Saya ingin memulai tulisan ini dengan sebuah prolog pembuka berupa penggalan lirik sebuah lagu batak yang berjudul : Anakkon hi do hamoraon di ahu (Anak-anak ku adalah kekayaan bagi ku)
Dalam penggalan lirik sebuah lagu batak tersebut, berbunyi
" Hu gogo pe mansari arian nang bodari Laho pasingkolahon gelleng hi Aikkon marsikkola do satimbo-timbo na Singkap ni na tolap gogo hi. "
Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan usaha dari orangtua pada suku batak yang dengan sekuat tenaga untuk bekerja siang dan malam agar anak-anaknya bisa sekolah sampai level Pendidikan yang setinggi-tingginya. Dengan tujuan anak-anaknya kelak tidak akan hidup susah atau miskin. Dengan Pendidikan yang tinggi yang mereka dapatkan, harapan orangtua kalua anak-anaknya akan mendapatkan pekerjaan yang baik dan berhasil suatu saat nanti.
Penggalan lirik lagu diatas menyiratkan makna bahwa betapa sangat pentingnya Pendidikan bagi suku batak karena hanya dengan Pendidikan anak-anaknya akan mendapatkan hidup yang lebih baik dan layak dan tidak susah seperti orangtuanya.
Prolog diatas adalah refleksi akan kondisi Pendidikan di negara kita hari ini. Yang belakangan untuk mendapatkan Pendidikan berkualitas murah atau bahkan gratis sangat susah untuk dapat di akses dan dikecap oleh masyarakat kelas menengah ke bawah atau masyarakat miskin kota atau bahkan di desa.
Sebut saja namanya Nando, adalah seorang dari sekian banyak di negara ini yang putus sekolah dan yang tidak merasakan Pendidikan sampai ke level Pendidikan tinggi. Dia hanya memiliki ijazah SD dan tidak menamatkan SMP karna hanya sampai ke jenjang kelas 2 lalu putus sekolah. Imbasnya, dia merasakan saat ini begitu susahnya mencari pekerjaan kantoran yang menawarkan gaji layak yang notabene kerja di perusahaan harus mensyaratkan kualifikasi Pendidikan minimal tamatan sarjana.
Data dalam laporan BPS menunjukkan meningkatnya angka putus sekolah di samping tingginya jenjang pendidikan. Pada tingkatan sekolah dasar, terdapat 1 dari 1.000 orang yang putus sekolah. Angka ini lebih rendah dibandingkan jenjang sekolah menengah atas yang mencapai 13 dari 1.000 orang yang putus sekolah. Angka putus sekolah pada semua jenjang pendidikan di pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan.(kompas.com)
Tertutupnya akses pekerjaan yang layak karena hanya memiliki ijazah SD, Nando hanya bisa bekerja serabutan. Awal dia bekerja , dia ikut bantu-bantu tauke ikan di Kota Medan dengan system gaji harian. Setiap hari dia harus bangun subuh sekitar jam 2 subuh untuk bongkar muat ikan-ikan yang mau dijual di pasar. Dan itu dia kerjakan hingga bertahun-tahun. Beberapa tahun berselang, tugas nya tidak lagi membongkar muat, tapi menjual ikan di pasar dengan system gaji 2 ribu per kilogram dari hasil ikan yang laku terjual.
Menurut penuturannya, memang penghasilannya dari menjual ikan dipasar terbilang lumayan karena satu hari dia bisa memperoleh penghasilan 100 ribu hingga 200 ribu bersih. Tapi menjual ikan di pasar tidaklah seenak penghasilannya karena harus bersentuhan dengan air, membersihkan dan memotong ikan yang membuat tangannya mengalami penyakit kulit.
Tidak terasa, usianya saat ini sudah 35 tahun, dan pekerjaannya juga belum ada yang layak yang memberikan penghasilan bulanan. Pekerjaan serabutan seperti menarik becak, ikut tauke penggiling jagung berjalan adalah pekerjaan yang dia lakoni hingga saat ini demi bertahan hidup menafkahi istri dan 2 orang anaknya yang sudah sekolah di jenjang SD dan SMP. Berat, tentu adalah perjuangan yang sangat berat bagi Nando untuk keluar dari kesusahan hidup yang entah sampai kapan akan bisa mendapatkan hidup layak. Untuk makan saja hanya bisa seadanya, lalu bagaimana lagi dengan memenuhi biaya sekolah anak-anaknya hingga Pendidikan tinggi dan menjamin tidak putus sekolah seperti yang dia alami sebelumnya.
