Hampir semua yang berkenaan dengan rawon Rampal ini masih mempertahankan warisan dari mbah Syariah. Mulai dari resep, takaran, sampai cara pembuatannya. Sejak dari awal berdiri sampai saat ini pembuatan rawon ataupun sotonya masih menggunakan arang sebagai bahan bakarnya dengan menggunakan tungku. Penggunaan bahan gas juga digunakan, itu pun sekadar untuk memanaskannya.
Tetap menggunakan arang adalah pilihan konsisten untuk mempertahankan kualitas dan rasanya. Menurut Ninik yang sudah lama berkecimpung menangani rawon Rampal ini menyatakan, bahwa ada perbedaan rasa dan ketahanan rawon bila menggunakan arang dibandingkan dengan gas. Dengan menggunakan arang, rawon bisa berasa lebih sedap dan tahan lama.
Maka tidak heran untuk dapur warung Rampal ini berada di luar, di ruang semi terbuka di samping ruang warung utama. Para pengunjung bisa melihat jejeran tungku dan tumpukan arang di sebelahnya.Â
Begitupun dengan aktifitas cara pembuatan dan memasaknya dapat juga kita tengok. Semua dilakukan secara terbuka. Aroma masakan yang ditambah dengan asap pembakaran arang menjadi ciri khas tersendiri bagi Warung Rampal.
Rawon tanpa lemak dan lauk porsi jumbo
Berkunjung ke Warung Rampal ini, saya sempatkan berbincang pada pengunjung yang sudah setia menikmati rawonnya. Adalah Budi, Suparno, dan Dadang yang sudah menikmati rawon ini sejak 2008. Mereka bertiga merupakan sahabat kental yang selain menikmati rawon juga ajang kopdar. Hampir setiap bulan, ketiganya dipastikan untuk merasakan rawon ini.
Untuk masalah rasa mereka menyatakan enak. Rasanya khas dibandingkan dengan rawon lainnya. Yang paling disukainya adalah dagingnya yang empuk dan sedikit lemak begitu pula dengan kuahnya. Â
Saya pun konfirmasi tentang sedikitnya lemak pada Ninik. Ia menjelaskan bahwa hal itu merupakan standar yang dilakukan dalam pembuatan dan pengolahannya. Sedari awal lemak (baca: gajih) disortir. Dan untuk merebus daging juga relatif lama, sekitar 5-6 jam. Dan bila ada lemak yang mengambang di atasnya akan segera ditiriskan.
Untuk daging sapinya sendiri dipilih dari daging lokal yang masih segar, hal ini untuk menjaga kualitas. Tidak pernah menggunakan daging beku apalagi yang berasal dari impor. Untuk penyajian rawonnya, daging yang disuguhnya termasuk porsi jumbo dengan porsi nasi yang tak begitu banyak. Dagingnya pun berasa empuk sehingga terjadi selilit daging di gigi bisa terminimalkan.