Mohon tunggu...
Hesdo Naraha
Hesdo Naraha Mohon Tunggu... Freelancer - Sharing for caring by "Louve" from deep Instuisi-Ku

God Is Good All The Time 💝

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kesehatan Jiwa sebagai Tanggung Jawab Personal

11 Oktober 2023   00:26 Diperbarui: 11 Oktober 2023   00:30 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kesehatan jiwa atau mental health kini menjadi salah satu isu penting yang telah menyerap atensi banyak orang di mana saja. Hal ini tentunya sejalan dengan meningkatnya kesadaran setiap orang tentang pentingnya menjaga kesehatan jiwa, meskipun dalam kultur, doktrin, dan perspektif yang berbeda tentu membentuk beragam cara dalam menjaga kesehatan jiwa. 

Namun satu hal penting yang perlu disyukuri saat ini, yaitu kesadaran akan kesehatan jiwa bukan lagi sebuah kondisi supranatural yang hanya berkaitan dengan roh jahat dan segala urusan dosa, kutukan, serta iblis; sebagaimana keyakinan pada abad pertengahan, dengan begitu kejam telah meninggalkan stigma tersebut dalam Sejarah panjang kesehatan jiwa di dunia.

Setiap tahun peringatan Hari Kesehatan Jiwa atau World Mental Health Day terus dilakukan, 10 Oktober telah didedikasikan secara internasional sebagai tanggal untuk mengomunikasikan pentingnya menjaga, merawat, dan mencapai kesehatan jiwa. 

Tahun ini, World Health Organization (WHO) menetapkan "Mental health is a universal human right" sebagai tema dalam peringatan hari kesehatan jiwa 2023. 

Berangkat dari kesadaran bahwa kesehatan jiwa adalah bagian dari hak manusia, sehingga penting untuk diakui dan didukung secara penuh melalui berbagai upaya agar tercapai kondisi jiwa atau mental yang sehat.

Selain daripada itu, tema hari kesehatan jiwa tahun ini juga secara khusus berbicara dari perspektif kelompok terisolir, yang mana hak-haknya termasuk hak atas kesehatan jiwa sering kali terabaikan. 

Kendati demikian, pertanyaan paling mendasar yang kemudian muncul yaitu: Siapakah yang bertanggung jawab atas urusan kesehatan jiwa?

Welas diri sebagai refleksi jiwa yang sehat 

Berbagai riset dalam bidang psikologi secara konsisten menunjukkan bahwa kesehatan jiwa merupakan kondisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. 

Adapun yang umumnya ditemukan adalah dukungan sosial, resiliensi, penyesuaian diri, kesejahteraan subjektif, hingga kualitas pendidikan, pernikahan, dan relasi sosial yang baik. 

Walaupun demikian, kesehatan jiwa sebagai suatu kondisi internal tentunya tidak terlepas dari sikap dan tindakan individu terhadap dirinya sendiri, sehingga perlu untuk pahami bahwa setiap individu sebenarnya bertanggung jawab atas kesehatan jiwa di dalam dirinya sendiri.

Perlakuan yang hangat dan penuh kebaikan terhadap diri sendiri merupakan bentuk kasih sayang atau Self-compassion, yang seharunya dilakukan oleh setiap orang. 

Sayangnya, tindakan baik seringnya dilakukan hanya sebagai bentuk tanggung jawab moral, sehingga individu cenderung bertindak baik pada orang-orang di sekitarnya namun menjadi lebih keras terhadap diri sendiri. 

Oleh karena itu, Kristin Neff dan Marissa Knox pada tahun 2017 di dalam artikelnya yang berjudul "Self-compassion" menuliskan bahwa, pandangan mengenai self-compassion sebetulnya ditujukkan untuk membangun kesadaran personal mengenai pentingnya bersikap baik dan bertindak penuh kasih sayang terhadapa diri sendiri.

Sekelompok peneliti dari Universitas Pelita Harapan dan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya menuliskan dalam Jurnal Psikologi Ulayat, bahwa Self-compassion dalam Bahasa Indonesia dapat dimaknai sebagai "Welas diri" (Sugianto, Suwartono, & Sutanto, 2020). 

Makna welas diri sebenarnya berasal dari konsep welas asih yang merupakan salah satu nilai dalam kebudayaan Jawa, dari sisi kesamaan keduanya merupakan bentuk tindakan empati yang melibatkan kepedulian, perasaan penuh kasih sayang, dan dorongan untuk membantu. 

Perbedaannya terletak pada subjek yang menjadi sasaran tindakan tersebut, welas asih secara khusus ditujukkan kepada orang lain, sementara welas diri atau self-compassion ditujukkan kepada diri sendiri.

Hal ini menunjukkan bahwa tindakan welas diri sebagai bentuk sikap yang positif terhadap diri sendiri sebetulnya penting untuk dimiliki, dan dipraktikan oleh setiap orang. Oleh karena tindakan penuh kasih sayang tentunya berdampak positif bagi kesehatan jiwa seseorang. 

Setiap orang tentu saja mengalami berbagai situasi yang berbeda-beda di dalam kehidupannya, kendati begitu merespon situasi yang tidak menyenangkan dengan sikap positif, tidak menyalahkan diri secara berlebihan, berusaha bangkit dan menyelesaikan persoalan serta bertahan sampai akhir merupakan bentuk nyata welas diri. Sehingga dapat dikemukakan bahwa seseorang yang memiliki welas diri, dapat merefleksikan kondisi jiwa yang sehat di dalam dirinya.

Sejalan dengan itu, Albert Bandura seorang Psikolog dan teoritis dalam bidang Psikologi Sosial-Kognitif, menyatakan bahwa relasi sosial antara individu dengan lingkungan juga memiliki peran penting dalam kesehatan jiwa. 

Hal ini didasarkan pada premis mengenai hubungan resiprokal bahwa keberadaan seseorang di dalam lingkungan dapat mempengaruhi terjadinya perubahan di dalam lingkungan, sebaliknya lingkungan tersebut dapat juga mempengaruhi perubahan orang-orang yang ada di dalamnya. 

Berdasarkan pemahaman itulah, maka kesehatan jiwa sebagai suatu upaya personal sebetulnya dapat menjadi salah satu komponen penting, yang turut berkontribusi atas kesehatan jiwa secara global.

Pada akhirnya kesehatan jiwa merupakan kesadaran personal yang seharusnya lahir dari dalam hati setiap manusia, sehingga memiliki untuk bertindak baik pada orang lain seharusnya juga mendorong keinginan untuk berindak baik pada diri sendiri. 

Karena tindakan baik pada diri adalah salah satu cara untuk membentuk jiwa yang sehat, merawat akal dan perasaan yang positif, serta mendukung kehidupan yang lebih baik.

Selamat Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 

Selamaat Merayakan Hidup

***

Referensi:

Neff, K., & Knox, M. C. (2016). Self-compassion. Mindfulness in positive psychology: The science of meditation and wellbeing, 37, 1-8.

Sugianto, D., Suwartono, C., & Sutanto, S. H. (2020). Reliabilitas dan validitas self-compassion scale versi Bahasa Indonesia. Jurnal Psikologi Ulayat, 7(2), 177-191.

WHO. (2023). Our minds, our rights. World Health Organization. Diakses pada 10/10/2023. Melalui: https://www.who.int/campaigns/world-mental-health-day/2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun