Pembebasan pajak atas harga kendaraan listrik di negara-negara ASEAN akan membuatnya lebih terjangkau bagi masyarakat. Dengan mengurangi atau bahkan menghapuskan pajak penjualan kendaraan listrik, harga jualnya dapat ditekan agar menjadi lebih kompetitif dengan kendaraan konvensional. Ini akan mendorong masyarakat di wilayah ASEAN untuk beralih ke kendaraan listrik, mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

3.  Pembebasan pajak bagi pengguna kendaraan

Pemerintah negara-negara ASEAN juga dapat memberikan pembebasan pajak kepada pengguna kendaraan listrik. Misalnya, memberikan pembebasan pajak kendaraan bermotor (PKB) bagi pemilik kendaraan listrik. Langkah ini akan mendorong lebih banyak orang untuk menggunakan kendaraan listrik sebagai alternatif yang ramah lingkungan, serta mengurangi beban finansial terkait kepemilikan kendaraan.

4.  Tarif khusus untuk pengisian daya EV

Menghadirkan tarif khusus untuk pengisian daya EV di negara-negara ASEAN adalah langkah penting untuk mendorong adopsi kendaraan listrik. Dengan menawarkan tarif listrik yang lebih murah atau paket tarif yang disesuaikan khusus untuk pengguna EV, pemerintah dapat mendorong pemilik kendaraan konvensional untuk beralih ke kendaraan listrik. Dalam hal ini, penting juga untuk mengembangkan infrastruktur pengisian daya yang luas, terjangkau, dan mudah diakses di seluruh wilayah ASEAN.

Dengan mengimplementasikan solusi-solusi tersebut, diharapkan adopsi kendaraan listrik di wilayah ASEAN dapat berjalan dengan baik. Insentif pajak bagi produsen dan pengguna kendaraan listrik akan mendorong pertumbuhan industri, sementara pembebasan pajak kendaraan dan tarif khusus untuk pengisian daya EV akan mempercepat adopsi kendaraan listrik di masyarakat.

Waktu pengisian dan kesiapan infrastruktur pengisian daya

Waktu pengisian dilihat sebagai tantangan besar bagi konsumen EV. Responden dalam survei penelitian Jamaludin dkk (2021) mengharapkan kendaraan listrik dapat mengisi daya baterainya dengan cara yang nyaman dan tanpa membuang waktu mereka. Hal ini dipandang logis karena pengisian daya yang lama menjadi salah satu hambatan dalam pengadopsian EV di negara-negara ASEAN.


Dok Pribadi
Dok Pribadi

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar konsumen di negara-negara ASEAN lebih memilih fasilitas pengisian disediakan di tempat kerja (workplace) mereka terlebih dahulu, diikuti oleh rumah (Home), stasiun pengisian publik (Public Charging Station), dan area parkir mal (Shopping Mall Parking Area). 

Dari pola ini, dapat disimpulkan bahwa masyarakat negara ASEAN  memilih area dimana mereka menghabiskan waktu terbanyak. Waktu yang lebih lama dihabiskan di satu area akan memungkinkan pengisian yang lebih lama tanpa terputus. Aksesibilitas dan interoperabilitas infrastruktur pengisian daya menjadi sumber kekhawatiran utama bukan hanya bagi konsumen EV, tetapi juga pemerintah dan utilitas publik.

Untuk meningkatkan pengembalian investasi pembangunan Infrastruktur EV di negara-negara ASEAN, pengembangan strategi ekonomi ASEAN harus mempertimbangkan implementasi prioritas lokasi pengisian daya yang dioptimalkan berdasarkan permintaan, dan memperkenalkan solusi digital (misalnya aplikasi untuk memantau persentase pengisian daya saat konsumen jauh dari mobil mereka) untuk kenyamanan konsumen. Inisiatif ini telah diperkenalkan oleh General Motors melalui aplikasi Ultium Charge 360 mereka yang akan memungkinkan pengemudi mengakses informasi baterai EV, menemukan stasiun pengisian yang tersedia sepanjang rute, dan menyediakan fitur plug in dan pay. Menurut Ramer (2021), CEO EV Connect, transisi digital ini dapat meningkatkan transparansi data, meningkatkan profitabilitas bisnis pengisian daya EV (ROI yang lebih baik), meningkatkan strategi, dan pada saat yang sama menjaga kepuasan pengemudi.

Jarak tempuh

Temuan lain dalam survei Jamaludin dkk (2021) menyoroti jarak tempuh yang lebih pendek antara EV dengan mobil Konvensional. Kendala jarak menjadi salah satu kekhawatiran utama yang menghambat adopsi EV di negara-negara ASEAN. Kondisi ini memicu rasa takut terjebak di jalan yang menambah waktu, ketidaknyamanan, dan stres dalam perjalanan. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan kurangnya infrastruktur pengisian daya dan menyebabkan hambatan lebih lanjut terhadap adopsi EV.

Oleh karena itu penelitian tentang daya tahan dan waktu charging  baterai kendaraan EV menjadi hal yang wajib diteliti sebelum implementasi EV secara massal di negara-negara ASEAN. Jika kendala jarak tempuh sudah terselesaikan, adopsi kendaraan EV di negara-negara ASEAN menjadi lebih mudah untuk diterima dan dikembangkan.

Dari tanggapan survei, jelas terlihat bahwa negara-negara ASEAN menerima ide untuk beralih ke kendaraan listrik. Survei ini berfokus pada bagaimana tindakan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman dapat mempengaruhi adopsi kendaraan listrik. 

Pendidikan dan insentif juga menjadi kunci dalam memperluas pasar EV; pembuat kebijakan dan produsen dapat fokus pada mendidik konsumen terlebih dahulu dengan mempromosikan manfaat EV untuk mengatasi miskonsepsi di kalangan publik, dan pada saat yang sama, merancang strategi untuk mendorong transisi ke EV seperti implementasi infrastruktur, insentif keuangan, dan non-keuangan. EV adalah masa depan, dan teknologinya sedang berkembang dengan cepat. 

Negara-negara ASEAN perlu mempersiapkan transisi ke kendaraan listrik dengan baik, atau akan kehilangan waktu, energi, dan sumber daya berharga untuk mengejar ketertinggalan. Namun, hasil ini tidak mewakili seluruh populasi secara keseluruhan karena hanya didasarkan pada 28 responden. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data yang lebih reliabel dan akurat di masa depan, diperlukan sampel yang lebih besar agar semua subkelompok di ASEAN terwakili.

Masa depan kendaraan listrik

Masa depan kendaraan listrik di ASEAN menunjukkan potensi yang sangat menjanjikan. Sebagai blok ekonomi yang terdiri dari sepuluh negara anggota, ASEAN memiliki kesempatan untuk mengadopsi kendaraan listrik dan mempromosikan mobilitas berkelanjutan di wilayah ini.

Momentum KTT ASEAN tahun 2023 memicu negara-negara ASEAN untuk ikut mengembangkan EV untuk tahun-tahun mendatang. Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Singapore menjadi negara yang sedang membangun infrastruktur EV dan mencoba memproduksi EV secara massal agar dapat memenuhi permintaan pasar.

Walaupun banyak tantangan yang dihadapi oleh negara-negara ASEAN dalam mengimplementasikan EV seperti mahalnya biaya adopsi, kurangnya infrastruktur, dan jarak tempuh yang rendah akan mampu terselesaikan seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, cepat atau lambat dengan keadaan lingkungan yang semakin memburuk, berkembangnya penelitian tentang EV, dan regulasi pemerintah akan EV akan memaksa masyarakat untuk shifting dari kendaraan konvensional ke Electric Vehicle (EV).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun