Mohon tunggu...
Hery Sinaga
Hery Sinaga Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil

-Penulis konten -saat ini sedang suka-sukanya menggeluti public speaking -Sedang menyelesaikan buku motivasi -karya novel : Keluargaku Rumahku (lagi pengajuan ke penerbit)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Arti Kebahagiaan yang Kekal dari "Candide" Tokoh dalam Dongeng Karya Voltaire

14 Maret 2021   22:35 Diperbarui: 14 Maret 2021   22:57 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah menjadi sifat dan karakter manusia lebih cenderung berorientasi duniawi. Menjadi manusia yang bahagia adalah salah satu impian dari manusia itu sendiri ada di dunia ini.

Untuk menjadi bahagia, kadang-kadang ada sebuah keabsurdan dalam diri manusia itu sendiri dalam menentukan dan memilih seperti apa bahagia yang mereka cari.

Domisasi sisi duniawi dalam diri manusia, seakan hampir menutupi sisi kerohaniaan yang dimiliki oleh manusia yang sudah diberikan oleh sang pencipta.

Secara dengan sadar, manusia itu tahu kalau dunia itu memang menawarkan kenikmatan yang tidak dapat diberikan oleh apapun dan siapapun. Tetapi disisi yang lain, manusia lupa dan buta kalau kenikmatan yang dunia tawarkan itu adalah sebuah jalan menuju kefasikan dan kehancuran.

Pemahaman yang benar akan makna kebahagiaan yang kekal yang masih minor menjadi penyebab manusia itu selalu mencari bahagia yang berorientasi atas pemahaman mereka miliki secara dunia.

Namun keputusan atau pilihan bahagia manusia itu selalu jatuh pada hal-hal yang bersifat kepuasaan duniawi semata. Bekerja keras untuk sebuah jabatan yang prestise dan punya penghasilan yang tinggi.

Berbagai cara dilakukan demi mendapatkan kebahagiaan yang manusia itu sendiri masih dalam lingkaran kebingungan apakah itu abadi atau tidak? Bersifat kekal atau sementara?

Itu tidaklah terlalu penting, yang penting, dengan kekayaan yang dipunyai, bisa beli ini itu, bisa jalan-jalan kemana saja, bisa nongkrong kapan saja dan dimana saja, punya teman yang banyak, pekerjaan yang bagus, karir yang menanjak, sepertinya sudah dalam takaran cukup untuk membuat bahagia seseorang.

Paradigma mencari kebahagiaan yang berorientasi kepada harta kekayaan yang diperoleh dengan cara legal bahkan ilegal sekalipun, ternyata tidak juga membuat manusia menyadari secara utuh makna dan seperti apa kebahagiaan yang sesungguhnya itu.

Banyak kasus terjadi, ketika seorang selebritis papan atas dunia sebut saja Musisi Kurt Kobain, Marylin Monroe, Chester Benington, Robin William hingga artis asal negara Jepang dan Korea Selatan , memilih untuk bunuh diri di tengah popularitas yang dia punya dan harta kekayaan yang dia miliki.

Faktor depresi adalah alasan  utama yang sering menjadi penyebab utama untuk melakukan tindakan bunuh diri. hal ini tentu adalah sebuah peristiwa yang mengundang tanda tanya bagi kita semua.

Mengapa bisa begitu?

Seharusnya dengan apa yang dia punya yang menurut ukuran manusia dirasa sudah lebih dari cukup bahkan berlebih hingga tumpah ruah bisa membuat manusia itu bahagia dalam menjalani hidupnya.

Nafsu dunia yang lebih besar menguasai diri manusia, membuat mereka melakukan cara-cara apapun baik itu sesuai dengan etika berkehidupan maupun cara yang menyimpang. Hal ini juga didorong adanya sebuah kompetisi antara satu dengan yang lain, yang kita tahu juga bahwa ini adalah sifat lahiriah dari manusia turut menjadi pendorong bagi seseorang untuk menjadi yang terhebat atau paling super dari manusia lainnya.

Pengakuan dari orang lain atas kehebatan yang dia miliki baik harta, karir yang baik dalam pekerjaan, pencapaian yang luar biasa, kecantikan yang dimiliki, adalah salah satu kebahagiaan dicari oleh manusia.

Namun hari ini, Voltaire mengingatkan kita melalui dongeng filsafat satir karyanya dalam seorang tokoh bernama Candide tentang bagaimana Candide memaknai dan menyadari apa seperti apa dan bagaimana kebahagiaan yang kekal itu.

Dalam karyanya diceritakan ketika Candide dan sahabatnya Cacambo yang dalam pencariannya menemukan Cunegonde kekasihnya, setibanya di tapal batas wilayah Oreillon, Negara Eldorado.

Perjalanan selama berada di Negara Eldorado, Candide dan Cacambo melihat bahwa negara itu berlimpah emas, perak, berlian, mirah delima dan zamrud. Hingga mereka tiba di sebuah istana yang pintu gerbangnya terbuat dari batu-batuan atau dari pasir yang dinamakan permata dan emas.

Setibanya disana, candide dan cacambo disambut oleh dua puluh orang gadis pengawal yang cantik-cantik dan diperlakukan dengan sangat baik. Mereka diajak untuk berkeliling hingga seperseribu bagian kota dan diantar kembali ke istana untuk menghadap raja.

Mereka melewatkan waktu selama satu bulan bersama tuan rumah yang begitu ramah. Hingga pada akhirnya, mereka memutuskan untuk meminta diri kepada baginda melanjutkan perjalanan kembali ke dunia mereka.

Ketika candide dan cacambo hendak berangkat, Sang Baginda Raja membekali mereka dengan dua ekor kambing merah yang besar, dua puluh ekor kambing yang mengangkut makanan, tiga puluh membawa hadiah-hadiah berupa barang-barang yang paling aneh yang ada di negeri itu, dan lima puluh lagi dibebani emas, permata dan berlian.

Hari pertama perjalanan mereka cukup menyenangkan. Namun pada hari kedua, dua ekor kambing tenggelam disebuah rawa dan terkubur disitu dengan muatan yang dibawanya.

Beberapa hari kemudian, dua ekor kambing mati lemas, tujuh atau delapan ekor yang lain tak tertolong kelaparan di gurun, dan beberapa ekor lagi jatuh ke jurang hari berikutnya. Akhirnya setelah seratus hari berjalan, yang tersisa hanya dua ekor kambing.

Melihat hal itu, Candide berkata kepada Cacambo, "sahabatku, lihatlah betapa kekayaan duniawi itu tidak langgeng. Tak ada yang lebih kekal dari pada kebenaran dan kebahagiaan dapat bertemu lagi dengan nona Cunegonde.

Bagi candide, nona cunegonde lah kebahagiaan yang bersifat kekal itu.

Begitu juga dengan kita manusia saat ini, menyadari bahwa harta kekayaan, hal-hal duniawi ternyata tidak mampu memberikan kebahagiaan yang kekal. Seperti artis yang bunuh diri, dengan kekayaan dan popularitas yang mereka miliki, ternyata tidak mampu menjaga mereka tidak berada dalam masalah bahkan hingga mengalami depresi yang menyebabkan tindakan bunuh diri.

Kisah Candide menjadi pelajaran bermakna bagi kita, bahwa harta duniawi kita punya pada akhirnya akan lenyap dan kebahagiaan yang diberikan hanya bersifat sementara.

Mari kita merenungkan kembali, apa dan seperti apa yang menjadi kebahagiaan kekal yang kita cari di dunia ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun