Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Perlu "Win-win Solution" atas Kasus Rempang

21 September 2023   10:25 Diperbarui: 21 September 2023   20:28 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bisa jadi solusinya adalah Pulau Rempang tidak seluruhnya dikelola oleh investor. Beberapa bagian yang terdapat kampung tua tidak perlu menjadi bagian proyek itu. Kawasan yang sudah terlanjur menjadi kampung tua biarlah menjadi apa adanya.

Dalam hal ini, pemerintah bisa menggandeng lembaga adat untuk menginventarisasi warga dan kebudayaan di dalamnya. Sekitar tujuh ribuan warga Rempang bisa didata dengan detail. Jika memang itu pendatang, harus mau direlokasi. Sedangkan penduduk aslinya nantinya bisa mendiami kawasan kampung tua itu dengan status "keistimewaan" misalnya. Lebih mudahnya bisa dibuat seperti kawasan Suku Badui di Banten, Kampung Naga di Tasikmalaya, atau masyarakat Samin di daerah irisan Bojonegoro dan Blora.

"Kesalahan paradigma pembangunan yang semata-mata diorientasikan untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi adalah mengabaikan proses pembangunan yang baik dan berpihak pada kesejahteraan rakyat. Hal ini kemudian menyebabkan pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan wajah yang bengis dan durhaka,"
-Cendekiawan Ali Syariati-

Investasi bisa dikaji ulang

Seperti yang sudah banyak diberitakan bahwa Pulau Rempang akan dibuat Kawasan Rempang Eco City yang terdiri atas kawasan industri dan wisata. Solusi normatif yang sama enaknya adalah industri tetap bisa dilanjutkan dengan tidak mengambil kawasan kampung tua yang telah ditetapkan itu.  

Industrialisasi bisa dilanjutkan dengan pemanfaatan SDA yang dikabarkan kaya akan pasir kwarsa sebagai bahan baku kaca. Dan selain itu pengembangan PLSTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) bisa diteruskan yang output listriknya bisa diekspor ke Singapura. Yang kita tahu Singapura sebagai negara maju perlu tenaga listrik yang mensyaratkan listrik ramah lingkungan.

Artinya, investasi tetap bisa dilanjutkan. SDA dan pasar juga sudah ada di depan mata. Hanya saja perlu negosisi khusus dan perjanjian baru yang mana semua pihak tidak merasa dirugikan.

Dalam hal ini pemerintah dapat melobi investor untuk tetap berinvestasi di Pulau Rempang dengan memberi catatan khusus yang telah dikaji ulang. Bahwa tidak seluruhnya Pulau Rempang dikuasai investor, ada bagian kecil yang tetap dipertahankan sebagai kampung. Yang intinya pemerintah bisa memberikan kepastian hukum kepada kedua belah pihak, baik warga asli dan kepada investor, demi ketenangan warga dan pengusaha.

Jalan layang yang terdapat rumah di tengahnya yang berlokasi di Haizhuyong Bridge, di kota Guangzhou, Provinsi Guangdong, China. Sumber foto ussfeed.c
Jalan layang yang terdapat rumah di tengahnya yang berlokasi di Haizhuyong Bridge, di kota Guangzhou, Provinsi Guangdong, China. Sumber foto ussfeed.c

Hidup berdampingan dalam dua kutub

Tidak selamanya hidup itu harus homogen. Sudah menjadi hukum alam di dunia ini ada dua keadaan yang saling berhadapan: kaya-miskin, baik-buruk, bodoh-pintar, gila-waras, dan seterusnya. Dua keadaan itu harus dikelola dengan baik, agar satu sama lain tidak saling menindas, dengan atas nama kelemahan dan kekuatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun