Mohon tunggu...
Hery Azwan
Hery Azwan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Serial Jalan-jalan ke Turki

18 Agustus 2015   14:11 Diperbarui: 18 Agustus 2015   14:11 2028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di pesawat ada 3 kali makan: 1 makanan ringan, 2 makan berat. Makan pertama, sesaat setelah lepas landas dari Jakarta, penumpang hanya diberi sandwich mini. Makan kedua, setelah lepas landas dari Changi penumpang diberi makanan ala Turki. Keju, tomat, yoghurt, buah zaitun, menjadi ciri khas. Makan ketiga, menjelang mendarat di Istanbul. Menunya telur orak-arik dan sosis ayam, plus roti oles.

Selama di pesawat aktivitas yang bisa dilakukan antara lain menonton film. Film yang berhasil saya tamatkan yaitu 'Life of Pi' dan 'Gravity'. Kedua film ini merupakan film yang penuh makna hidup. Film pertama berkisah tentang perjuangan seorang pemuda India yang bertahan hidup di tengah lautan bersama seekor harimau bengali. Yang menarik, kisah pencarian jati diri sang anak akan kebenaran. Dia mempelajari dan melakoni berbagai ritual agama secara bersamaan. Misalnya, setelah salat ala Islam, dia berdoa sebelum makan ala Kristen. Akhirnya sang ayah mengarahkannya agar jangan memeluk banyak agama, tetapi lebih kepada penggunaan rasio atau akal.

Film kedua sangat menarik karena yang main sepanjang film hanya 2 orang, yakni Joddie Foster dan George Clooney yang berperan sebagai astronot. Mereka bertugas memperbaiki wahana antariksa, namun akhirnya harus terpisah karena debu angkasa yang menghantam wahana mereka. Perjuangan bertahan hidup di angkasa ini sangat mendebarkan. Di ruang tanpa batas ini tidak jelas lagi mana barat mana timur, mana atas mana bawah, mana siang mana malam. Sungguh adegan yang sangat mengguncangkan jiwa.

Tiba di Istanbul

Pukul 06 lebih sedikit kami tiba di Ataturk International Airport. Di awal hari ini kesibukan di bandara mulai menggeliat. Segerombolan penumpang bergegas menuju meja imigrasi. Yang agak membingungkan, tulisan tentang negara kita kurang jelas di mana posisinya. Rupanya ada beberapa kategori antrian imigrasi: penduduk asli Turki, negara yang tidak memerlukan visa, dan negara yang memerlukan visa.

Tampak Raja Kuis Helmy Yahya juga baru turun dari pesawat. Sepertinya naik pesawat yang sama dengan kami, namun beda kelas. Hi hi... Karena bergegas ke toilet, kami tak sempat berfoto ria dengan raja kuis Indonesia ini. Padahal kepingin lho, biar aura suksesnya menular.

Nah, saat menuju pemeriksaan imigrasi kami sempat kebingungan dan hanya mengikuti gerombolan. Akibatnya, kami salah antri di negara yang tidak butuh visa seperti Malaysia. Mentang2 mukanya mirip, eh kita ikutin dia, padahal salah. Untung belum terlalu lama antrinya. Kami harus berjalan lebih jauh lagi mencari pos yang tepat. Interior bandara Ataturk biasa saja. Tidak semegah bandara Changi. Lantainya hanya marmer atau granito saja, bukan karpet.

Antrian di pos imigrasi semakin panjang. Arus penumpang yang baru datang semakin deras. Antrian tidak ada yang mengatur sehingga agak semrawut. Setelah lebih dari 20 menit kami lolos dari imigrasi. Untunglah visa sudah diperoleh secara on line sehingga tidak harus antri di loket visa on arrival. Tujuan selanjutnya, ambil bagasi. Nah, di sini kita harus teliti melihat layar monitor karena posisi bagasi kita bisa berada di mana saja. Dengan sok yakin aku bergerak ke sebelah kanan. Eh gak tahunya yang benar di sebelah kiri. Padahal sudah ngos-ngosan berjalan cepat. Lumayanlah buat mengurangi lemak tubuh.

Di bandara banyak juga portir, tapi trolley juga banyak tersedia. Di tiap Bagaj Alim (Tempat Pengambilan Bagasi) pasti ada. Hanya saja terkunci. Kita harus memasukkan koin 1 lira untuk bisa mengambil trolley ini. Berhubung tas kami besar2 dan banyak, kami mengambil 2 trolley. Sebelum keluar, kami juga sempatkan mengambil uang lira di atm. Ratenya cukup bagus, 1 lira setara dengan Rp5.000. O, ya dari atm di Turki sampai ke kota kecil di pelosok, umumnya kita bisa mengambil 3 jenis mata uang, yakni Euro €, US$, dan Turkish Lira ₺. Unik juga ya. Rasanya di negara kita hanya rupiah yang bisa diambil dari ATM. Atau ada pembaca yang tahu kalau US$ bisa diambil di sebagian tempat? Entahlah. Ini menunjukkan Turki sangat terbuka dan memanjakan orang asing. Bahkan paket wisata ditawarkan dalam euro.

Dengan membawa bagasi kami keluar, namun rupanya tak ada pemeriksaan atau pencocokan barang dengan kartu bagasi oleh petugas. Wah, bahaya juga nih kalau ada yang salah ambil barang. Rupanya di penerbangan lokal juga seperti ini. Tak ada seremonial pencocokan barang dengan kartu.

Di luar sudah menunggu Abdillah Arin, travel consultant dari Travelshop yang membawa papan namaku dalam ukuran besar. Wah, senang juga ada yang menjemput. Mulanya agak khawatir jug kalau kalau travel ini tidak komit dengan perjanjian. Abdullah rupanya sudah lebih dari 1 jam menunggu. Sebelum menuju mobil, salah satu dari kami membeli nomor perdana agar tetap eksis selama di Turki. Harganya lumayan mahal, 80 lira atau sekitar Rp400.000 dengan kapasitas data 1 GB dan telepon 90 menit. Kalau di kita sih paket iPhone XL Rp50.000 sudah dapat 1,5 GB dan telepon gratis sesama XL selama 200 menit. Ya sutralah, meskipun mahal, tapi untuk eksis berapapun dibeli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun