Tempat singgah inilah yang -boleh jadi- menjadi viral di media sosial itu, banyak orang yang "kecele" menganggap tempat ini adalah kafe atau tempat makan. Seperti penuturan Yasin dan diperkuat di media resmi di IGnya (tomboan_), tempat ini merupakan tempat singgah para tamu yang ingin mengunjungi Desa Ngawonggo, khususnya di petirtaannya.
Maka tidaklah heran bila yang diutamakan adalah para pengunjung yang sudah reservasi itu. Bagi yang datang tanpa reservasi bisa "bersabar" mengikuti alur dengan mendahukan yang sudah reservasi. Karena Bolang sudah reservasi sebelumnya, kami pun bisa menikmati makanan berat dengan nasi jagung dan lauk ala pedesaan.
Masakannya memang sederhana, namun di sinilah letak keunikannya. Cita rasanya begitu kuat apalagi dinikmati di area alami sambil berkengkrama bersama rekan-rekan. Suguhan minuman tradisional begitu unik yang kaya akan rempahnya.
Untuk bisa menikmati jajanan relatif lebih "mudah", tinggal menuju tempat yang disediakan. Kita tinggal memilih jajanan mana yang kita inginkan dengan cara prasmanan. Boleh dibilang segala sajian adalah model tempo dulu, yang saat ini sulit didapatkan.
Selepas menikmati sajian itu, di Tomboan tidak menerapkan sistem pembayaran. Pengelolanya sendiri tidak mengistilahkan bayar seikhlasnya. Memang disediakan kotak asih. Yang tujuannya sebagai tempat kontribusi bagi kita yang menghargainya. Boleh kita mengisinya dan boleh juga tidak. Untuk urusan itu tinggal kita menilainya sendiri, sepantasnya bagaimana.
Menurut penuturan Yasin. Walau "mengratiskan" suguhannya, Tomboan sejak didirikan tahun lalu, masih tetap eksis. Dari kotak asih itu bisa menutupi semua operasional yang ada. Bahkan beberapa di antaranya bisa untuk membangun sarana lainnya. Jika ada kelebihan, bisa membantu warga sekitar yang membutuhkannya.
Ternyata di Ngawonggo ini kita bisa belajar banyak hal. Mulai dari kearifan lokal nenek moyang kita, tentang pelestarian alam, sampai pada cara "bisnis" yang sederhana namun kokoh.