Mohon tunggu...
Hery Pasaribu
Hery Pasaribu Mohon Tunggu... -

anak unhas, fakultas pertanian, jurusan agronomi, program study agroteknologi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menuntut Transparansi Nilai Dosen

23 Februari 2011   03:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:21 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Musim ujian akhir semester telah berlalu, kini mahasiswa sedang was-was menanti nilai yang keluar. Setelah nilai terbit,biasanya mahasiswa kurang puas dengan nilai yang diperoleh, namun mereka tak bisa berbuat apa-apa.

MALA (nama samaran), Mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2009 ini terkejut saat dirinya mendapatkan nilai D, nilai yang didapatnya terpampang di papan pengumuman (27/10). Merasa tidak puas dengan nilai yang diperoleh, ia pun meminta rekannya Sari (nama samaran) untuk menghadap pada dosen, sebab kala itu Mala masih berada di kampung. Mata kuliah yang dimaksud adalah Hukum Administrasi Negara, namun sangat disayangkan, saat Sari meminta keterangan pihak dosen yang bersangkutan enggan memberikan keterangan.

Berbeda dengan Munir, Mahasiswa Fakultas Pertanian angkatan 2008, yang tergolong aktif dalam perkuliahan. Namun saat nilainya keluar, Munir malah memperoleh nilai tunda untuk mata kuliah Agroklimatologi. Awalnya dia takut mempertanyakan nilainya, tapi akhirnya dia memberanikan diri meminta keterangan kepada dosen yang bertanggung jawab atas mata kuliah ini. Alhasil nilai tunda yang didapatnya berubah menjadi A.

Kedua persoalan di atas, hanya sebagian kecil dari potret buram transparansi nilai yang diberikan dosen mata kuliah. Masih banyak hal serupa terjadi di penjuru kampus merah ini. Transparansi dalam proses pemberian nilai menjadi hal yang sangat penting, bukan hanya karena ini menjadi hak mahasiswa untuk mempertanyakan nilai yang diberikan dosen, tapi kejujuran seorang dosen dalam memberikan nilai pun patut untuk dipertanyakan.

Menanggapi persoalan di atas, Dr Darmawangsah, Ketua Jurusan Administrasi Niaga mengatakan bahwa ini merupakan sebuah Kecelakaan Kerja. Darma pun menyayangkan kenapa ada dosen yang masih enggan memperlihatkan data transparansi penilaian yang diminta oleh mahasiswa. "Mahasiswa tidak hanya punya kewajiban, tapi juga punya hak untuk berbicara, dan semuanya itu sudah di atur sejak awal perkuliahan yang dinamakan kontrak perkuliahan antara dosen dan mahasiswa," terangnya, Jumat (7/1).

Dalam buku panduan akademik Unhas, memang belum ada kebijakan yang mengharuskan dosen untuk memberikan transparansi penilaian. Lalu jika tidak terdapat dalam sebuah aturan, lantas bagaimana indikator seorang dosen dalam memberikan nilai.

Mengenai transparansi nilai Prof Dr Ir Ahmad Munir M Eng selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Pertanian, mengatakan bahwa dalam proses transparansi nilai di Fakultas Pertanian tergantung dari masing-masing dosen. Seharusnya dosen selalu mengembalikan hasil ujian kepada mahasiswa agar mahasiswa yang bersangkutan mengetahui kekuranggannya. Namun ada juga dosen yang sebelum nilai akhir keluar, berinisiatif untuk memanggil mahasiswa bersangkutan guna perbaikan nilai.

Menurut Prof Dadang A Suriamiharja, yang menjadi indikator pemberian nilai itu diserahkan kepada setiap dosen, sejauh ini dosen memberikan nilai yang berdasar atas sistematika penilaian yang objektif. Namun, jika hal itu tidak diindahkan oleh dosen maka itu berarti tidak adanya tanggung jawab etika yang seharusnya diterapkan setiap dosen.

"Transparansi pemberian nilai itu menjadi tanggung jawab moral yang seharusnya dimiliki oleh setiap dosen, jika ternyata di lapangan masih ada dosen yang belum memberlakukan hal semacam ini, maka semua dikembalikan kepada dosen yang bersangkutan" tegas Dadang saat di temui di ruangannya, Rabu (05/01).

Kenyataan itu juga dirasakan Dr Darwis Said SE MSA AK, yang masih menjabat Wakil Dekan 1 Fakultas Ekonomi ini. Untuk mentaktisi hal itu, Darwis mengaku telah mengirim surat kepada semua dosen mata kuliah yang berisi himbauan agar dosen dalam memberikan penilaian melampirkan tabel penilaian. Yang mencantumkan semua unsur penilaian dosen terhadap mahasiswa. "jadi bukan hanya nilai A atau B yang di umumkan, namun juga nilai-nilai seperti kehadiran, tugas, ujian dan lain sebagainya," jelas Darwis.

Jika hal ini tidak cepat ditindaklanjuti, bukan tidak mungkin pada semester berikutnya masalah yang dialami Mala akan terulang kembali. Bukan tidak mungkin pula jika hal ini menjadi kebiasaan dan tidak punya solusi. Mungkin sudah saatnya pihak birokrasi memberikan sebuah panduan akademik mengenai nilai dan transparansi nilai. Semoga!

Standarisasi Hanya Formalitas

Tiap awal perkuliahan tak sedikit dosen yang memulai kuliah dengan kontrak belajar yang menjadi unsur penilaian dosen pada mahasiswa. Beberapa dosen menggunakan standar penilaian yang berbeda-beda. Mulai kehadiran, tugas, praktikum, hasil ujian, juga berdasarkan keaktifan dalam perkuliahan, ada pula yang menilai berdasarkan etika ataupun prilaku mahasiswa.

Masing-masing dosen memiliki aspek penilaiannya sendiri. Hal itu juga yang sempat memusingkan Deni, salah satu mahasiswa Fakultas Hukum Unhas angkatan 2008. Saat melihat kenyataan bahwa nilai E terpampang disamping namanya pada mata kuliah Hukum perancangan undang-undang. Padahal dosen pengasuh mata kuliah hanya menghadiri delapan kali dari 16 kali pertemuan yang ada, atau minimal dosen pun harus memenuhi 85% kehadiran atau 14 kali pertemuan. Dengan kondisi seperti itu, seharusnya nilai pun tak pantas keluar, artinya tidak memenuhi persyaratan. Lantas nilai yang keluar berasal dari mana, apakah hanya sekedar hasil ujian semata.

Sebenarnya standarisasi telah ada sejak mahasiswa megikuti perkuliahan. Namun sifat objektivitas dosen menjadi patokan ketika dosen memberikan nilai. Padahal Prof Dadang Ahmad Suriamihardja jelas mengatakan bahwa transparansi pemberian nilai itu menjadi tanggung jawab moral yang seharusnya dimiliki oleh setiap dosen, jika ternyata di lapangan masih ada dosen yang belum memberlakukan hal semacam ini, maka semua dikembalikan kepada dosen yang bersangkutan.

Kalau seperti ini, standarisasi yang dibuat diawal perkuliahn jadi teka-teki. Jika aktif dalam perkuliahan dan memenuhi standar, belum pasti lulus dalam suatu mata kuliah tersebut. Semoga saja pihak birokrasi mendengar riak-riak mahasiswa yang telah menjadi korban atas ketidakadilan ini. (UST, TRI/HSP)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun