Mohon tunggu...
Hesdo Naraha
Hesdo Naraha Mohon Tunggu... Freelancer - Sharing for caring by "Louve" from deep Instuisi-Ku

God Is Good All The Time 💝

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Manusia Bukan Robot, Perubahan adalah Hasil Refleksi dan Proses Belajar, Tidak Instan dan Butuh Waktu

17 April 2020   23:00 Diperbarui: 17 April 2020   23:35 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seringkali kita mengatakan bahwa kita, memang tidak menyamakan orang dengan diri kita, tetapi perlakuan kita kepada mereka seyogyanya adalah sesuai kehendak kita; seakan-akan dia akan menerima begitu saja.

Kejadian seperti ini selalu terjadi! Ketika orang memproyeksikan orang lain dengan dirinya sendiri. Hal inilah yang seringkali membuat orang lain yang sensitive akan mudah merasakan tidak nyaman: ingat bahwa sensitive bukan berarti “baper” melainkan dia merasakan adanya hal yang tidak pantas terjadinya padanya. Sehingga ketika dia marah, ITU WAJAR!

Manusia bukan robot 

4-kontroversi-manusia-yang-harus-jadi-robot-agar-tak-tereliminasi-5e99dac0097f363d353a92e2.jpeg
4-kontroversi-manusia-yang-harus-jadi-robot-agar-tak-tereliminasi-5e99dac0097f363d353a92e2.jpeg
Kita sering mendengar bahwa banyak orang tua ingin agar anaknya bisa patuh, taat, serta mengikuti segala aturan dan keputusannya. Sekilas jika kita melihat dari perspektif normatif tentu hal ini memang harus terjadi, tapi bagaimana dengan perasaan anak itu sendiri?

Perspektif humanistik (manusiawi) mengajarkan kita untuk tidak memandang orang lain dengan menggunakan cerminan diri kita, melainkan kita memandangnya secara utuh sebagai dirinya sendiri tanpa meksakannya menjadi berbeda dari dirinya sendiri. 

Fakta yang terjadi banyak anak-anak remaja atau bahkan dewasa awal (18- 21 tahun) yang mengalami dilematis sosial, karena terlalu banyak tuntutan yang memaksa mereka untuk memenuhinya; tanpa melihat bagaimana perasaan mereka yang menjalaninya seakan tidak mendapat kebebasa sebagai MANUSIA CIPTAAN TUHAN YANG DIBERIKAN HAK HIDUP DALAM KEMERDEKAAN.

Aturan sosial datangnya dari keluarga dan lingkungan luar (sekolah, kampus, aturan pemerintah, dsb). Berbagai aturan dalam keluarga  seringkali didasarkan pada pengalaman empiris ayah dan ibu, lalu apakah itu relevan? 

Saya mengatakannya TIDAK SAMA SEKALI! Keluarga yang humaanis adalah keluarga yang mengedepankan participative designe artinya dalam menetapkan aturan keluarga anak-anak secara terbuka diberikan hak untuk turut menyumbangsikan ide, serta gagasan. 

Namun kenyataannya prinsip ini hanyalah omong kosong; karena orang tua sebagai figur otoriter memegang kendali yang penuh atas segala pergerakan anak-anak.

Dampak yang muncul ialah anak menjadi tidak berkembang sebagaimana dia dalam dunianya, sebab terlalu banyak aturan yang mengekang, menekan serta memaksa untuk menjadi anak sesuai keinginan Ayah dan Ibu. 

Padahal anak seharusnya bertumbuh sebagaimana dirinya sendiri, bukan sebagaimana keinginan Ayah dan Ibu yang penuh dengan penentangan terhadap aktualisasi potensi serta diri anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun