Mohon tunggu...
Heri Suprapto
Heri Suprapto Mohon Tunggu... Guru - GURU

Guru di Sebuah Sekolah Dasar Negeri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cara Jitu Mencegah Kenakalan Anak

12 Februari 2018   08:43 Diperbarui: 12 Februari 2018   08:47 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia pedidikan sedang mangalami musibah. Berbagai kejadian yang menimpa guru dan siswa seolah silih berganti.  Banyak peristiwa yang membuat kita sungguh prihatin. Masih hangat bagaimana video yang  , dimana seorang siswa SMP mengeluarkan kata-kata kotor ditujukan kepada polisi karena terkena tilang. kemudian kasus murid yang membunuh gurunya di Sampang, Madura, dan selanjutnya adalah penganiayaan seorang Guru SMK di semarang  kepada muridnya. Belum lagi seorang siswa MTs di Wonosobo yang tewas di keroyok oleh siswa SMP. Dan yang paling baru adalah adanya video yang viral seorang siswa MTs di Purbalingga yang menantang kepala sekolahnya untuk berkelahi, karena tidak terima di bina akibat melakukan kesalahan.

Rangkaian peristiwa tersebut seolah seperti sebuah sinetron yang bersambung. Sehingga muncul pertanyaan, ada apa dengan dunia pendidikan kita? Bagaimana seorang siswa bisa menganiaya dan menyebabkan meninggalnya seorang guru, bagaimana seorang siswa bisa mengeluarkan kata-kata yang kotor bahkan sampai menantang berkelahi kepala sekolahnya. Lalu kenapa seorang guru bisa tega menganiaya siswanya?.

Semua tindakan yang dilakukan adalah bermuara kepada siswa. Karena objek dari proses belajar mengajar adalah siswa. Bagaimana bisa siswa sampai menganiaya guru hingga meninggal, , mengeluarakan kata-kata kotor dan menantang guru untuk berkelahi. Demikian pula dengan tindakan guru yang menganiaya siswa disebabkan kecurigaan guru, siswa tersebut menyimpan konten video porno di ponselnya. Semua tindakan siswa bisat tersebut di kategorikan  sebagai kenakalan anak

Dalam buku yang berjudul " Mengatasi Anak Nakal Tanpa  Melanggar Undang-Undang", karya Johan Wahyudi dan Hari Wibowo mendefinisikan bahwa , kenakalan berasal dari kata nakal yang berarti kurang baik, tidak sopan, suka mengganggu dan lain-lain. Jika itu dilakukan anak istilah yang sering digunakan adalah juvenile deliquncy yang berarti perilaku jahat atau dursila. (Johan Wahyudi dan Hari Wibowo : 1).  Jadi sudah jelas kalau tindakan yang dilakukan oleh siswa adalah merupakan kenakalan. Dan kenakalan ini tidak hanya menimpa satu atau dua orang anak. Namun bisa menyentuh semua anak.

Kenakalan yang dilakukan dapat merugikan diri sendiri ataupun oran lain. Kenakalan itu bisa dilihat secara kasat mata misalnya adalah berbuat onar, mencuri, tawuran atau bahkan sampai menganiaya orang lain. Kenakalan itu tentu merugikan diri sendiri yaitu anak bisa terancam hukuman karena melanggar hukum. Bagi orang lain tentu sudah jelas merusak fasilitas umum, membuat cidera bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang.

Mengapa mereka bisa melakukan tindakan kenakalan?. Masa perkembangan anak adalah merupakan masa perkembangan kritis. Jika tidak bisa melalui periode dengan harmonis maka akan timbul gejala-gejala yang menunjukkan gejala-gejala kejiwaan seperti keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian diri terganggunya perkembangan kepribadian dan lain-lain (Johan Wahyudi dan Hari Wibowo : 3). Pada saat ini maka orang tua harus memegang peranan penting. Keluarga adalah merupakan pendidikan pertama bagi anak. Kesuksesan anak dalam meraih asa adalah dimulai dari keluarga. Kehidupan anak pada dewasa ditentukan salah satunya didalam keluarga.

Seidaknya ada empat faktor yang menyebabkan anak berbuat kenakalan. Satu, ingin diperhatikan. Sifat anak yang ingin diperhatikan  adalah sudah menjadi kewajaran. Mereka inign menunjukkan keberadaan mereka bahwa mareka ada. Jika di runah kurang diperhatikan maka anak akan mencari cara agar bisa diperhatikan. Yang menjadi berbahaya adalah jika melakukan perbuatan yang negative yang bisa merugikan diri sendiri bahkan orang lain.

Kedua, terlalu tertekan. Orang tua dan guru yang menekan kepada anak akan membawa dampak  tidak baik bagi perkembangan psikogis anak. Mereka akan memberontak dengan cara melakukan tindakan kasar. Bisa berbicara kotor, mencuri, bahkan sampai degan menganiaya kepada teman atau orang tua dan guru. Intimidasi terhadap anak juga akan bisa membuat anak semakin berbuat yang di luar kendali.

Ketiga, pergaulan yang salah. Teman bisa membawa kepada kebaikan, namun teman juga bisa menjerumuskan kepada hal yang jelek. Selaku orang tua harus bisa mengawasi dengan siapa dia berteman. Jangan sampai tidak tahu kalau temannya justru akan menjerumuskan kepada tindakan negatif. Tekhnologi yang ada juga berpengaruh terhadap pertemanan anak. Media sosial yang menyajikan konten- konten yang negatif akan membawa dampak anak akan mudah marah.  Lingkungan yang terbiasa dengan kata-kata kotror maka akan dengan sendirinya anak menirunya. Demikian sebaliknya lingkungan yang mengajarkan sopan santun juga akan dengan sendirinya anak terbiasa berlaku sopan kepada siapapun.

Keempat, kekecewaan dan balas dendam. Karena orang tua tidak bisa memenuhi kebutuhannya makaa anak akan berbuat di luar batas. Bentuk kekecewaan itu akan di barengi dnegan balas dendam. Sebagai contoh seorang anak yang tidak punya HP android maka akan kecewa. Dia selalu diejek oleh temannya. Luapan kekecewaan itu adalah dengan mencuri atau bahkan sampai merampas punya orang lain.  

Sejatinya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sudah menggagas pendidikan pendidikan dasar  pada sekolah dasar(SD) dan sekolah menengah (SMP) selayaknya memiliki 70 persen muatan pendidikan karakter. Sebab pendidikan karakter menjadi dasar pendidikan selanjutnya bagi peserta didik. Mendikbud Muhadjir Effendy sendiri mengaharapkan bahwa SD dan SMP harus berubah  dan harus ada reformasi dan restorasi yang mengutamakan pendidikan karakter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun