Mohon tunggu...
Hesdo Naraha
Hesdo Naraha Mohon Tunggu... Freelancer - Sharing for caring by "Louve" from deep Instuisi-Ku

God Is Good All The Time 💝

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

From Heart to Heart: Menemukan dengan Keraguan, Menjalani dengan Paksa, Lalu Memahami dengan Cinta

30 Juli 2020   09:00 Diperbarui: 30 Juli 2020   09:16 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto 1: Zaki seorang ABK yang dapat bernyanyi dengan bagus ketika distimuli dengan nuansa berada di WC / eeshape.com)

"Sebuah refleksi dalam memaknai setiap peristiwa hidup. Terinspirasi dari Film Simfoni Luar Biasa (2011)"

Hidup adalah serangkaian peristiwa yang tidak dapat ditebak. Para pujangga menuliskan banyak dalam tiap baris syairnya yang indah, konon kata mereka hidup adalah misteri, semenit yang akan datang pun tak ada yang tahu; apa jadinya hidup ini dikemudian waktu. 

Frasa tentang roda kehidupan ialah diksi puitis yang penuh makna -kadang kita diatas; kadang kita dibawah, tidak satu pun dari kita yang mampu menebaknya- begitu kira-kira makna sederhana yang sering diuraikan mengenai hidup bak roda yang berputar.

Tidak semua orang dapat menyadari makan hidup yang sesungguhnya, bahkan makna hidup pun tidak dapat dipahami sekilas saja karena setiap orang menginterpretasikan life meaning-nya dengan cara yang berbeda-beda. 

Sebuah peristiwa duka dapat menjadi sumber inspirasi; dalam kedukaanlah seseorang memahami arti hidup yang sesungguhnya "apakah hidup adalah kefanaan yang pasti?" dan berbagai penghayatan lainnya.

Sebaliknya sebuah peristiwa penuh suka dapat juga memberikan pembelajaran kepada siapa saja mengenai arti hidup; seringnya diungkapkan dalam kalimat puitis seperti ini "kemarin adalah mendung, hari ini adalah cerah. Sedih-ku telah pergi, bahagia-ku pun dimulai." 

Apapun bentuknya pada hakikatnya setiap orang akan tiba pada suatu titik dimana dia menyadari bahwa hidup penuh dengan misteri, ada suka, ada pula duka, dan disaat itulah seseorang mungkin menemukan makna hidup yang sesungguhnya.

Belajar dari Kejatuhan, dan Sebagian dari Kepasrahan 

"Untuk apa aku hidup?" sebuah pertanyaan klasik bernuansa filsafat yang sudah dipertanyakan sejak berabad-abad lalu, jauh sebelum para pakar fenomenologis akhirnya dapat menjelaskan dari perspektifnya perihal hidup yang penuh peristiwa, dalam memberikan makna dan pembelajaran yang sesungguhnya.

Seorang muda bernama Jayden adalah tokoh utama dalam Film Simfoni Luar Biasa (sebuah film yang mengisahkan perjalanan hidup seorang pemuda dalam pencarian jati dirinya; bahwa apakah yang bisa dilakukannya? Pemuda tersebut tidak pernah membayangkan perjalanan hidupnya akan diwarnai oleh sebuah perjumpaan dengan anak-anak berkebutuhan khusus pada salah satu SLB di Jakarta.

Perjumpaan mereka berbuahkan munculnya respect, berbagai pilihan diperhadapkan kepadanya, dan akhirnya sang pemuda memutuskan menjadi seorang tenaga pengajar disekolah tersebut, tanpa bekal ilmu dan keahilan. 

Hanya berbekal semangat, pasrah, ingin mencoba, dan belajar dari pengalaman membuatnya bertahan, hingga berkahir pada sebuah pencapaian bersama, yaitu: ABK didikannya berhasil tampil luar biasa dalam lomba paduan suara anak ditingkat regional di Jakarta). 

Saya memilih Jayden sebagai tokoh utama dalam tulisan ini karena dia adalah gambaran dari realitas kehidupan pemuda pada umumnya. Walaupun Film ini sudah ditayangkan perdana sejak 27 September tahun 2011 lalu, artinya sudah sembilan tahun yang lalu persis dihari ulang tahun saya yang kesebelas. Namun begitu banyak nilai berharga yang didapatkan dari film ini. Satu di antaranya Belajar dari Kejatuhan, dan Sebagian dari Kepasrahan. 

Setiap manusia pernah mengalami yang namanya "kejatuhan" bukan berarti jatuh dengan motor atau jatuh dari ketinggian, tetapi makna kejatuhan disini ialah menerima kenyataan yang pahit atas sebuah kegagalan dalam mengejar suatu pencapaian yang pada nyatanya gagal atau tidak berhasil dikejar, atau justu nyaris didapati namun lepas dari genggaman. Apakah ini artinya tidak berjodoh? Belum rezeki? Atau memang kita yang kurang berusaha?

Apapun jawabannya yang kita terima, baik jawaban orang lain maupun refleksi kita sendiri; sejatinya poin paling terakhir adalah hal paling masuk akal yang harus diperhatikan. Tidak berjodoh dan belum rezeki mungkin saja menjadi alasan yang kuat, tetapi keduanya terlalu naif untuk diterima begitu saja, selain kita melihat jawaban yang rill dari diri kita sendiri "apakah saya sudah berusaha keras?" haruslah menjadi pertanyaan dasar sekaligus menjadi cerminan untuk kita mengevaluasi diri.

Satu fakta yang melatar-belakangi banyak orang dalam beralasan bahwa "saya tidak salah, justru karean tidak berjodoh dan belum rezeki, artinya saya telah kehilangan kesempatan. So, untuk apa saya harus menyalahkan diri sendiri atau membuang-buang waktu mengevaluasi diri?" 

Menurut Theron Dumont seorang penulis dari abad ke-19 dalam bukunya "The Power Of Concentration" Dia menyatakan bahwa "Aku kehilangan kesempatan; ujar seseorang. Ini mungkin saja benar, tetapi dengan kekuatan hasrat, kita bisa menemukan cara untuk mendapatkan kesempatan yang lain. Tidak benar ungkapan yang menyatakan bahwa kesempatan hanya datang sekali seumur hidup. Kenyataannya, kesempatan tidak pernah mencari kita; kita yang harus mencarinya."

Pertama kali membaca tulisannya Dumont, saya benar-benar kagum dan takjub dengan bagian yang dikutip, dan akhirnya saya tiba pada kesepakatan diri bahwa benar it's not true that opportunity only comes once. 

Artinya adalah dari kejatuhan yang pernah dialami kita belajar untuk memaknai hidup yang sesungguhnya; bahwa hidup tidaklah pasif, tetapi aktiv, ketika kita memandang hidup itu penuh dengan kegagalan maka kita pun membentuk diri menjadi seorang yang hanya siap melihat kegagalan, dan bukan kemenangan.

Cogito Ergo Sum adalah Filsafat dari Renne Desscartes yang menyatakan bahwa apa yang kita pikirkan menggambarkan keadaan kita, termasuk bagaimana diri kita yang sebenarnya adalah hasil dari olah pikir kita sendiri. 

Sehingga perlu untuk kita melihat bahwa kejatuhan mengajarkan kita untuk belajar "berani menatap cermin" melihat diri kita yang utuh dan rill lalu berani untuk mengkritik diri sendiri; maka mungkin saja kita berada pada fase awal menjadi pemenang, yaitu: membenahi diri untuk menatap kemenangan didepan nanti.

From Heart To Heart 

Para pakar Psikologis menyatakan bahwa jawaban yang bersifat emosional seringkali bukanlah realitas yang utuh dari hasil olah pikir atau proses kognitif seseorang, sebab sebuah jawaban yang diberikan dalam keadaan emosi yang tidak stabil; misalnya sedang menangis, akan berdampak pada keputusan batiniah yang mengedepankan keadaan hati yang sedang sedih; sehingga kemungkinan adanya ketidak-konsistenan jawaban adalah 85% karena disaat sedang bahagia tentu jawabanya akan berbeda.

