Seringkali kita mengatakan bahwa kita, memang tidak menyamakan orang dengan diri kita, tetapi perlakuan kita kepada mereka seyogyanya adalah sesuai kehendak kita; seakan-akan dia akan menerima begitu saja.
Kejadian seperti ini selalu terjadi! Ketika orang memproyeksikan orang lain dengan dirinya sendiri. Hal inilah yang seringkali membuat orang lain yang sensitive akan mudah merasakan tidak nyaman: ingat bahwa sensitive bukan berarti “baper” melainkan dia merasakan adanya hal yang tidak pantas terjadinya padanya. Sehingga ketika dia marah, ITU WAJAR!
Manusia bukan robot
Perspektif humanistik (manusiawi) mengajarkan kita untuk tidak memandang orang lain dengan menggunakan cerminan diri kita, melainkan kita memandangnya secara utuh sebagai dirinya sendiri tanpa meksakannya menjadi berbeda dari dirinya sendiri.
Fakta yang terjadi banyak anak-anak remaja atau bahkan dewasa awal (18- 21 tahun) yang mengalami dilematis sosial, karena terlalu banyak tuntutan yang memaksa mereka untuk memenuhinya; tanpa melihat bagaimana perasaan mereka yang menjalaninya seakan tidak mendapat kebebasa sebagai MANUSIA CIPTAAN TUHAN YANG DIBERIKAN HAK HIDUP DALAM KEMERDEKAAN.
Aturan sosial datangnya dari keluarga dan lingkungan luar (sekolah, kampus, aturan pemerintah, dsb). Berbagai aturan dalam keluarga seringkali didasarkan pada pengalaman empiris ayah dan ibu, lalu apakah itu relevan?
Saya mengatakannya TIDAK SAMA SEKALI! Keluarga yang humaanis adalah keluarga yang mengedepankan participative designe artinya dalam menetapkan aturan keluarga anak-anak secara terbuka diberikan hak untuk turut menyumbangsikan ide, serta gagasan.
Namun kenyataannya prinsip ini hanyalah omong kosong; karena orang tua sebagai figur otoriter memegang kendali yang penuh atas segala pergerakan anak-anak.
Dampak yang muncul ialah anak menjadi tidak berkembang sebagaimana dia dalam dunianya, sebab terlalu banyak aturan yang mengekang, menekan serta memaksa untuk menjadi anak sesuai keinginan Ayah dan Ibu.
Padahal anak seharusnya bertumbuh sebagaimana dirinya sendiri, bukan sebagaimana keinginan Ayah dan Ibu yang penuh dengan penentangan terhadap aktualisasi potensi serta diri anak.