Mohon tunggu...
Hery Sinaga
Hery Sinaga Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil

-Penulis konten -saat ini sedang suka-sukanya menggeluti public speaking -Sedang menyelesaikan buku motivasi -karya novel : Keluargaku Rumahku (lagi pengajuan ke penerbit)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Realitas Kelangkaan Partonun (Penenun) di Sumatera Utara, Ulos Terancam Punah

10 Februari 2021   17:37 Diperbarui: 10 Februari 2021   18:46 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. pribadi ( foto partonun (penenun) di kabupaten Samosir)

Ulos adalah identitas bagi suku batak yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Sarat dengan makna menempatkan ulos sebagai produk warisan budaya yang harus dilestarikan.

Sering dipakai dalam berbagai upacara adat suku batak, hari ini ulos sudah mengalami perluasan penggunaan dengan dikembangkan menjadi produk turunan fashion bernilai tinggi.

Dari tangan seorang partonun (penenun), ulos tercipta dengan berbagai motif yang mempunyai arti masing-masing.

Hari ini, pelestarian ulos sebagai warisan budaya suku batak menghadapi tantangannya tat kala dihantui oleh minimnya kecintaan dari generasi muda untuk mewarisi ilmu bertenun dari orangtuanya atau dari generasi tua yang berprofesi sebagai partonun (penenun).

Realitas hari ini menunjukkan bahwa telah terjadinya kelangkaan partonun (Penenun) di berbagai daerah di Sumatera Utara. 

Hal ini diungkapkan oleh Sandra Niessen seorang ahli antropologi dari Belanda.

Selama hampir 30 tahun melakukan riset di Sumatera Utara, Sandra Niessen mengungkapkan bahwa tradisi tenun ulos batak sudah hampir punah. 

Hal ini disebabkan karena terjadinya kelangkaan jumlah partonun (penenun) yang saban tahun semakin menurun jumlahnya.

Tidak adanya regenerasi dari generasi tua kepada kaum muda untuk melanjutkan profesi yang mulia ini menjadi penyebab utama kelangkaan jumlah partonun di Sumatera Utara khususnya di tanah batak.

Walaupun pada dasarnya mereka (baca: Partonun (para penenun)) yang sudah tua sangat ingin membagi pengetahuannya supaya tradisi tenun bisa diteruskan kepada generasi muda. 

Namun apa daya, niat itu sepertinya tidak akan pernah tersampaikan untuk sementara atau untuk selamanya.

Dalam bukunya yang berjudul legacy in cloth: Batak Textile of Indonesia (2009), Sandra Niessen  menjelaskan bahwa, pada saat ini kebanyakan peraturan asli mengenai tenun sudah tidak diolah lagi dan teknik-teknik serta desain yang paling indah sudah pudar atau hampir punah.

Kebanyakan generasi muda tidak mau belajar menenun karena ddanya sebuah anggapan bahwa profesi bertenun adalah profesi yang tidak menjanjikan dan tidak menempatkan seseorang itu dipandang, menjadi alasan utama bagi generasi muda khususnya yang ada di kampung tanah batak memutuskan untuk merantau ke kota besar.

Daya tarik kota-kota besar di Indonesia, mulai dari banyaknya lowongan pekerjaan yang menjanjikan, gaji yang menggiurkan dan sederet alasan lainnya masih menjadi alasan utama bagi sebagian besar generasi muda yang tinggal di kampung untuk meninggalkan kampungnya dan pergi merantau ke kota besar.

Anekdot bagi suku batak bahwa merantau ke kota itu walaupun dengan pekerjaan atau hidup pas-pasan tetapi sudah membuat namanya harum bagi orang-orang di kampung.

Merantau itu masih dianggap sesuatu hal yang wajib dan kudu dilakukan bagi orang-orang yang ada di kampung. Karena dengan merantau ke kota setidaknya akan menaikkan derajat seseorang yang merantau.

apalagi ditambah dengan situasi di tengah pandemi yang tidak memperbolehkan berbagai kegiatan adat-istiadat batak, tentu Kondisi ini ternyata membuat pengrajin ulos Batak menjadi paling terdampak. Tak ada ulos berjalan di pesta adat dan kalau adapun sangat sedikit jumlahnya membuat peredaran ulos menjadi minim dan akhirnya memukul industri rumahan pengrajin ulos Batak.

ketika sudah menjadi profesi yang terdampak pandemi, akan menjadi pertimbangan bagi partonun (Penenun) untuk beralih profesi yang bisa memberikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dia dan keluarganya.

Partonun (penenun) yang ada saat ini dengan usia yang rata-rata sudah tua, tentu pada akhirnya akan meninggal dunia dan apabila tidak diwariskan kepada generasi muda, maka akan menjadi faktor pemicu ulos dan bertenun diambang kepunahan akan semakin terjadi.

Tentu ini menjadi masalah yang sangat serius dalam rangka pelestarian ulos sebagai warisan budaya dan regenerasi partonun (penenun) yang berkelanjutan.

Orangtua sebagai lingkaran terdekat dari generasi muda, diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada anak-anak atau keturunannya bahwa ulos itu adalah bagian dari identitas suku batak yang harus dilestarikan.

Mengarahkan minat nya untuk dapat mencintai profesi partonun yang memiliki tujuan mulia dalam pelestarian budaya suku batak.

Tidak hanya orangtua, terlebih pemerintah daerah dalam hal ini memiliki peran yang lebih besar dan sentral dalam menumbuh kembangkan minat dan kecintaan generasi muda terhadap ulos dan profesi martonun dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata yang ada di kabupaten/kota untuk semakin intensif mengencarkan penumbuh kembangan minat dan kecintaaan itu melalui program pembelajaran di sekolah maupun melalui even-even budaya yang melibatkan partisipasi generasi muda.

Mengetahui ulos sebagai wastra nasional yang memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan dalam industri fashion berbasis budaya dan tradisi yang harus dilestarikan, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian tengah aktif berupaya untuk mendukung para penenun dengan memberikan pembinaan dalam peningkatan kapabilitas IKM di bidang teknis produksi tenun antara lain melalui program restrukturisasi mesin peralatan, penguatan akses sumber bahan baku melalui pembuatan material centre dan promosi produk melalui audiovisual.

Melalui itu diharapkan, kecintaan generasi muda terhadap ulos dan profesi partonun (penenun) akan semakin tumbuh dan berkembang sehingga pelestarian ulos sebagai warisan budaya dan regenerasi partonun (penenun) dapat terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun