Seorang peneliti mengumpulkan mikroplastik di perairan Manta Bay, Nusa Penida, Bali. Foto : Marine Megafauna Foundation
Dalam kehidupan tentunya kita tidak lepas dari bahan dasar yang berasal dari plastik, namun kemanakah perginya plastik tersebut usai kita gunakan? Akankah dia akan terurai atau bahkan bisa menyebabkan bahaya bagi lingkungan sekitar? Masyarakat dapat berasumsi bahwa serpihan plastik atau biasa disebut dengan mikroplastik yang digunakan akan hilang begitu saja, padahal dapat mengancam kesehatan dan membawa ancaman bagi lingkungan. Â
Saat ini mikroplastik di indonesia telah menjadi perbincangan hangat bagi berbagai pihak. Pulau Jawa merupakan wilayah penghasil mikroplastik terbesar, kemudian diikuti Pulau Sumatera dan Pulau Sulawesi, hal ini telah dibuktikan dalam penelitian oleh Basri et, al. (2021). Sumber limbah mikroplastik yang banyak ditemukan berasal dari limbah kantong-kantong plastik baik kantong plastik yang berukuran besar maupun kecil, bungkus nasi atau styrofoam, kemasan-kemasan makanan siap saji dan botol-botol, minuman plastik. Jenis limbah tersebut akan terlihat mengapung di permukaan air  beda halnya jika sudah menjadi Mikroplastik yang dapat ditemukan di dasar laut.
Bahkan berita mengenai mikroplastik dapat dijumpai pada burung camar yang mati dengan perut penuh dengan serpihan plastik dan tutup botol plastik. Pencemaran mikroplastik akan berbahaya terhadap kesehatan  karena mengandung zat aditif. Berbagai organisme dapat terpapar, di lautan mikroplastik dimulai dari ikan kecil memakan plankton yang sudah tercemar, kemudian ikan kecil tersebut dimakan oleh ikan yang lebih besar dan terus berlanjut hingga sampai akhirnya ke dalam ikan yang sering kita makan dan pastinya berbahaya bagi kesehatan.
Ancaman Bagi Ekologi dan Biota di Lautan
Isu mengenai mikroplastik telah menyadarkan banyak orang mengenai potensi bahaya yang mengincar biota laut. Banyak penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik telah memasuki saluran pencernaan ikan dan zooplankton. Mikroplastik yang dimakan oleh zooplankton akan menyebabkan mereka makan lebih lambat. Ini karena mikroplastik masuk ke saluran pencernaan dan menumpuk, membuat biota terasa cepat kenyang.
Mikroplastik juga memiliki efek akut dan kronis pada zooplankton. Efek akut terlihat dari pengaruh konsentrasi mikroplastik yang menyebabkan kematian hingga 50% atau  dikenal dengan uji toksisitas EC50. Hasil pengujian menunjukkan bahwa mikroplastik tidak memberikan efek akut pada Daphnia magna selama 48 jam tetapi memiliki efek akut (kematian) selama 120 jam. Mikroplastik ini juga dianalisis pada setiap siklus hidup dan menunjukkan bahwa juvenil (50%) lebih sensitif. dibandingkan orang dewasa dengan konsentrasi  30 g/ml. Adanya mikroplastik pada biota perairan jaringan tubuh  dapat mengganggu sistem pencernaan. Konten plastik kimia  juga akan diserap ke dalam tubuh biota akuatik, sehingga jika dikonsumsi oleh manusia  terjadi beracun.
Ancaman Bagi Organisme di Daratan
Mikroplastik ditemukan di daratan lebih berbahaya daripada di lautan. Mikroplastik juga dapat berinteraksi dengan fauna tanah dan mempengaruhi fungsi kesehatan bahkan kondisi tanah. Mikroplastik dalam tanah mempengaruhi kesesuaian cacing tanah dan kondisi tanah. Oleh karena itu, lumpur ini sering digunakan sebagai pupuk. Beberapa spesies mikroplastik menunjukkan sifat yang dapat berdampak langsung pada ekosistem. Misalnya,permukaan potongan plastik kecil  dapat mengandung organisme patogen dan bertindak sebagai vektor penularan penyakit di lingkungan.
Biasanya, ketika partikel plastik rusak, mereka memperoleh sifat fisik dan kimia baru. Jelas berbahaya karena akan meningkatkan risiko efek toksik toksik pada organisme. "Efek toksik sangat mungkin terjadi. Semakin banyak mempengaruhi spesies dan fungsi ekologis," katanya. Tim peneliti menemukan bahwa efek kimia sangat bermasalah pada fase dekomposisi. Misalnya, aditif seperti ftalat dan bisfenol A telah dilepaskan Dari Persian partikel plastik.Aditif ini dikenal karena efeknya dan berpotensi mengganggu sistem hormonal tidak hanya pada vertebrata, tetapi juga pada beberapa invertebrata.
Selain itu, partikel berukuran nano dapat menyebabkan peradangan. Itu bisa terjadi saat mereka melewati membran selektif, seperti penghalang darah-otak atau plasenta. Di dalam sel itu, mereka dapat memicu perubahan ekspresi dan reaksi biokimia. Efek jangka panjang dari perubahan ini memang belum cukup dieksplorasi. Namun telah ditunjukkan, ketika melewati sawar darah-otak, nano plastik memiliki efek perubahan perilaku pada ikan. Lebih parahnya lagi, ternyata partikel plastik sudah terdeteksi pada banyak makanan. Akibatnya, manusia juga menelan mikroplastik tidak hanya melalui makanan, tapi juga garam, gula, dan bir. Bahkan mungkin saja akumulasi bahan plastik di organisme darat sudah umum di mana-mana. Misalnya, karena terakumulasi dalam dan jamur berserabut, asupan dan serapan mikroplastik kecil bisa berubah menjadi faktor stres jangka panjang principle baru bagi lingkungan.