Mengembalikan Pendidikan Kepada Ruhnya
Pendidikan adalah cara bagi Negara untuk mencerdaskan warga negaranya sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Namun cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa, mengalami kendala dalam perjalanannya. Hal ini ditunjukkan masih adanya kesulitan dalam mengakses Pendidikan yang berkualitas secara lebih luas dan lebih mudah khususnya bagi masyarakat miskin di desa atau dikota. Belum lagi bicara soal biaya sekolah yang semakin mahal dari tahun ke tahun menjadi kesimpulan bahwa Pendidikan yang berkualitas hanya dapat dinikmati oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Sementara masyarakat kelas menengah kebawah hanya dapat menikmati Pendidikan yang seadanya saja tanpa mengedepankan kualitas.
Pendidikan bukan hanya bicara soal gratis namun harus dipastikan Pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah negeri di negara ini harus benar-benar berkualitas. Baik dari sisi kualitas infrastruktur sarana dan prasarana yang memadai hingga kepada kualitas guru atau tenaga pengajar yang mumpuni.
Bahkan, isu tentang pentingnya keberadaan seorang guru dalam mendukung proses pembelajaran tercantum dalam salah satu target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), yaitu ingin meningkatkan pasokan guru yang berkualitas.
Solusi Mengatasi Terjaminnya Pendidikan Berkualitas
Pemerintah sebagai pembuat regulasi dan penyelenggara pelayanan publik yang menyangkut sampai kepada akses Pendidikan harus benar-benar menkaji ulang apa sebenarnya tujuan Pendidikan bagi warga negaranya. Pemerintah harus benar-benar dapat menjamin dan memastikan bahwa Pendidikan yang murah dan berkualitas harus benar-benar dapat dirasakan, dienyam oleh setiap Angkatan anak sekolah bahkan hingga perguruan tinggi. Penjamian itu dapat dilakukan dengan memastikan setiap unsur yang berkewajiban dalam penyelenggaran Pendidikan harus benar-benar menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya.
Persoalan sistemik penghambat terwujudnya pemerataan akses Pendidikan yang berkualitas kepada semua kalangan masyarakat harus dapat segera diatasi sampai ke akar-akarnya. Beberapa Langkah terobosan yang dapat dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah yaitu :
Pemerintah sebagai regulator dan penyelenggara negara dan penyelenggara pelayanan public harus senapas dengan filosopi batak sebagaimana penggalan lirik lagu di atas bahwa Pemerintah harus seperti orangtua yang bekerja siang dan malam untuk menjamin setiap anak Angkatan sekolah bisa mendapatkan akses yang merata terhadap Pendidikan yang berkualitas dan gratis atau murah sampai kepada level Pendidikan tinggi. Dan pemerintah harus menyadari bahwa Pendidikan adalah senjata bagi mereka untuk bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan untuk kedepannya.
Pemerintah melalui kewenangan anggarannya harus merefocusing setiap anggaran yang digelontorkan agar dapat dialokasi kepada program-program yang langsung menunjang terhadap Penciptaan Pendidikan berkualitas melalui pembangunan dan perbaikan infrastruktur bangunan sekolah, sarana dan prasarana sekolah yang memadai disetiap wilayah desa dan kecamatan, memastikan dan menjamin setiap guru mendapatkan kesempatan pengembangan kompetensi dalam rangka mengupgrade kualitas dan keahliannya dalam menyampaikan pembelajaran.
Peningkatan kualitas guru harus diikuti oleh peningkatan kenaikan gaji guru yang layak sebagai bentuk apresiasi dari pemerintah bahwa guru adalah lokomotif dalam keberhasilan proses pembelajaran karena akan menaikkan motivasi guru dalam peningkatan proses pembelajaran yang semakin baik ke depannya.
Akhir kata, Pendidikan yang berkualitas akan dapat diakses oleh semua kalangan masyarakat apabila syarat untuk mengakses nya dipermudah dengan cara menyediakan fasilitas Pendidikan berkualitas yang murah atau gratis dan semua sarana pendukung sangat memadai di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Dan pemerintah sebagai regulator harus terinspirasi dari filosopi suku batak yang mengatakan "Anakhon ki do hamoraon diau" ( Anak-anakku adalah harta kekayaanku) harus dapat diejawantahkan kedalam setiap kebijakannya dalam menciptakan Pendidikan yang berkualitas demi mewujudkan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan.
Karena Indonesia Maju tahun 2045 akan dapat dicapai apabila didukung dengan Pendidikan yang berkualitas yang dapat dikecap oleh semua anak bangsa tanpa terkecuali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H