Mohon tunggu...
Hery Azwan
Hery Azwan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Liburan di Kampung Gajah

4 Januari 2011   04:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:59 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Adapun wahanayang ada di sini memang cukup unik. Ada  ATV yang dapat berjalan di segala medan.  Ada acara menunggang kuda di sepanjang tebing. Ada bumper boat yang bertenaga baterai. Ada segway, kendaraan masa depan tanpa polusi. Flying fox atau sky rider sejauh 400-an meter. Dan masih banyak permainan lain, baik yang sudah ada maupun yang sedang dibangun (under construction). Kalau dihitung-hitung, jika kita mencoba semua permainan, jatuhnya akan lebih mahal dari Dufan.

Dengan konturnya yang berbukit-bukit, kita harus siap naik turun tangga untuk menuju ke suatu wahana. Bahkan dari samping wahana tertentu tanahnya masih gundul, belum disemen atau dilapisi paving blok. Tampak juga eskavator teronggok di sana. Saat pengunjung sepi tampaknya baru eskavator beroperasi menguruk tanah.

Bisnis Musiman atau Abadi?

Karakter bisnis wisata di Bandung memang musiman. Setelah 3 tahun, harus ada inovasi. Jika tidak maka biasanya akan dijauhi oleh pelancong. Misalnya saja All About Strawberry yang kini sudah mulai sepi, bahkan terancam ditutup. Menurut karyawannya saat kami ke sana dua bulan lalu, semua peralatan sudah dipindah ke Tahu Lembang. Padahal beberapa tahun lalu,  tempat ini pernah menjadi favorit bagi pelancong, termasuk orang Jakarta. Tak jauh dari situ ada Katumiri.

Fasilitas Umum

Fasilitas ibadah sangat minim dibanding banyaknya pengunjung. Mungkin kurang diantisipasi oleh pengelola. Mushola sangat kecil, hanya muat sekitar 10 orang. Tempat wudu juga bercampur antara laki-laki dan perempuan. Belum lagi, air tergenang dan bercampur dengan sedikit debu yang mengendap sehingga jalan ke mushola dari tempat wudu sedikit kotor.

Fasilitas toilet juga dirasakan kurang. Air kurang mengalir. Bahkan di toilet pria, air di urinoir hanya keluar sedikit, kalau tidak bisa dibilang mampet sama sekali. Beberapa bercak kotoran juga menghiasi urinoir. Tampaknya  belum ada petugas khusus yang rutin membersihkan toilet. Dalam hal ini pengelola Kampung Gajah harus meniru fasilitas umum di mall-mall. Tiap mushola dijaga satu petugas. Tidap toilet juga dijaga satu petugas cleaning service yang rutin membersihkan toilet dalam jangka waktu tertentu (misalnya 15 menit sekali, sesuai kebutuhan).

Fasilitas tempat pembuangan sampah sangat minimal dan dalam bentuk kecil. Tidak ada tong sampah ukuran besar seperti di Dufan atau Ancol. Mengantisipasi hari libur nasional, sudah seharusnya tong sampah besar bisa diletakkan di banyak tempat strategis.

Wisata yang ditawarkan Kampung Gajah sepintas menggunakan Blue Ocean Strategy. Wisata kuliner dipadukan dengan wisata permainan anak dan wisata belanja. Bahkan nantinya bakal ada waterboom dan convention hall yang bisa menampung 1.000 undangan. Bisa dibilang nantinya semua yang dibutuhkan pelancong ada di sini. Kebayang kan gimana bakal macetnya nanti kalau semua fasilitas selesai dibangun semua.

Petugas di Kampung Gajah tampaknya belum dilengkapi dengan seragam sejauh yang saya amati. Seandainya ada yang berseragam, tampaknya seragam mereka kurang eye-catching, sehingga pengunjung sulit membedakan mana yang pekerja mana yang pengunjung.

Angin di Kampung Gajah cukup kencang, meksi terkadang tak mampu menangkis teriknya matahari. Perpindahan dari satu wahana ke wahana lain sudah selayaknya dinaungi atap agar pengunjung tidak kepanasan atau kehujanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun