Pandemi Covid-19 hampir mempunyai efek di seluruh tanah air. Setiap daerah akan punya ceritanya sendiri yang layak diungkapkan. Terutama kisah "tersembunyi" yang banyak belum terpublikasikan. Aspek seperti geografi dan demografi, sosial budaya,maupun ekonomi akan turut memengaruhi.
Untuk Kota Batu sendiri mempunyai kisah yang cukup menarik. Khususnya pada sebuah desa di mana kasusnya yang terbilang "parah". Apalagi sebagai kasus perdana ada penderita yang meninggal dunia akibat Covid-19 tersebut. Dan ternyata kabar yang beredar tidaklah tunggal, ada semacam simpang siur di dalamnya.
Diberitakan bahwa ada pasien yang patut diduga meninggal karena Covid-19. Seperti yang telah diberitakan media massa (Tribunnews) sekitar awal bulan April, bahwa pasien tersebut merupakan warga Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji.
Sontak berita itu mengkhawatirkan warga kota Batu, karena pandemi ini bukanlah main-main. Sudah ada bukti real ada "korban" perdana di kota ini.
Saya coba mengkonfirmasi kepada salah satu perangkat desa ini, sejauh mana kejadian sebenarnya. Menurutnya bahwa dibalik kekhawatiran juga menyisakan rasa "kekecewaan" terhadap institusi pemerintahan di atasnya. Dari pihak desa seolah-olah menjadi pihak yang bekerja sendirian.
Dan ternyata pasien yang meninggal itu dimakamkan secara standar penderita Covid-19, walaupun tidak maksimal. Standar seperti memakai peti dan petugas pemakaman memakai APD. Dan itu dilakukan pihak desa sampai dengan pembiayaannya.
Warga desa akhirnya merasa sedikit lega. Dengan turunnya laporan bahwa pasien yang diduga pasien Covid-19 itu, ternyata hasil dari laboratorium dinyatakan negatif. Kelegaan itu juga berefek tidak ada pemeriksaan bagi warga lain yang bersinggungan di dalamnya. Dan tidak terpikirkan untuk melakukan “lockdown” lokal.
Dan ternyata ketenangan Desa Bulukerto tidak berlangsung lama. Satu bulan kemudian (Malang Post Online), ada warganya yang ternyata terkena Covid-19. Cerita yang beredar adalah ia merupakan pasien di RS Karsa Husada (yang merupakan rujukan RS Covid-19 di Kota Batu).
Pada awalnya pasien ini rawat inap bukan karena Covid-19. Dan karena merasa sehat, dipersilahkan pulang ke rumah. Ada "keteledoran" yang dilakukan pihak RS dengan memperbolehkan pulang, sebelum hasil pemeriksaan laboratorium keluar.
Dan benar saja hasil laboratorium menyatakan pasien positif terkena Covid-19. Dan akhirnya pasien tersebut ditarik kembali ke rumah sakit untuk menjalani perawatan.
Kekhawatiran semakin bertambah bahwa selama pasien itu pulang, ada interaksi dengan orang luar. Baik terhadap keluarga dan tetangga, serta para penjenguknya.
Sebagai desa yang warganya terkena Covid-19 tentu akan membuat "sibuk" dari pihak pemerintahan desa. Mulai dari kebijakan selanjutnya sampai pada pembiayaan yang harus ditanggung. Dan ternyata dengan pertimbangan tertentu, tidak melakukan lockdown lokal. Tak ada akses desa yang ditutup.
Permasalahan lain adalah perlu ada isolasi terhadap pihak keluarga pasien. Dari info yang didapat, pihak desa hanya.bersedia membiayai untuk 1 KK saja. Sedangkan masih ada 9 KK lagi dalam hal ini para tetangga yang bersinggungan, masih dicari jalan keluarnya.
Dan ternyata menurut beberapa kabar dari beberapa kali melakukan tes terhadap pasien tersebut, mula-mula positif lalu ada laporan lagi yang ternyata negatif.
Dan setelah Kota Batu sebagai bagian Malang Raya (daerah lainnya: Kota Malang, Kabupaten Malang) melakukan PSBB pada 17 Mei lalu. Standar penanganan di setiap daerah di Kota Batu hampir sama.
Dalam arti semua waspada dalam upaya pencegahan, terlepas daerah tersebut ada atau tidaknya warga yang terkena Covid-19.
Namun memang tidak dapat dipungkiri di beberapa daerah di Batu yang begitu ketat dalam arus keluar masuk daerahnya. Selain warga desa tersebut sangat sulit untuk masuk, padahal daerah tersebut boleh dikatakan bukan tergolong “zona merah”.
Mengunjungi Desa Bulukerto akan dijumpai pandangan yang indah. Desa ini berada di kaki Gunung Arjuno, dan sekelilingnya mata memandang dataran tinggi yang kerap disebut pegunungan Putri Tidur. Dengan kategori sebagai tempat yang tinggi.
Maka dalam suasana cerah kita dapat melihat awam dengan pandangan sejajar.Dan bisa jadi juga dari tempat lain ketika memandang desa ini akan dilingkupi awan. inilah keindahan khas dataran tinggi
Desa ini boleh tergolong luas, dengan rasio daerah kosong yang dominan dan jumlah penduduk yang tak begitu banyak. Lahan –sisa kejayaan- kebun Apel masih bisa kita lihat di beberapa pinggir jalan. Demikian pula lahan sayur dan kebun bunga. Selebihnya merupakan lahan hutan milik perhutani.
Sebagai paragraf penutup. Perlu digarisbawahi bahwa tulisan ini bukanlah hasil dari pengamatan yang mendalam. Hanya melihat dari sisi kulitnya saja. Dan itu bisa saja terjadi bias, bahkan kekeliruan. Dari pengamatan lalu mencoba membuat kesimpulan yang sifatnya pribadi ini. Setidaknya dari sudut pandang saya sendiri
Inilah sebuah desa dengan segala pengalaman yang warganya –kebetulan- terkena kasus Corona yang menghebohkan itu. Dengan segala upaya telah dilakukan untuk menyikapinya. Walau kadang masih ada celah yang tidak sempurna. Baik dalam penanganan ataupun dengan pihak intansi terkait di atasnya.
Dan semoga ini akan menjadi pelajaran berharga. Karena tidak semua desa terkena kasus yang begitu pelik. PSBB malang raya yang berakhir tanggal 30 Mei ini, dan hasil evaluasi tidak diperpanjang.
Kota Batu bahkan termasuk daerah yang bisa melakukan fase “New Normal”. Desa Bulukerto tentu akan bersiap untuk itu, terutama mengembangkan segala potensi yang selama ini masih belum tuntas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H