From Heart To Heart adalah subjektif paling emosional, karena komponen didalamnya akan melibatkan hati dalam keadaan apapun. Berani menerima penolakan sangatlah maskulin bagi seorang pria, lalu berani menerima sebuah pernyataan cinta sangatlah manusiawi bagi seorang perempuan yang sedang kesepian (Walaupun tidak semua perempuan kesepian selalu mengiinkan cinta dalam relasi romantis).

Masih seputar Film Simfoni Luar Biasa. Seorang pendongeng Rona Mentari pernah berkata "jika ingin beraktivitas dengan anak-anak sebaiknya jangan mudah baperan. 

Anak-anak sangat mudah untuk menolak juga menerima, pun sebaliknya sulit untuk menerima." Artinya kehadiran seorang asing atau orang baru dalam kehidupan mereka pelru adanya waktu untuk beradaptasi lebih lama, hingga merasa lebih aman, nyaman dan akhirnya mereka bersedia untuk high five saja, rasanya sudah cukup mendapatkan jawaban bahwa mereka menerima keberadaan orang asing tersebut.

Jayden yang awalnya adalah seorang musisi di Kota Manila, Filipina datang ke Indonesia untuk tinggal bersama Ibu kandungnya yang sudah menikah lagi. Berbeda dengan kisah bawang putih dan bawang merah, Jayden justru sangat disayang oleh Ayah Tirinya dan juga Karisa adik Tirinya. Perjalanan hidup Jayden di Indonesia dengan berbagai pengalamannya banyak dimulai ketika dia menerima keberadaan orang lain didalam hubungannya dengan Ibunya.

Suatu hari Jayden diajak oleh Ibunya untuk mengunjungi SLB yang dikelolah oleh Yayasan milik Ibunya. Singkat cerita kedatangan Jayden bersama ketua Yayasan, yaitu Ibunya sendiri mendapat sambutan hangat dari Kepala Sekolah dengan semua Guru. Mulai dari depan pintu masuk hingga 5 kelas dilewati rasanya hanya pemandangan indah saja yang didapati, namun ketika tiba pada kelas musik terlihat kedaan kelas yang begitu kacau.

Guru yang menghandel kelas musik hanyalah satu orang, sementara siswa dikelas cukup banyak, anak-anak sulit kontrol dan diatur, hingga akhirnya Jayden menjadi respect melihat keadaan kelas yang begitu ramai. Dia mendapati sebuah gitar dipojok kelas, petikan-petikan dawainya mampu menenangkan ruang kelas; anak-anak menjadi lebih tenang, terlihat mereka sangat menikmatinya.

Menyentuh dari hati ke hati memang memerlukan adanya respect; kepekaan dan kepedulian adalah aspek paling dasar dari empatis. Rupanya Jayden memilikinya; jika diawal saya mengatakan bahwa kehidupan Jayden adalah realita kehidupan pemuda masa kini: lantas apakah kesamaan pada respect ini, juga ada?

Kadang kala kita mengabaikan banyak hal yang ada disekitar kita, mungkin karena tidak kelihatan; atau kita tidak peka; atau justru kita yang sengajah --seakan-akan tak ada apa-apa- seperti halnya lirik lagu seorang Diva tanah air: Ruth Sahanaya "astaga apa yang sedang terjadi, oho astaga hendak kemana semua ini? Bila kaum mudah sudah tak mau lagi peduli, mudah putus asa dan kehilangan arah." Lagu ini menjadi salah satu best song-nya Uteh (sapaan khas bagi Ruth Sahanaya) yang rilis sekitar tahun 80-an dan masih disukai sampai sekarang.

Sekilas dari penggalan lirik diatas, saya menyadari bahwa touching by heart to heart mungkin makin menipis, kian menghilang dan sulit ditemukan. Sehingga hal penting dari yang membuat saya terinpirasi dari Film Simfoni Luar Biasa adalah kita kadang perlu jalan lebih jauh dalam mencari makna hidup yang sesungguhnya, bahkan kita perlu jatuh dulu, lalu pasrah menerimanya. 

Tetapi ingatlah kesempatan untuk bangkit selalu ada --menanti kita mendapatkannya- hingga akhirnya kita sadar bahwa hanya dengan heart to heart kita mampu menemukan apa yang yang sudah disediakan semesta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun