Bisa jadi solusinya adalah Pulau Rempang tidak seluruhnya dikelola oleh investor. Beberapa bagian yang terdapat kampung tua tidak perlu menjadi bagian proyek itu. Kawasan yang sudah terlanjur menjadi kampung tua biarlah menjadi apa adanya.
Dalam hal ini, pemerintah bisa menggandeng lembaga adat untuk menginventarisasi warga dan kebudayaan di dalamnya. Sekitar tujuh ribuan warga Rempang bisa didata dengan detail. Jika memang itu pendatang, harus mau direlokasi. Sedangkan penduduk aslinya nantinya bisa mendiami kawasan kampung tua itu dengan status "keistimewaan" misalnya. Lebih mudahnya bisa dibuat seperti kawasan Suku Badui di Banten, Kampung Naga di Tasikmalaya, atau masyarakat Samin di daerah irisan Bojonegoro dan Blora.
"Kesalahan paradigma pembangunan yang semata-mata diorientasikan untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi adalah mengabaikan proses pembangunan yang baik dan berpihak pada kesejahteraan rakyat. Hal ini kemudian menyebabkan pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan wajah yang bengis dan durhaka,"
-Cendekiawan Ali Syariati-
Investasi bisa dikaji ulang
Seperti yang sudah banyak diberitakan bahwa Pulau Rempang akan dibuat Kawasan Rempang Eco City yang terdiri atas kawasan industri dan wisata. Solusi normatif yang sama enaknya adalah industri tetap bisa dilanjutkan dengan tidak mengambil kawasan kampung tua yang telah ditetapkan itu. Â
Industrialisasi bisa dilanjutkan dengan pemanfaatan SDA yang dikabarkan kaya akan pasir kwarsa sebagai bahan baku kaca. Dan selain itu pengembangan PLSTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) bisa diteruskan yang output listriknya bisa diekspor ke Singapura. Yang kita tahu Singapura sebagai negara maju perlu tenaga listrik yang mensyaratkan listrik ramah lingkungan.
Artinya, investasi tetap bisa dilanjutkan. SDA dan pasar juga sudah ada di depan mata. Hanya saja perlu negosisi khusus dan perjanjian baru yang mana semua pihak tidak merasa dirugikan.
Dalam hal ini pemerintah dapat melobi investor untuk tetap berinvestasi di Pulau Rempang dengan memberi catatan khusus yang telah dikaji ulang. Bahwa tidak seluruhnya Pulau Rempang dikuasai investor, ada bagian kecil yang tetap dipertahankan sebagai kampung. Yang intinya pemerintah bisa memberikan kepastian hukum kepada kedua belah pihak, baik warga asli dan kepada investor, demi ketenangan warga dan pengusaha.
Hidup berdampingan dalam dua kutub
Tidak selamanya hidup itu harus homogen. Sudah menjadi hukum alam di dunia ini ada dua keadaan yang saling berhadapan: kaya-miskin, baik-buruk, bodoh-pintar, gila-waras, dan seterusnya. Dua keadaan itu harus dikelola dengan baik, agar satu sama lain tidak saling menindas, dengan atas nama kelemahan dan kekuatan.